JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan, pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional oleh Presiden Joko Widodo tidak dimaksudkan untuk mendahulukan kepentingan ekonomi. Komite dibentuk untuk menyinergikan kebijakan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19.
”Kesehatan tetap menjadi prioritas karena dengan sehat, persoalan ekonomi menjadi lebih mudah penanganannya. Jadi, dua-duanya mendapatkan penekanan yang sama,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo dalam jumpa wartawan yang disiarkan secara virtual dari Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Keputusan membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kata Pramono, diambil karena Presiden Joko Widodo melihat persoalan kesehatan dan ekonomi tidak bisa dipisahkan dalam penanganan Covid-19. Pengalaman sejumlah negara menjadi pelajaran bagi Pemerintah Indonesia.
Tidak sedikit negara yang lebih mengutamakan penanganan kesehatan pada akhirnya menghadapi persoalan ekonomi kompleks, bahkan sampai resesi. Oleh karena itu, pemerintah berupaya menyeimbangkan penyelesaian persoalan kesehatan sekaligus perekonomian.
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tanggal 20 Juli 2020 itu terdiri dari Komite Kebijakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, serta Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional. Pembentukannya sekaligus merampingkan struktur dengan mengembalikan tugas tim kerja, badan, dan komite ke kementerian yang menaunginya.
Dalam rapat tatap muka perdana di Jakarta, Selasa (21/7/2020), komite terpadu ini membahas anggaran pemerintah untuk berbagai program untuk tahun jamak (multiyears). Program yang dibahas, antara lain, terkait pengembangan riset dan perizinan vaksin Covid-19.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, komite terpadu bertugas merumuskan kebijakan pemantauan penanganan Covid-19 dan perekonomian nasional, termasuk pengembangan vaksin. Tidak hanya tahun ini, kebijakan dirumuskan untuk beberapa tahun mendatang.
Menurut Airlangga, penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi membutuhkan jangka waktu menengah. Tim akan memastikan strategi peningkatan jumlah tes dan isolasi pasien tetap berjalan. Pada saat yang sama, pembukaan kegiatan ekonomi tetap dibarengi penerapan protokol kesehatan yang ketat sembari mengembangkan vaksin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, kebijakan ekonomi dan kesehatan harus seiring. Pembukaan aktivitas ekonomi secara bertahap di daerah zona hijau Covid-19 akan dilakukan lebih hati-hati dengan mempertimbangkan aspek kesehatan. Jangan sampai daerah zona hijau berubah jadi zona merah karena aktivitas ekonomi dibuka lagi. ”Kesehatan dan ekonomi di satu kendali supaya gas dan remnya berjalan,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional harus bisa menjawab tantangan pasca-pemberlakuan tatanan normal baru. Pembukaan kegiatan ekonomi saat ini justru diikuti oleh peningkatan jumlah kasus Covid-19.
”Pelonggaran aktivitas masyarakat saat ini dinilai mengurangi tekanan terhadap ekonomi, tetapi jumlah kasus terus naik signifikan. Bagaimana komite terpadu menjawab tantangan ini?” tanya Faisal.
Selama ini, pemerintah dinilai telah merumuskan kebijakan penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi dengan cukup baik. Namun, masalah muncul pada tataran pelaksanaan yang tecermin dalam rendahnya realisasi penyerapan anggaran stimulus. Realisasi stimulus pemulihan ekonomi masih kurang dari 40 persen.
Menurut Faisal, efektivitas pembentukan komite terpadu ditentukan oleh sosok pemimpinnya. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, yang ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Komite, diharapkan mampu mendobrak sekat-sekat birokrasi dan ego sektoral yang selama ini mengganggu jalannya pemulihan ekonomi. Apalagi, pemulihan ekonomi membutuhkan pendekatan yang tidak birokratis.
Selama ini, miskoordinasi antar-kementerian dan lembaga dianggap jadi salah satu problem kurang efektifnya dampak program. Oleh karena itu,
pembentukan komite diharapkan mengatasi problem koordinasi.
Direktur Riset Center of Reform and Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, formasi dalam Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional relatif sama dengan kabinet saat ini. Oleh karena itu, jangan sampai kinerja dan fungsi komite terpadu justru sama dengan kabinet yang ada saat ini.
”Pembentukan komite terpadu berisiko tidak efektif. Kalau itu terjadi, akan menurunkan kredibilitas pemerintah,” kata Piter.
Dalam pelaksanaannya, Erick dibantu oleh Wakil Menteri BUMN Budi G Sadikin yang ditunjuk sebagai Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Munardo sebagai Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Menurut Budi Sadikin, salah satu tugas utama komite adalah menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang terancam terkontraksi lebih tajam hingga minus di triwulan II-2020. Pada triwulan I-2020, ekonomi hanya tumbuh 2,97 persen. ”Kami akan mengidentifikasi sektor mana saja yang pertumbuhannya paling terkena dampak dan program apa yang harus diprioritaskan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Kita tidak boleh terpapar Covid-19, tetapi kita juga jangan sampai terkapar karena PHK.
Dari segi penanganan aspek kesehatan, Doni Monardo menyatakan, salah satu program yang akan didorong adalah meningkatkan kapasitas pemeriksaan spesimen hingga sebanyak 50.000 per hari. Sejauh ini, kapasitas pemeriksaan masih sekitar 20.000 per hari sehingga belum ada gambaran nyata tentang kondisi penularan virus di masyarakat.
Komite akan mengkaji metode baru untuk menyosialisasikan bahaya Covid-19 dan protokol kesehatan kepada masyarakat agar tingkat kedisiplinan meningkat di tengah penerapan tatanan normal baru. ”Gugus Tugas Covid-19 tetap jadi bagian yang tidak terpisahkan. Kita tidak boleh terpapar Covid-19, tetapi kita juga jangan sampai terkapar karena PHK (pemutusan hubungan kerja),” kata Doni.