Pelaku Usaha Berharap Binaan Setelah Bantuan
Tak hanya berharap bantuan modal usaha, pelaku usaha ultramikro berharap ada binaan bagi mereka untuk meningkatkan kapasitas berusaha. Ekosistem digital pun sedang diupayakan untuk dibangun, tapi pendataan harus akurat.
Teriknya matahari pada Jumat (28/8/2020) siang sekitar pukul 11.00 membuat Pujiono (35), penjual es cincau, berteduh di bawah pohon. Pandangannya tak lepas dari gerobak yang ia parkirkan di pinggir jalan wilayah Empang, Kota Bogor, Jawa Barat.
Hanya Pujiono yang berjualan di wilayah tersebut. Menurut dia, sebelum pandemi Covid-19, ada banyak pedagang kecil lain yang berjualan di sekitarnya, mulai dari penjual cilok, batagor, serabi, hingga jajanan lainnya, tetapi kini semua sudah pindah.
”Sekarang sepi banget, sampai siang ini cincau saya belum ada yang beli. Biasanya kalau jam segini sudah laku seenggaknya 10 gelas. Sekarang omzet harian paling Rp 80.000 dari sebelumnya bisa Rp 400.000,” ujar Pujiono yang berjualan es cincau sejak enam tahun lalu.
Terkait dengan bantuan pemerintah akibat Covid-19, warga asli Cianjur ini mengaku sudah mendapatkan bantuan. Ia mendapatkan bantuan sosial tunai Rp 600.000 per bulan yang disalurkan melalui rekening Bank Rakyat Indonesia miliknya.
Saat ini, Pujiono juga sudah mendaftarkan diri melalui rukun tetangga (RT) setempat untuk mendapatkan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif senilai Rp 2,4 juta sebagai tambahan modal usaha. Apabila kelak mendapatkan bantuan, ia berencana untuk membuka kios es cincau.
”Kalau berjualan di pinggir jalan begini, kan, sebenarnya enggak boleh dan saya juga sering diusir oleh satpol PP (satuan polisi pamong praja). Semoga kalau memang rezeki dapat bantuan modal usaha, saya mau buat kios supaya jualan juga lebih tenang,” ucapnya.
Rencana lain, Pujiono ingin berjualan es cincau secara dalam jaringan (daring). Untuk itu, selain mendapat bantuan modal usaha, ia berharap pemerintah juga turut membina dan memberdayakan pelaku usaha seperti dirinya agar bisa memperluas pasar.
Opik Hidayat (55), pedagang mi ayam di daerah Bondongan, Kota Bogor, juga menghadapi persoalan serupa. Bahkan, meski telah didata oleh RT setempat sebagai pelaku usaha yang terdampak pandemi, tak ada bantuan apa pun yang ia terima hingga kini.
”Kalau soal Banpres, saya sudah dengar. Tetapi, enggak terlalu berharap karena kemarin saja waktu awal korona, kan, didata, tapi sepeser pun enggak dapat. Sebenarnya pengen bisa dapat bantuan usaha buat renovasi gerobak ini,” tuturnya yang memiliki pengeluaran Rp 1 juta per bulan untuk biaya kontrak rumah.
Penjualan mi ayam yang sudah dimulai sejak 1986 itu diakuinya menurun drastis akibat sekolah yang ditutup karena Covid-19. Sebelum pandemi, omzet per hari bisa mencapai Rp 700.000, kini tinggal Rp 200.000.
”Saya berharap Covid-19 cepat selesai supaya sekolah ramai lagi. Jadi penjualan juga normal lagi. Saya cuma mengandalkan penjualan dari sini. Soalnya enggak ngerti kalau online gitu, hape saya juga butut,” ucap Opik.
Bangun ekosistem
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop dan UKM) Hanung Harimba Rachman menyampaikan, para pelaku usaha mikro dan ultra mikro memang tidak hanya akan mendapat bantuan modal usaha. Untuk jangka panjang, pemerintah berencana membangun ekosistem digital bagi mereka.
Baca juga : Koperasi Minta Dilibatkan dalam Penyaluran Bantuan untuk UMKM
”Membangun UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) itu enggak gampang. Kita harus punya definisi yang sama terlebih dahulu terkait siapa yang termasuk UMKM sehingga pendataan akan lebih terstruktur,” ujarnya.
Ketika data pelaku UMKM, khususnya mikro dan ultramikro, sudah tercatat dan terhubung dengan perbankan, Hanung berpendapat akan lebih mudah bagi pemerintah dalam membina dan memberdayakan mereka. Bantuan dari hulu hingga hilir pun dapat dilakukan secara efektif.
Misalnya dari sisi hulu, nelayan diberikan bantuan kapal untuk melaut. Namun, ketika hasil tangkapan hendak dijual, nelayan tidak terhubung dengan lembaga keuangan sehingga penjualan menjadi terbatas.
”Keadaan ini, kan, membuat bantuan jadi terpotong-potong, enggak utuh satu rantai ditangani dengan baik. Maka ke depan, kami akan coba kembangkan dengan pendekatan ekosistem dari hulu ke hilir,” tutur Hanung.
Para pelaku usaha rintisan yang menyediakan aplikasi daring juga akan dilibatkan untuk membantu UMKM memasuki pasar digital. Misalnya, aplikasi gratis yang dapat digunakan untuk pencatatan pembukuan dan untuk menjajakan produk yang dihasilkan.
”Tentu butuh proses membangun UMKM. Tetapi, saya percaya dan optimistis, dengan bantuan anak-anak muda yang ahli di bidang ekonomi digital, perubahan menjadi lebih cepat dan masyarakat akan lebih mudah beradaptasi,” kata Hanung.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, kondisi saat ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk memperbaiki data pelaku usaha, khususnya yang mikro dan ultramikro. Pendataan dapat dilakukan dengan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dan pemerintah daerah.
”Mulai dari wali kota atau bupati, kepala desa, hingga tingkat RT, itu harus dilibatkan untuk pendapatan warga karena mereka yang tahu pasti keadaan warganya. Setelah itu, BPS dapat kembali memverifikasi data tersebut,” ucap Tauhid.
Dalam jangka panjang, para pelaku usaha ultramikro perlu didampingi untuk keberlanjutan usaha. Misalnya, dengan membuat pusat pelatihan di setiap kabupaten kota untuk melatih mereka.
”Bagi yang ingin bersama-sama mengembangkan usaha, bisa dibuat kelompok kecil untuk memudahkan pelatihan. Sementara untuk yang ingin berusaha sendiri juga tetap harus disediakan fasilitas untuk mereka bertanya dan mengakses permodalan dengan bunga nol persen di masa pandemi,” kata Tauhid.
Tak perlu khawatir
Banpres Produktif untuk pelaku usaha mikro dan ultramikro ditargetkan ada 12 juta penerima dengan total dana yang dianggarkan senilai Rp 28,8 triliun. Pada tahap awal, pemerintah telah menyalurkan Rp 22 triliun dana Banpres Produktif untuk 9,1 juta penerima.
Meski begitu, Hanung menegaskan, pemerintah akan tetap memberikan bantuan modal usaha bagi pelaku usaha mikro dan ultramikro yang memang membutuhkan. Dengan begitu, diharapkan kegiatan usaha masyarakat dapat kembali pulih.
”Jangan khawatir mengenai jumlah (target penerima). Pemerintah sudah punya komitmen, kalau memang peminatnya lebih, pasti akan kami tambah jumlah penerimanya agar mereka bisa mereaktivasi kembali usahanya,” ujar Hanung.
Kini, jumlah pendaftar Banpres Produktif sudah mencapai lebih dari 19 juta pelaku usaha. Berdasarkan hasil verifikasi untuk menghindari duplikasi, data yang didapat sudah ada sekitar 70 persen atau 15 juta pelaku usaha.
Bagi pelaku usaha yang sebenarnya sudah menerima bantuan sosial (bansos) lain dari pemerintah, Banpres Produktif tetap boleh diterima. Sebab, tujuannya menambah modal usaha sehingga berbeda dengan tujuan bansos.
Baca juga : Pendapatan Terus Menurun, Pelaku Usaha Gunakan Bantuan Modal untuk Konsumsi
”Mungkin sebagian uang dari Banpres Produktif digunakan untuk konsumsi juga enggak apa karena memang kebutuhan dana juga beragam. Tetapi, kalau diterima oleh pelaku usaha, saya yakin ia akan prioritaskan untuk kepentingan usaha sehingga bisa tetap menghasilkan uang,” tutur Hanung.