Krisis Global Akan Menurunkan Kontribusi Investasi dalam PDB RI
Resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara akan memengaruhi kinerja investasi RI. Kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto akan menurun tajam hingga mencapai 15-20 persen.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis global yang berujung pada resesi ekonomi di sejumlah negara akan memengaruhi kinerja investasi Indonesia. Kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto akan menurun cukup tajam. Di sisi lain, upaya pemerintah untuk mendorong investasi dalam kondisi pandemi sangat terbatas.
Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies Yose Rizal Damuri, yang dihubungi Kompas, Senin (27/7/2020), secara umum dampak krisis global terhadap perekonomian Indonesia tidak terlalu besar. Hal ini karena struktur produk domestik bruto (PDB) Indonesia ditopang konsumsi domestik yang porsinya lebih dari 50 persen.
Indonesia tidak tergantung perekonomian global sehingga dampak krisis tidak sebesar negara lain. Namun, krisis global akan berdampak signifikan terhadap kinerja investasi dan perdagangan. Rata-rata kontribusi investasi terhadap PDB Indonesia berkisar 30-32 persen, sementara ekspor dan impor berkisar 18-20 persen.
”Masalahnya investasi adalah penopang kedua perekonomian RI. Investor kemungkinan akan mengerem investasi pengaruh resesi di Singapura dan Korea Selatan,” ujar Yose.
Masalahnya investasi adalah penopang kedua perekonomian RI. Investor kemungkinan akan mengerem investasi pengaruh resesi di Singapura dan Korea Selatan.
Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) dalam Laporan Investasi Global 2020 yang dirilis Juni lalu menyebutkan, investasi global pada tahun ini bisa turun 40 persen dari 2019 senilai 1,5 triliun dollar AS. Aliran investasi ke negara-negara di kawasan Asia yang menjadi tujuan terbesar investor asing diperkirakan turun 30-45 persen pada 2020.
Yose menuturkan, resesi yang dialami Korea Selatan akan mengerem sejumlah perusahaan multinasional untuk berinvestasi. Padahal, selama ini Korea Selatan menjadi salah satu negara yang aktif berinvestasi di kawasan Asia termasuk Indonesia. Ekspansi perusahaan asing di dalam negeri juga akan terhambat impor bahan baku.
Selain itu, kinerja investasi Indonesia juga berpotensi menurun dampak resesi Singapura. Kendati Singapura hanya berstatus sebagai hub, tetapi hampir semua negara asal investasi mengalami perlambatan ekonomi. ”Selain Singapura dan Korsel, Indonesia diperkirakan mengalami penurunan investasi dari Jepang,” katanya.
Selain Singapura dan Korsel, Indonesia diperkirakan mengalami penurunan investasi dari Jepang.
CSIS memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi negatif 1 persen sampai nol persen pada 2020. Kinerja investasi berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) akan menurun hingga 15-20 persen tahun ini.
”Peluang untuk menarik investasi masih ada, tetapi banyak catatan dan tergantung pada bagaimana reformasi struktural bisa dilakukan,” kata Yose.
Mengutip data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi sepanjang Januari-Juni 2020 sebesar Rp 402,6 triliun tumbuh 1,8 persen secara tahunan. Realisasi PMDN pada semester I-2020 naik 13,2 persen menjadi Rp 207 triliun, sementara PMA turun 8,1 persen menjadi Rp 195,6 triliun.
Realisasi investasi Januari-Juni 2020 paling besar berasal dari Singapura senilai 4,67 miliar dollar AS berupa 6.508 proyek. Kontribusi Singapura terhadap total investasi yang masuk ke Indonesia mencapai 34,4 persen. Selanjutnya, China senilai 2,42 miliar dollar AS (17,9 persen), Hong Kong 1,79 miliar dollar AS (13,2 persen), dan Jepang 1,21 miliar dollar AS (8,9 persen).
Secara terpisah, Chief Economist PT Sarana Multi Infrastruktur I Kadek Dian Sutrisna Artha, mengatakan, Indonesia belum mengalami resesi layaknya Singapura dan Korsel karena struktur ekonomi ditopang konsumsi domestik. Perbaikan ekonomi global pada paruh kedua 2020 diharapkan menghindari Indonesia dari resesi.
Pemerintah dapat mendorong kinerja investasi melalui sektor-sektor unggulan nasional di era tatanan normal baru. ”Beberapa sektor itu adalah informasi dan telekomunikasi, jasa keuangan dan jasa asuransi, konstruksi, serta industri pengolahan. Keempat sektor tersebut berpotensi tumbuh tinggi dan memiliki pangas pasar besar,” ujarnya.
Pemerintah dapat mendorong kinerja investasi melalui sektor-sektor unggulan nasional di era tatanan normal baru. Beberapa sektor itu adalah informasi dan telekomunikasi, jasa keuangan dan jasa asuransi, konstruksi, serta industri pengolahan.
Optimistis
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, pekan lalu, optimisis resesi ekonomi Singapura tidak berdampak signifikan terhadap aliran investasi ke Indonesia, terutama PMA. Investasi yang masuk ke Indonesia bukan dari investor asal Singapura, tetapi dari sejumlah negara di dunia. Selama ini Singapura hanya berperan sebagai hub investasi.
”Investasi tidak akan mandek karena dana bukan dari Singapura. Mayoritas investor yang ingin berinvestasi di Indonesia masuk melalui Singapura karena alasan birokrasi,” kata Bahlil.
Bahlil mengakui pandemi Covid-19 berdampak terhadap kinerja investasi Indonesia. Namun, sejauh ini belum ada rencana merevisi kembali target investasi. Pada 2020, target realisasi investasi menjadi Rp 817 triliun jika pandemi Covid-19 dapat berakhir Juli 2020. Periode April-Juni 2020 dinilai paling berat.
Menurut data BKPM, selama pandemi Covid-19, sebanyak 143 perusahaan diidentifikasi akan merelokasi investasi mereka ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan itu berasal dari Amerika Serikat (57), Taiwan (39), Korea Selatan (25), Jepang (21), dan Hong Kong (1). (Kompas, 21/7/2020)
Tujuh perusahaan resmi merelokasi pabrik mereka ke Sumatera dan Jawa di tengah pandemi Covid-19 dengan total nilai investasi 850 juta dollar AS atau sekitar Rp 12,5 triliun. Potensi penyerapan tenaga kerjanya 30.000 orang.
Sementara 17 perusahaan berminat merelokasi usaha dengan nilai investasi 37 miliar dollar AS atau Rp 544,2 miliar dan potensi penyerapan tenaga kerja 112.000 orang. Sisanya, 119 perusahaan dengan investasi 41,3 miliar dollar AS atau Rp 607,5 miliar dalam tahap identifikasi, tetapi belum menyampaikan intensi berinvestasi.
Bahlil mengatakan, pemerintah tetap berupaya memperbaiki iklim investasi kendati dalam kondisi pandemi. Perbaikan iklim investasi saat ini bukan hanya penyederhanaan perizinan. BKPM membangun platform berbasis daring yang berisi informasi 11 provinsi tujuan investasi disertai fasilitas interaksi langsung dengan tim BKPM dan pemerintah daerah.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani berpendapat, pemerintah sebaiknya fokus menumbuhkan daya beli untuk meminimalisir dampak pandemi dan perlambatan ekonomi. Kondisi global saat ini sulit diharapkan untuk mengerek peningkatan dari investasi dan perdagangan.
Pemerintah harus lebih serius dalam penanganan Covid-19 agar dunia usaha tidak semakin terpukul. Stimulus mestinya diarahkan untuk menumbuhkan daya beli masyarakat dengan pemberian bantuan langsung tunai. Selain itu, regulasi pembatasan harus dilakukan secara terukur supaya tidak semua aktivitas ekonomi terhambat.
”Kalau permintaan sudah kembali tumbuh, penyerapan tenaga kerja bisa kembali meningkat,” kata Hariyadi.