Pandemi Covid-19 menyebabkan investasi hulu minyak dan gas bumi dalam negeri terganggu. Dampaknya, produksi minyak dan gas bumi merosot di samping permintaan yang menurun. Ini menjadi tantangan bagi semua pihak.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menurunkan target produksi siap jual atau lifting minyak, dari semula 755.000 barel per hari menjadi 705.000 barel per hari. Penurunan tersebut lantaran harga minyak mentah dunia yang rendah sekaligus pengaruh pandemi Covid-19 yang membuat aktivitas hulu minyak dan gas bumi terganggu.
Selain berdampak pada penurunan penerimaan negara, kondisi ini juga dikhawatirkan bakal memengaruhi proyeksi lifting minyak di masa mendatang.
Data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menunjukkan, per Mei 2020, realisasi lifting migas nasional sebesar 1,712 juta barel setara minyak per hari. Rincian itu terdiri dari lifting minyak 701.000 barel per hari dan gas bumi 5.685 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Target lifting migas tersebut sekitar 90 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 yang sebanyak 1,946 juta barel setara minyak per hari.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, pandemi Covid-19 yang menyeret turun harga minyak mentah dunia dan harga gas alam berdampak signifikan pada investasi hulu migas di Indonesia. Hingga Mei 2020, realisasi investasi hulu migas Indonesia sebanyak 3,93 miliar dollar AS. Adapun target tahun ini adalah 13,8 miliar dollar AS meski kemungkinan hanya tercapai 11,8 miliar dollar AS sampai dengan akhir tahun ini.
”Serapan gas bumi oleh pembeli yang turun juga menyebabkan produksi gas ikut merosot hingga 15 persen. Kendati turun untuk target investasi, kami tetap mengoptimalkan investasi hulu migas dengan menjaga keekonomian wilayah kerja, efisiensi operasi, dan memaksimalkan percepatan perizinan,” ujar Dwi dalam keterangan resmi, Kamis (11/6/2020).
Pandemi Covid-19 yang menyeret turun harga minyak mentah dunia dan harga gas alam berdampak signifikan pada investasi hulu migas di Indonesia.
Sementara itu, staf pengajar Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi pada Universitas Trisakti Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, revisi target lifting tersebut merupakan hal yang wajar karena harga minyak mentah dunia turun. Dalam APBN 2020, harga minyak diasumsikan 60-an dollar AS per barel, sedangkan pada Maret hingga kini berkisar 20 dollar AS-40 dollar AS per barel. Dengan kondisi itu, lapangan minyak di Indonesia hanya bisa bertahan agar tetap bisa beroperasi dengan nilai keekonomian minimal.
”Dampaknya bagi hulu migas adalah penerimaan negara yang turun. Dengan kombinasi penurunan target lifting dan harga minyak, ada kemungkinan penerimaan negara turun sampai 40 persen dari target APBN,” kata Pri Agung.
Selain itu, lanjut Pri Agung, ada kemungkinan tren penurunan lifting akan berlanjut makin cepat karena investasi di sektor hulu migas berkurang. Ia memperkirakan lifting minyak pada tahun depan di level 600.000 barel-700.000 barel per hari.
”Dalam kondisi seperti ini, sifat operasi hulu migas yang hanya bertahan atau tetap beroperasi tanpa ada penutupan sumur ataupun pengurangan tenaga kerja sudah sangat bagus,” kata Pri Agung.
Lifting minyak terus turun dalam kurun lima tahun terakhir. Pada 2016, lifting minyak 829.000 barel per hari, yang turun menjadi 804.000 barel per hari pada 2017. Pada 2018, lifting minyak terus turun menjadi 778.000 barel per hari dan berlanjut menjadi 746.000 barel per hari. Usia sumur di Indonesia yang sudah tua atau mencapai puluhan tahun menyebabkan sumur-sumur tersebut telah melewati masa puncak produksi sehingga terjadi penurunan produksi secara alamiah.
Sebelumnya, SKK Migas mengumumkan empat proyek hulu migas di Indonesia senilai 45 juta dollar AS berhasil dituntaskan pada triwulan I-2020. Empat proyek tersebut merupakan bagian dari 11 proyek hulu migas yang menjadi prioritas tahun ini. Keempat proyek ini menghasilkan gas bumi sebanyak 80 juta standar kaki kubik per hari.
Keempat proyek tersebut terdiri dari tiga proyek gas bumi dan satu proyek pembangunan pembangkit listrik Sembakung Power Plant oleh PT Pertamina EP untuk mendukung operasi hulu migas di Kalimantan Timur. Ketiga proyek itu adalah Grati Pressure Lowering di Jawa Timur oleh Ophyr Indonesia Ltd, Lapangan Randugunting di Jawa Tengah oleh PT PHE Randugunting, dan Lapangan Buntal-5 di Laut Natuna oleh Medco E&P Natuna.