Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas membahas postur RAPBN 2021, menyatakan, prioritas dan pelebaran defisit APBN 2021 harus difokuskan untuk kegiatan percepatan pemulihan perekonomian nasional.
Oleh
FX LAKSANA AS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2021 akan fokus mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Agar belanja pemerintah efektif mengungkit perekonomian, defisit fiskal diperkirakan masih akan lebar.
Presiden Joko Widodo, dalam rapat terbatas membahas Postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 di Istana Kepresidenan di Bogor, Jawa Barat, Selasa (28/07/2020), menyatakan, prioritas dan pelebaran defisit APBN 2021 harus difokuskan untuk membiayai kegiatan percepatan pemulihan perekonomian nasional. APBN 2021 sekaligus untuk menguatkan transformasi di berbagai sektor, terutama reformasi di bidang kesehatan, pangan, energi, pendidikan, dan digital.
Tersambung dalam rapat melalui telekonferensi itu adalah Wakil Presiden Ma\'ruf Amin dan sejumlah menteri.
APBN, Presiden melanjutkan, hanya berkontribusi lebih-kurang 14,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional. Meski demikian, dalam situasi krisis, belanja pemerintah mesti menjadi pengungkit utama roda perekonomian domestik sehingga swasta dan usaha mikro, kecil, dan menengah bisa pulih kembali.
Sejalan dengan itu, Presiden menekankan, pemerintah tidak boleh melupakan agenda strategis besar bangsa sekalipun situasi krisis, terutama dalam langkah untuk keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah. Per 1 Juli 2020, Indonesia telah naik dari kelompok negara berpendapatan menengah-bawah ke negara berpendapatan menengah-atas.
”Namun, kita tahu untuk keluar dari middle income trap masih besar dan panjang,” kata Presiden.
Situasi perekonomian global sebagai konteks besar, menurut Presiden, berkembang sangat dinamis, tetapi masih penuh dengan ketidakpastian. Beberapa lembaga keuangan dunia juga terus merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi global di 2020 dan 2021. ”Artinya, masih penuh ketidakpastian,” kata Presiden.
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2021 sebesar 5,4 persen. Sementara Bank Dunia sebesar 4,2 persen dan OECD sebesar 2,8 persen hingga 5,2 persen.
”Saya kira kalau perkiraan ini betul, kita akan berada pada posisi ekonomi yang juga mestinya di atas pertumbuhan ekonomi dunia. Indonesia juga diproyeksikan masuk ke kelompok negara dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah China. Kalau proyeksi ini benar, patut kita syukuri,” kata Presiden.
Namun, Presiden mengingatkan adanya potensi gelombang Covid-19 kedua sekaligus ketidakpastian perekonomian global di 2021. Dengan demikian, kewaspadaan dan antisipasi harus terus dilakukan.
Dalam konteks itu semua, Presiden menginstruksikan agar RAPBN 2021 disusuan dengan hati-hati dan cermat.
”Angka-angka indikator ekonomi makro harus betul-betul dikalkulasi dengan cermat dan hati-hati. Harus optimistis, tapi juga realistis dengan mempertimbangkan kondisi dan proyeksi terkini,” kata Presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI DPR telah menyepakati Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) pada rapat kerja, Senin, (22/06). Asumsi yang disepakati tersebut digunakan sebagai acuan penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN tahun 2021.
Adapun kesepakatan asumsi dasar ekonomi makro untuk 2021 meliputi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5- 5,5 persen, inflasi sebesar 2-4 persen, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebesar Rp 13.700-Rp 14.900, dan suku bunga Surat Berharga Negara 10 tahun sebesar 6,29-8,29 persen.
Sementara kesepakatan untuk target pembangunan meliputi tingkat pengangguran terbuka sebesar 7,7-9,1 persen, tingkat kemiskinan 9,2-9,7 persen, indeks rasio gini sebesar 0,377-0,379, dan indeks pembangunan manusia sebesar 72,78-72,95.
Mengutip berita dari laman Kementerian Keuangan, Sri Mulyani dalam rapat dengan DPR menjelaskan bahwa apabila tidak terjadi gelombang kedua Covid-19, bank sentral berpeluang mengurangi pembelian obligasi. Dengan demikian, kegiatan sosial ekonomi menjadi relatif lebih normal.
”Tahun 2021 kita berharap sudah agak normal, atau dalam hal ini kemampuan untuk menyesuaikan yang disebut dengan new normal itu menyebabkan kegiatan produktif bisa berjalan lebih besar tanpa kita mengorbankan sisi kesehatan,” kata Sri Mulyani.