Memaksimalkan Potensi Besar Bandara Internasional Yogyakarta
Bandara Internasional Yogyakarta memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Namun, saat ini, potensi itu belum menjadi kenyataan karena adanya pandemi Covid-19.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Bandara Internasional Yogyakarta memiliki potensi besar untuk menggerakkan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Namun, saat ini, potensi itu belum menjadi kenyataan karena adanya pandemi Covid-19. Ke depan, perlu upaya keras agar seluruh potensi bandara itu benar-benar dimaksimalkan.
Pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (BIY) di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), turut menumbuhkan sejumlah usaha baru di wilayah sekitarnya. Salah satu usaha baru yang tumbuh setelah pembangunan bandara itu adalah Rumah Makan Kopi NYIA di Desa Temon Kulon, Kecamatan Temon, Kulon Progo.
Rumah makan yang berada di pinggir Jalan Wates-Purworejo itu hanya berjarak sekitar 1 kilometer dari pintu gerbang BIY. ”Rumah makan ini mulai buka sejak 13 Februari 2019,” kata pemilik Kopi NYIA, Armanunsah Wahyu Sri Harsalsi (50), saat dihubungi Kompas, Jumat (28/8/2020).
Sekarang memang masih dalam kondisi pandemi. Jadi, kalau belum ramai, saya maklumi. Namun, nanti, begitu sudah mulai vaksinasi, saya yakin bandara ini akan menjadi bandara yang paling ramai.
Armanunsah menuturkan, ia dan suaminya, Yuni Subiyantoro (54), mendirikan Kopi NYIA karena meyakini perekonomian wilayah sekitar BIY bakal tumbuh. Bahkan, nama rumah makan itu pun dimirip-miripkan dengan nama bandara yang dulu dikenal dengan sebutan New Yogyakarta International Airport (NYIA). Belakangan, nama bandara itu diganti menjadi BIY atau Yogyakarta International Airport (YIA).
Menurut Armanunsah, Kopi NYIA menyajikan berbagai menu makanan, misalnya, soto, nasi goreng, mi goreng, aneka jenis sayur tradisional, serta macam-macam camilan. Selain itu, disajikan pula kopi dari beberapa wilayah Nusantara, seperti kopi Menoreh dari Kulon Progo, kopi Gayo dari Aceh, serta kopi Mandailing dari Sumatera Utara.
”Sebelum pandemi Covid-19, rumah makan ini cukup ramai. Banyak penumpang yang mau ke bandara mampir ke sini dulu. Para pegawai bandara juga sering makan di sini,” kata Armanunsah yang merupakan warga Temon.
Baca juga: Bandara Internasional Yogyakarta Layani 115 Penerbangan
Armanunsah mengatakan, sebelum pandemi Covid-19, pendapatan rumah makan itu bisa mencapai Rp 3 juta sehari. Namun, setelah pandemi Covid-19 melanda, pendapatan mereka merosot hingga 80 persen karena jumlah penerbangan di BIY juga berkurang signifikan. ”Namun, mulai Agustus ini, mulai meningkat pelan-pelan. Pendapatan kami sekarang kira-kira 50 persen kalau dibandingkan dengan sebelum pandemi,” ungkapnya.
Armanunsah berharap, ke depan, jumlah penerbangan di BIY bisa terus bertambah sehingga rumah makannya makin ramai. Apalagi, pada Jumat (28/8/2020) pagi, Presiden Joko Widodo telah meresmikan bandara tersebut. ”Saya turut senang dengan peresmian itu. Semoga keberadaan bandara baru ini bisa meningkatkan perekonomian. Semoga warga sekitar bandara juga tidak hanya menjadi penonton, tetapi bisa ikut berperan juga,” katanya.
Sejumlah kelebihan
Sebelum diresmikan Presiden Joko Widodo, BIY sebenarnya sudah beroperasi secara penuh mulai 29 Maret 2020. Sejak saat itu, sebagian besar penerbangan di Bandara Internasional Adisutjipto, Kabupaten Sleman, DIY, dipindahkan ke BIY. Setelah pemindahan itu, Bandara Internasional Adisutjipto hanya melayani penerbangan yang menggunakan pesawat propeler atau baling-baling dan penerbangan VIP yang menggunakan pesawat jet pribadi.
Baca juga: Tanpa Seremoni, Bandara Internasional Yogyakarta Beroperasi Penuh 29 Maret
Presiden menyatakan, apabila dibandingkan dengan Bandara Internasional Adisutjipto, BIY mempunyai sejumlah kelebihan. Contohnya, BIY memiliki runway atau landasan pacu sepanjang 3.250 meter, lebih panjang dibandingkan dengan landasan pacu Bandara Internasional Adisutjipto yang hanya 2.200 meter. Oleh karena itu, BIY bisa didarati oleh pesawat berbadan besar seperti Airbus A380 dan Boeing 777.
”Di sana (Bandara Internasional Adisutjipto) hanya untuk pesawat yang narrow body (berbadan sempit). Di sini (BIY) bisa didarati Airbus A380 dan Boeing 777. Pesawat gede-gede bisa turun di sini karena runway-nya 3.250 meter,” kata Presiden dalam acara peresmian BIY.
Dengan kondisi tersebut, penerbangan internasional dari berbagai negara diharapkan bisa langsung mendarat di BIY. Hal ini berbeda dengan Bandara Internasional Adisutjipto yang hanya bisa melayani penerbangan internasional dari Singapura dan Malaysia.
Apalagi, BIY juga memiliki terminal penumpang yang jauh lebih luas dibandingkan dengan Bandara Internasional Adisutjipto. Terminal penumpang di BIY seluas 219.000 meter persegi, sementara terminal Bandara Internasional Adisutjipto hanya seluas 17.000 meter persegi.
”Bandara lama (Adisutjipto) hanya bisa menampung 1,6 juta penumpang per tahun, di sini (BIY) bisa 20 juta penumpang per tahun. Ini tugas kita bersama bagaimana mendatangkan 20 juta penumpang itu. Ini bukan tugas yang ringan,” kata Presiden.
Baca juga: Bandara Baru Yogyakarta Diharapkan Dongkrak Ekonomi Daerah Pascapandemi
Presiden menyebut, pembangunan BIY juga telah mengantisipasi ancaman gempa bumi dan tsunami karena bandara itu memang dibangun di wilayah rawan bencana. Menurut Presiden, bangunan BIY bisa menahan guncangan gempa bumi dengan kekuatan Magnitudo 8,8. Selain itu, pembangunan bandara tersebut juga sudah mengantisipasi kemungkinan tsunami dengan ketinggian 12 meter.
Dengan berbagai kelebihan itu, keberadaan BIY diharapkan bisa mendongkrak kunjungan wisatawan ke DIY dan Jawa Tengah. Apalagi, pembangunan BIY telah menghabiskan anggaran yang tak sedikit. Presiden mengatakan, total anggaran untuk membangun BIY sebanyak Rp 11,3 triliun, terdiri dari anggaran pembebasan lahan sebesar Rp 4,2 triliun dan pembangunan konstruksi senilai Rp 7,1 triliun.
Selain itu, pembangunan BIY juga dilakukan dalam waktu yang relatif cepat dengan harapan bisa segera dioperasikan dan bisa membawa dampak positif pada perekonomian DIY dan Jawa Tengah. ”Alhamdulilah bandara sudah selesai 100 persen. Bandara ini dikerjakan sangat cepat. Hanya 20 bulan. Cepat sekali,” kata Presiden.
Terhambat pandemi
Akan tetapi, hingga sekarang, potensi besar dari BIY itu belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena pandemi Covid-19 melanda sehingga jumlah kunjungan wisatawan pun merosot drastis. Apalagi, BIY memang beroperasi penuh saat pandemi Covid-19 telah masuk ke Indonesia.
Melihat kondisi itu, Presiden Joko Widodo menyatakan bisa memakluminya. Akan tetapi, sesudah adanya vaksinasi dan pandemi Covid-19 terkendali, Presiden merasa optimistis jumlah penumpang di bandara itu bakal meningkat drastis.
”Sekarang memang masih dalam kondisi pandemi. Jadi, kalau belum ramai, saya maklumi. Namun, nanti, begitu sudah mulai vaksinasi, saya yakin bandara ini akan menjadi bandara yang paling ramai,” kata Presiden.
Namun, untuk memaksimalkan potensi besar BIY, masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah meningkatkan aksesibilitas menuju BIY. Hal ini karena BIY berlokasi cukup jauh dari pusat Kota Yogyakarta, yakni sekitar 40 kilometer. Oleh karena itu, perjalanan darat menggunakan mobil dari pusat Kota Yogyakarta ke BIY membutuhkan waktu minimal 1,5 jam.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo Eryono berharap pemerintah terus meningkatkan aksesibilitas menuju ke BIY. Saat ini, dukungan transportasi multimoda, baik berupa bus, taksi, maupun kereta api, memang sudah ada. Namun, jumlah dan frekuensi layanan berbagai jenis transportasi itu diharapkan bisa ditingkatkan.
”Sekarang, kan, asumsinya perjalanan ke Kota Yogyakarta itu masih terlalu jauh. Jadi, aksesibilitas itu harus dipastikan ketersediannya. Misalnya, kereta api dan bus itu lebih baik diperbanyak. Menurut saya, jika itu tersedia, pasti tidak akan terasa jauh,” kata Deddy.
Baca juga: Bandara Internasional Yogyakarta Dorong Pertumbuhan Hotel dan Restoran di Kulon Progo
Untuk meningkatkan aksesibilitas menuju BIY, pemerintah berencana membangun jalur kereta api hingga ke dalam kawasan bandara tersebut. Dengan begitu, perjalanan menuju bandara itu bisa ditempuh dalam waktu lebih singkat. Selain itu, BIY juga direncanakan terkoneksi dengan jalan tol Yogyakarta-Cilacap.
Di sisi lain, Deddy juga meminta para investor yang membangun hotel, restoran, atau usaha lain di sekitar BIY untuk melibatkan warga lokal sebagai pekerja. Harapan ini penting dikemukakan karena saat ini sudah ada sejumlah investor yang sedang membangun hotel baru di Kulon Progo.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Kulon Progo, setelah BIY selesai dibangun, ada satu hotel bintang tiga baru yang sudah beroperasi di kabupaten itu. Selain itu, saat ini, ada tiga hotel yang tengah dibangun serta dua hotel lain yang sedang mengurus perizinan di Kulon Progo. Oleh karena itu, nantinya bakal ada enam hotel berbintang di Kulon Progo dengan total investasi sekitar Rp 2,5 triliun.
”Kami mohon investor agar bisa memaksimalkan sumber daya manusia di sana. Jangan sampai hotel dan restoran yang tumbuh tidak melibatkan masyarakat dari daerah itu,” ujar Deddy.
Jateng
Selain bermanfaat untuk DIY, keberadaan BIY juga diharapkan bisa meningkatkan perekonomian Jawa Tengah, terutama wilayah Magelang dan Jateng selatan. Secara khusus, pengoperasian bandara itu juga diarahkan untuk mendukung aktivitas pariwisata di kawasan Borobudur, Magelang.
General Manager PT Taman Wisata Candi Borobudur I Gusti Putu Ngurah Sedana mengatakan, pengoperasian BIY makin memberikan titik cerah untuk pariwisata di Borobudur. Sebab, keberadaan bandara itu diyakini bisa meningkatkan kunjungan ke Borobudur. Apalagi, saat ini, antuasisme masyarakat untuk berwisata sudah relatif tinggi.
Namun, Putu juga berharap Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Magelang memberi tambahan kuota pengunjung ke Candi Borobudur. Saat mulai buka kembali pada 25 Juni 2020, kuota pengunjung Candi Borobudur hanya 1.500 orang per hari. ”Setelah itu, kami mengajukan tambahan kuota menjadi 3.000 orang per hari. Namun, yang diizinkan hanya 2.500 orang per hari saja,” ujarnya.
Agus Prayitno, salah seorang pegiat wisata di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, juga berharap keberadaan BIY bisa turut memulihkan kembali aktivitas wisata di Borobudur. Dia menambahkan, sejak beberapa minggu lalu, para pegiat wisata di Desa Karangmojo telah memperbaiki paket-paket wisata di desa itu sebagai persiapan untuk menyambut kembali wisatawan.