JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 di Indonesia belum reda. Selain masalah kesehatan, pandemi itu juga membuat kegiatan ekonomi melambat. Pemerintah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional untuk mengatasi krisis kesehatan yang berkelindan dengan ancaman resesi tersebut.
Komite yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tanggal 20 Juli 2020 itu terdiri dari Komite Kebijakan, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, serta Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional. Komite bertanggung jawab kepada Presiden.
Komite itu dibentuk untuk menyinergikan kebijakan penanganan pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19. Pembentukan komite ini sekaligus merampingkan atau membubarkan sejumlah tim, badan koordinasi, dan badan di pemerintahan. Tugas tim, badan, atau badan koordinasi yang dibubarkan itu dikembalikan kepada kementerian yang menaungi atau satgas komite.
Tugas Satgas Percepatan Pelaksanaan Berusaha yang dibubarkan, misalnya, dilaksanakan Komite Kebijakan dan/atau Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di pusat dan daerah juga dibubarkan, yang kemudian tugas dan fungsinya dilaksanakan Komite Kebijakan dan/atau Satgas Penanganan Covid-19.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksana Komite, Senin (20/7/2020), di Jakarta, menyebutkan, dalam kondisi seperti saat ini, penanganan ekonomi dan kesehatan harus berjalan beriringan. Selama ini, kebijakan di bidang kesehatan dan ekonomi cenderung dipersepsikan bertolak belakang dan saling menegasikan.
Ia mencontohkan, saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB), produksi sejumlah pabrik ikut tertahan akibat jalur logistik dan pengiriman barang terganggu. Kegiatan ekonomi yang terganggu berdampak pada lonjakan jumlah penganggur dan penduduk miskin.
”Kita tidak mau akibat normal baru masyarakat melakukan kegiatan secara bebas tanpa disiplin protokol kesehatan. Kalau ada gelombang kedua, ekonomi lagi yang terkena. Antara kedua hal ini ada irisan. Setipis apa pun irisan itu harus dilakukan bersama,” tuturnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Maret 2020, ada 26,42 juta orang miskin di RI.
Penegasan serupa pernah disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam wawancara khusus dengan Kompas pada 29 Mei 2020. ”Konstruksi seolah-olah pemerintah hanya mementingkan ekonomi tidak benar. Situasi ini dimulai dari kesehatan sehingga sangat tidak logis jika pemerintah tidak menangani kesehatannya,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai Ketua Komite Kebijakan menyebutkan, komite dibentuk untuk merumuskan perencanaan sekaligus melaksanakan program penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. ”Bapak Presiden memberi penugasan agar tim sepenuhnya merencanakan dan mengeksekusi program-program agar penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi berjalan beriringan,” ujarnya.
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin sebagai Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional menjelaskan, salah satu tugas yang diemban adalah menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan ekonomi RI terancam terkontraksi pada triwulan II-2020. Pada triwulan I-2020, perekonomian RI tumbuh 2,97 persen. ”Kami akan mengidentifikasi sektor mana saja yang pertumbuhannya paling terkena dampak dan program apa saja yang harus diprioritaskan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Bantuan sosial, program padat karya, serta program lain yang bertujuan menjaga pendapatan pekerja formal dan informal akan diprioritaskan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19 memaparkan, salah satu program yang akan didorong adalah meningkatkan kapasitas pemeriksaan hingga 50.000 spesimen per hari. Saat ini, kapasitas pemeriksaan sekitar 20.000 spesimen per hari sehingga menggambarkan penularan virus secara nyata di masyarakat.
”Gugus Tugas Covid-19 jadi bagian yang tidak terpisahkan. Kita tidak boleh terpapar Covid-19, tetapi juga jangan sampai terkapar karena pemutusan hubungan kerja,” kata Doni.
Secara terpisah, Menteri Keuangan periode 2013-2014 M Chatib Basri menuturkan, penyerapan dan efektivitas stimulus dunia usaha bagi pemulihan ekonomi nasional masih sangat minim karena tidak ada permintaan. ”Perlu dievaluasi apakah insentif dunia usaha efektif atau tidak. Kalau tidak efektif, alihkan saja sebagian dananya untuk bantuan langsung tunai,” kata Chatib, Senin.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal berpendapat, dari sisi konsep, sudah banyak skema dan program terkait penanganan Covid-19. Namun, implementasinya terhambat akibat komunikasi yang tidak baik. ”Hal itu yang seharusnya diluruskan. Kuncinya, yang penting langsung segera dijalankan,” ucapnya.