Pendapatan Terus Menurun, Pelaku Usaha Gunakan Bantuan Modal untuk Konsumsi
Pelaku usaha mikro mengapresiasi langkah pemerintah yang menyalurkan bantuan Banpres Produktif senilai Rp 2,4 juta untuk modal usaha. Namun, sebagian pelaku usaha mengaku akan menggunakan dana tersebut untuk konsumsi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro mengapresiasi langkah pemerintah yang menyalurkan bantuan Banpres Produktif senilai Rp 2,4 juta untuk modal usaha. Namun, sebagian pelaku usaha mengaku akan menggunakan dana itu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seiring pendapatan mereka yang terus menurun di tengah pandemi.
Sumarno (55), pedagang gorengan di kawasan Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, baru-baru ini didaftarkan oleh pihak rukun warga tempatnya tinggal di kawasan sama untuk mendapatkan Bantuan Presiden (Banpres) Produktif senilai Rp 2,4 juta.
Saat ditemui Kompas, Kamis (27/8/2020), ia mengaku dipilih karena usahanya termasuk kategori mikro dan tidak memiliki kredit usaha di perbankan atau lembaga pembiayaan lainnya.
Menurut informasi yang ia dapat, bantuan langsung tunai itu akan diturunkan secara bertahap dalam empat bulan, mulai dari September sampai Desember. Dengan demikian, jika terpilih, ia akan menerima transfer dana Rp 600.000 per bulan.
”Uang segitu bakal saya pakai untuk bayar tunggakan kontrakan rumah Rp 500.000 sebulan. Kalau bantuannya enggak dicicil, mungkin saya pakai buat modal usaha,” ujarnya.
Saat ini, keuntungan dari omzet rata-rata Rp 300.000 per hari. Itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar harian dan menyewa tempat usaha Rp 700.000 dan biaya listrik Rp 115.000 sebulan.
Menurut dia, bantuan dari Banpres Produktif dinilai belum bisa untuk modal mengembangkan usaha karena omzet yang terus menurun. Jika sebelum pandemi ia bisa mengantongi omzet Rp 500.000 per hari, sampai saat ini omzet hariannya turun hampir setengah karena pembatasan sosial di perkantoran dan perumahan di dekat lokasi usahanya.
Hendri (34), pedagang nasi Padang di kawasan sama yang baru didaftarkan untuk menerima bantuan, juga memilih menggunakan bantuan tersebut untuk kebutuhan rumah tangga, seperti biaya sekolah anak. Bantuan modal, untuk saat ini, kurang dibutuhkan karena daya beli belum kembali pulih.
”Sampai sekarang omzet turun 40 persen normal,” katanya.
Di sisi lain, Laras, penjual jus yang sudah didaftarkan di kawasan sama, berencana menggunakan bantuan itu untuk menambah jenis buah yang ia jajakan. Walau demikian, ia memperkirakan tambahan variasi itu tidak akan drastis meningkatkan pendapatan usahanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, yang dihubungi Kompas, melihat Banpres Produktif akan sulit meningkatkan produktivitas usaha, khususnya pada pelaku usaha mikro. Usaha mikro adalah usaha dengan omzet di bawah Rp 300 juta per tahun atau Rp 25 juta per bulan, dengan aset di bawah Rp 50 juta.
”Dengan situasi ekonomi yang masih turun dalam beberapa bulan terakhir, kelihatan sekali kalau konsumsi rumah tangga turun drastis. Kalau ini belum pulih, maka preferensi pelaku usaha akan lebih ke konsumsi ketimbang modal kerja,” katanya.
Ia juga menilai, bantuan senilai Rp 2,4 juta per pelaku usaha mikro masih kurang untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi melalui geliat usaha ataupun konsumsi.
Seperti diketahui, pada tahap awal, pemerintah menyalurkan Rp 22 triliun dana Banpres Produktif untuk 9,1 juta dari target 12 juta usaha mikro dan ultramikro. Dana tersebut akan ditransfer langsung ke rekening pelaku usaha.
Jumlah itu relatif sedikit dibandingkan dengan 63,3 juta unit usaha mikro (98,68 persen total unit UMKM), menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Adapun kontribusi kategori usaha itu terhadap produk domestik bruto (PDB) dari keseluruhan UMKM mencapai 37,77 persen, kedua terbesar setelah kontribusi kategori usaha dan industri besar (38,93 persen).