logo Kompas.id
Ekonomi”Esuk Dhele, Sore Tempe”
Iklan

”Esuk Dhele, Sore Tempe”

Pengakuan dunia terhadap tempe mesti dibarengi komitmen bersama untuk mendongkrak produksi kedelai dalam negeri. Dengan demikian, perajin tempe tak perlu lagi menjerit setiap kali harga kedelai impor melejit.

Oleh
ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
· 3 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/sq2gIhn2ot3MiZyd3JXTsQkLIAs=/1024x655/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F02%2F2019%2F02%2Fa2%2Fefc%2F20190221_093807jpg%2F20190221_093807SILO.jpg
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Ilustrasi. Bibit kedelai siap ditanam di lahan bekas galian pasir di Desa Cibulan, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (21/2/2019).

Esuk dhele, sore tempe (pagi kedelai, sore tempe). Demikian peribahasa Jawa menggambarkan sebuah sikap atau situasi ketidakpastian. Kondisi seperti inilah yang sering dialami para perajin tempe di Tanah Air.

Hampir setiap tahun mereka mengalami ketidakpastian harga kedelai, bahan baku utama tempe. Begitu kurs dollar AS naik, harga kedelai pun langsung melangit. Rupanya, setiap tahun kita harus mengimpor kedelai dari luar negeri yang jumlahnya lebih tinggi daripada produksi kedelai kita sendiri.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000