Upaya pemerintah membuka pasar baru bagi produk usaha mikro, kecil, dan menengah dinilai perlu. Namun, ada problem lain yang dihadapi pelaku usaha, yakni bagaimana memperbaiki daya saing produknya.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah umumnya memang membutuhkan bantuan untuk mengakses pasar yang lebih luas, termasuk melalui aplikasi atau platform digital. Namun, perluasan pasar saja belum cukup tanpa produk yang berdaya saing. Oleh karena itu, pendampingan diperlukan untuk membangkitkan UMKM.
Pada Senin (17/8/2020) pemerintah melalui Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) meluncurkan aplikasi atau platform untuk usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), yakni PaDi (Pasar Digital), Bela Pengadaan, dan Laman UKM, demi menggerakkan UMKM di Indonesia.
”Inti kebijakan tersebut membuka peluang pasar bagi UMKM dan ini memang perlu,” kata peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Maxensius Tri Sambodo, ketika dihubungi, Selasa (18/8/2020).
Akan tetapi, akses pasar hanya merupakan salah satu tantangan mengembangkan UMKM. Ada persoalan besar yang dihadapi para pelaku UMKM, yakni soal daya saing produk. Produk UMKM belum semuanya mampu bersaing di pasaran.
Kendala yang dihadapi pelaku usaha untuk menaikkan daya saing antara lain terbatasnya model acuan yang dapat membantu mereka menembus pasar dengan produk yang lebih berkualitas. Terkait hal ini, pola bapak angkat dapat terus didorong untuk menolong pelaku UMKM.
Perguruan tinggi dan lembaga penelitian pengembangan juga harus berdiri di belakang UMKM dan membantu di sisi teknologi tepat guna. ”Jika perlu, adopsi teknologi oleh UMKM yang telah proven (terbukti) menjadi indikator kinerja lembaga litbangjirap (penelitian, pengembangan, pengkajian, serta penerapan) dan menjadi kriteria untuk menambah anggaran,” kata Maxensius.
Akan lebih baik jika setiap bulan ada data yang diumumkan terkait pasar yang terbuka bagi publik, khususnya UMKM. Hal ini agar UMKM mengetahui jenis dan spesifikasi barang atau jasa yang sedang banyak diminta pasar. Informasi tren pasar seperti itu akan mempercepat UMKM membuat strategi untuk inovasi produk.
Sementara itu, Ketua UKM Center Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Zakir Sjakur Machmud menuturkan, selama ini, dukungan pemerintah kepada UMKM lebih banyak pada aspek pembiayaan, seperti melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Upaya penciptaan permintaan terhadap produk UMKM relatif masih minim. Padahal, hal yang diperlukan UMKM saat ini adalah agar mereka dapat berjualan dan produknya terbeli supaya punya uang kas.
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar, pola bekerja dari rumah, dan lainnya mengurangi pertemuan dan transaksi langsung pembeli dan UMKM. ”Dengan demikian, salah satu cara untuk membangun koneksi antara pelaku UMKM dan pembeli adalah melalui digital,” kata Zakir.
Program seperti PaDi dan Laman UKM adalah bentuk dukungan bagi UMKM untuk menghubungkan secara digital UMKM dengan pembeli.
Pendampingan
Penetrasi pasar oleh pelaku UMKM, terutama di level usaha mikro dan kecil, memang masih rendah. Terkait persoalan tersebut, pelaku UMKM membutuhkan pendampingan agar mereka lebih melek digital.
Pendampingan digital ini mencakup pemasaran melalui media sosial dan marketplace ataupun pembayaran transaksi menggunakan uang elektronik dan lainnya. ”Pemerintah juga perlu menyiapkan kualitas instrukturnya. Jangan putus sambung,” ujar Zakir.
Pendampingan pun menjadi kunci agar UMKM mampu mengisi kebutuhan pasar dengan produk atau jasa, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemerintah dapat bekerja sama dengan pemangku kepentingan seperti akademisi, pebisnis, komunitas, dan media. Pemerintah berfungsi menciptakan ekosistem dan regulasinya.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia Syahnan Phalipi menyatakan, pendampingan dibutuhkan untuk memastikan dukungan bagi UMKM tepat guna.
Pada kondisi normal pun usaha mikro belum tentu dapat berkembang baik. Apalagi pada kondisi tidak normal seperti saat pandemi seperti sekarang. Edukasi dan pelatihan menjadi hal penting.
”Jadi, mereka harus diberi pendampingan dan pelatihan untuk menangkap peluang, termasuk melalui pendekatan digital dan seterusnya,” ujar Syahnan, beberapa waktu lalu.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dalam berbagai kesempatan menuturkan arti penting optimalisasi belanja kementerian dan lembaga untuk membeli produk UMKM. ”Tentu ini memerlukan kebijakan afirmatif dari semua kementerian dan lembaga,” kata Teten pada acara percepatan perputaran ekonomi lokal, peluncuran Bela Pengadaan, Laman UMKM, serta PaDi UMKM secara virtual di Jakarta, Senin.
Pemerintah berusaha menyerap produk UMKM. Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu pun sudah menginstruksikan kementerian untuk memprioritaskan belanja produk UMKM. ”Pada anggaran tahun 2020, per Juli 2020, ada alokasi sekitar Rp 307 triliun. Ini saya kira penting dioptimalkan untuk belanja kementerian dan lembaga,” kata Teten.