Seusai dihentikan sementara KPK, perjalanan program Kartu Prakerja masih cukup rumit. Di sisi lain, mudahnya mekanisme program subsidi gaji memicu kecemburuan sosial pekerja.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Kartu Prakerja bertubi-tubi menuai kritik, mulai dari mekanisme pendaftaran, kontroversi platform penyedia pelatihan daring, hingga berujung pada penghentian sementara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kini, program tersebut kembali berjalan, tetapi prosesnya masih rumit, tak semudah program subsidi gaji.
Selain itu, meski jumlah penerima program Kartu Prakerja sudah hampir memenuhi kuota yang disiapkan pemerintah, masih banyak pekerja korban dampak Covid-19 yang belum mendapat bantuan. Pemerintah daerah diminta menggencarkan sosialisasi dan memfasilitasi para pekerja yang terkendala infrastruktur digital.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Jumat (4/9/2020), mengatakan, berhubung pekerja korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pekerja informal tidak bisa mengakses bantuan subsidi gaji dari pemerintah, mereka sangat menantikan dan membutuhkan Kartu Prakerja.
Namun, proses mendapatkan Kartu Prakerja relatif lebih sulit karena pendaftaran harus dilakukan mandiri secara daring dan tidak ada jaminan pendaftar pasti lolos seleksi. Akibatnya, masih banyak pekerja terdampak Covid-19 yang tidak bisa mengakses bantuan subsidi gaji dan tidak bisa mengakses bantuan Kartu Prakerja juga.
”Saya masih mendapat pengaduan sulitnya pendaftaran Kartu Prakerja. Ini mendorong adanya kecemburuan terhadap pekerja formal yang bisa mendapat bantuan subsidi gaji dengan cara sangat mudah,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta.
Saya masih mendapat pengaduan sulitnya pendaftaran Kartu Prakerja. Ini mendorong adanya kecemburuan terhadap pekerja formal yang bisa mendapat bantuan subsidi gaji dengan cara sangat mudah.
Sampai 4 September 2020, jumlah penerima Kartu Prakerja sudah sebanyak 3 juta orang dari total pendaftar sebanyak 15,9 juta orang. Angka itu sudah melampaui separuh kuota yang disiapkan pemerintah, yakni 5,6 juta orang. Dengan demikian, kuota program Kartu Prakerja yang tersisa adalah 2,6 juta orang.
Selama empat bulan program berjalan, sebanyak 849.921 orang telah menyelesaikan kelas pelatihan daring pertamanya dan baru 610.563 orang yang telah menerima insentif sebesar Rp 600.000 per bulan. Adapun kuota untuk gelombang ketujuh yang dibuka pada Kamis (3/9/2020) sebanyak 800.000 orang.
Namun, mayoritas pekerja terdampak Covid-19 yang termasuk dalam daftar putih (white list) pemerintah lewat Kemenaker ternyata belum termasuk dalam daftar penerima Kartu Prakerja. Kemenaker mencatat, sampai Agustus 2020, ada 3,5 juta pekerja yang terdampak Covid-19 dan kehilangan sumber pemasukan.
Mereka terdiri dari pekerja formal yang mengalami PHK, dirumahkan, pekerja informal yang terdampak pandemi, serta calon pekerja migran yang gagal diberangkatkan ke luar negeri.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan sementara program Kartu Prakerja untuk dievaluasi dan dibenahi oleh pemerintah. Saat KPK merilis hasil kajian KPK atas program Kartu Prakerja pada 18 Juni 2020, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, ada konflik kepentingan dalam kerja sama kemitraan pada program Kartu Prakerja. Selain itu, metode pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan juga mengungkapkan, ada tiga hal yang membuat program itu berpotensi merugikan keuangan negara. Ketiganya adalah adanya konflik kepentingan antara mitra platform Kartu Prakerja dan penyedia pelatihan, apakah pelatihan tersedia gratis atau berbayar, serta layak atau tidaknya pelatihan yang ditawarkan dalam program itu (Kompas, 19/6/2020).
Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja pada awal Juli 2020. Regulasi itu akan menggantikan Perpres Nomor 36 Tahun 2020 yang terbit pada Maret.
Permudah mekanisme
Proses penyaluran subsidi gaji memang lebih cepat daripada Kartu Prakerja. Sejak diluncurkan pada pertengahan Agustus 2020, pemerintah sudah mendata 14 juta pekerja formal peserta BP Jamsostek dengan gaji di bawah Rp 5 juta dan memvalidasi 11,3 juta orang di antaranya.
Adapun bantuan subsidi secara transfer langsung ke nomor rekening para pekerja disalurkan setiap minggu. Penyaluran tahap pertama sudah dilakukan pada 28 Agustus 2020 ke 2,5 juta pekerja dan penyaluran tahap kedua akan disalurkan pekan ini ke 3 juta pekerja.
Timboel menilai, pengumpulan 3 juta peserta Kartu Prakerja selama empat bulan terhitung lambat. ”Seharusnya, 5,6 juta pekerja sudah menerima Kartu Prakerja sehingga insentif Rp 2,4 juta (Rp 600.000 selama 4 bulan) sudah bisa meningkatkan daya beli dan konsumsi agregat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan IV,” katanya.
Ia berharap pemerintah bisa mempermudah dan mempercepat proses pendaftaran Kartu Prakerja agar pekerja yang ter-PHK dan pekerja informal bisa lebih mudah mengakses bantuan. Selain itu, mengingat banyaknya pendaftar Kartu Prakerja dan banyaknya tambahan jumlah pengangguran, pemerintah hendaknya menambah kuota peserta dan anggaran program.
”Jangan sampai proses pendaftaran yang rumit menyebabkan dana Kartu Prakerja terlambat dieksekusi sehingga baru dibelanjakan tahun depan,” ujarnya.
Karpet merah
Head of Communications Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Louisa Tuhatu mengatakan, program Kartu Prakerja berbeda dengan program bantuan sosial lain karena mengharuskan calon penerima untuk proaktif mendaftarkan diri sendiri secara daring. Artinya, meski terdampak Covid-19 terdata di daftar putih, pekerja tetap harus mendaftarkan diri.
”Namun, mereka kami beri karpet merah. Jadi, kalau mereka mendaftarkan diri, tanpa harus lihat kiri dan kanan, pasti lolos. Akan tetapi, mereka tetap harus mendaftarkan diri dulu, tidak bisa serta-merta dikasih bantuan,” katanya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Mugiharso menuturkan, peran aktif pemerintah daerah (pemda) dibutuhkan untuk menggencarkan sosialisasi program dan memfasilitasi masyarakat yang masih kesulitan infrastruktur dan sarana digital untuk mendaftar. ”Ini agar mereka dapat segera mendaftar dan mengikuti pelatihan-pelatihan daring,” katanya.
Untuk mempermudah pendaftaran, lanjut Susiwijono, pemerintah juga tengah menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan sebagai payung hukum proses pendaftaran secara luring. Pendaftaran secara luring kelak membutuhkan peran aktif pemda melalui dinas-dinas ketenagakerjaan untuk memfasilitasi masyarakat setempat mendaftarkan diri.