Tak hanya melalui kekuatan infrastruktur dan migas, Indonesia juga mengekspasi negara-negara lain dengan mi instan.
Oleh
hendriyo widi
·3 menit baca
Pertumbuhan investasi langsung atau FDI global dunia memang tengah terimbas pandemi Covid-19. Konferensi Perdagangan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCTAD) dalam Laporan Investasi Global 2020 yang dirilis 16 Juni 2020 menyebutkan, FDI global pada tahun ini bisa turun 40 persen dari 2019 yang senilai 1,5 triliun dollar AS.
Penurunan akibat imbas pandemi ini akan mendorong nilai FDI global ke bawah 1 triliun dollar AS atau lebih rendah dari imbas krisis finansial 2008 terhadap investasi 2009 yang sebesar 1,2 triliun dollar AS. Anjloknya pertumbuhan FDI global akan terus berlanjut pada 2021 sebesar 60 persen menjadi 900 miliar dollar AS.
Sebab, perusahaan-perusahaan besar di dunia tengah berupaya memulihkan keuangannya akibat imbas pandemi pada 2020. FDI baru akan naik secara bertahap pada akhir 2021 hingga sepanjang 2022.
FDI globtahun ini bisa turun 40 persen dari 2019 yang senilai 1,5 triliun dollar AS. Anjloknya pertumbuhan FDI global akan terus berlanjut pada 2021 sebesar 60 persen menjadi 900 miliar dollar AS.
Aliran FDI ke negara-negara di kawasan Asia yang menjadi tujuan terbesar investor asing diperkirakan turun 30 persen-45 persen pada 2020. Perekonomian Asia, terutama Vietnam, Indonesia, dan Thailand, juga akan terpukul.
UNCTAD menyebutkan, Indonesia menerima aliran FDI sebesar 23 miliar dollar AS pada 2019. Sebelumnya, pada 2018, Indonesia menerima FDI sebesar 21 miliar dollar AS. Tahun ini, nilai FDI Indonesia diperkirakan turun antara 30 persen dan 40 persen.
Meskipun demikian, perjalanan investasi Indonesia terus berkembang. Tak hanya mengembangkan usaha di dalam negeri, perusahaan-perusahaan Indonesia, baik yang milik negara maupun swasta, terus mengepakkan sayap ke luar negeri. Mendunia.
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), badan usaha milik negara ini, tahun lalu telah mengantongi tiga proyek baru di Afrika. Peresmian kerja sama itu berlangsung dalam forum Indonesia-Africa Infrastructure Dialogue (IAID) 2019 di Nusa Dua, Bali.
Ketiga proyek tersebut adalah pembangunan pelabuhan terminal cairan curah (bulk liquid terminal) di Zanzibar, Tanzania, senilai 40 juta dollar AS; proyek pembangunan kawasan bisnis terpadu (mixed used complex-Goree Tower) di Senegal senilai 250 juta Euro; dan proyek pembangunan rumah susun (social housing) di Pantai Gading senilai 66 juta dollar AS.
Sementara itu, PT Pertamina (Persero) kini telah memiliki 13 lapangan minyak dan gas bumi (migas) yang tersebar di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika. Sejak 2017, Pertamina juga telah memiliki saham perusahaan migas asal Perancis, Maurel & Prom (M&P), sebesar 64,46 persen. Melalui perusahaan ini, Pertamina memiliki aset dan dapat mengembangkan usaha ke Gabon, Nigeria, Tanzania, Namibia, Kanada, Myanmar, Italia, dan Kolombia.
Tak hanya melalui kekuatan infrastruktur dan migas, Indonesia juga mengekspasi negara-negara lain dengan mi instan. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk telah menandatangani perjanjian jual beli saham dengan Pinehill Corpora (51 persen) dan Steele Lake Limited (49 persen) untuk mengakuisisi seluruh saham Pinehill Company Limited dengan harga 2,99 miliar dollar AS pada 8 Juni 2020.
Tak hanya melalui kekuatan infrastruktur dan migas, Indonesia juga mengekspasi negara-negara lain dengan mi instan.
Dengan demikian, Indofood bisa memperluas pasarnya di 41 negara di kawasan Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Tenggara, termasuk 8 negara yang menjadi lokasi operasional Pinehill Company melalui sejumlah perusahaan. Pinehill memiliki 12 pabrik dengan kapasitas produksi total mencapai 10 miliar bungkus mi instan per tahun, di 8 negara, yakni Arab Saudi, Nigeria, Mesir, Turki, Serbia, Ghana, Maroko, dan Kenya.
Dari kerja sama itu, Indonesia berpeluang meningkatkan ekspor jasa atau ekspor produk-produk terkait proyek infrastruktur, seperti karet atau olahan karet, serta besi dan baja. Selain itu, perusahaan-perusahaan juga dapat semakin tumbuh dan turut meningkatkan perekonomian nasional.