Peran UMKM dalam rantai pasok domestik masih lemah. Pada saat bahan baku atau barang konsumsi impor terhambat, UMKM masih kesulitan mengisi pasar dalam negeri.
Oleh
agnes theodora/tatang mulyana sinaga
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dinilai belum maksimal memanfaatkan peluang ekonomi dari wabah penyakit akibat virus korona baru atau Covid-19 untuk mendorong peran usaha mikro, kecil, dan menengah berperan di pasar dalam negeri. Keran impor bahan baku yang masih dibuka pemerintah untuk sejumlah komoditas dianggap mempersulit persaingan mereka untuk menembus pasar domestik.
Ketua Asosiasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun di Jakarta, Senin (9/3/2020), mengatakan, alih-alih membuka pintu impor bahan baku di tengah wabah Covid-19, pemerintah seharusnya membuka kesempatan bagi produk dalam negeri untuk diserap. Pemerintah dapat mendata jenis-jenis usaha dan komoditas yang pasokannya bisa dipenuhi dari dalam negeri sehingga tidak perlu dipenuhi dengan impor dari negara lain.
Beberapa komoditas yang masih bisa dicukupkan dari produksi dalam negeri adalah beberapa jenis buah-buahan dan sayuran, serta gula kristal putih yang bisa digunakan untuk industri makanan dan minuman. Seharusnya kesempatan-kesempatan ini dipakai untuk memperkuat ketahanan domestik.
”Barang-barang impor yang masuk seharusnya benar-benar selektif. Pasti pelaku UMKM mampu. Asal ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan berdasarkan kondisi pasokan dan produksi di lapangan seperti apa,” katanya.
Barang-barang impor yang masuk seharusnya benar-benar selektif. Pasti pelaku UMKM mampu. Asal ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah dan berdasarkan kondisi pasokan dan produksi di lapangan seperti apa.
Beberapa waktu lalu, Kementerian Perdagangan menyatakan akan mengimpor bahan baku secara selektif. Namun, masih belum ada kejelasan terkait komoditas atau produk apa yang diperbolehkan imporsecara selektif itu.
Sejauh ini, pemerintah sudah dan akan menerbitkan izin untuk gula, garam, bawang putih, dan daging kerbau. Keran impor itu dibuka untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar mekanisme impor tidak dipersulit guna memenuhi kebutuhan industri dan konsumsi dalam negeri.
Menurut Ikhsan, agar bisa bersaing di pasar, pelaku UMKM butuh dorongan dan jaminan membuka akses pasar seluas-luasnya lewat kebijakan afirmatif pemerintah. Namun, belum terlihat ada kebijakan tegas dari pemerintah untuk mendorong pasar atau industri dalam negeri mengutamakan membeli produk-produk UMKM.
”Sekarang ini, suplai sebenarnya ada, tetapi permintaan tidak ada. Makanya, kami butuh kebijakan afirmatif, bukan sekadar omongan saja bahwa wabah Covid-19 ini menjadi peluang bagi UMKM,” ujarnya.
Sementara, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meyakini, ketika laju barang impor dari luar negeri menurun akibat wabah Covid-19, pasar dalam negeri dengan sendirinya akan beralih ke produk-produk hasil UMKM dalam negeri.
”Memang pasar mau membeli dari mana lagi? Justru ini kesempatan bagi UMKM karena impornya berhenti, pasar akan menyerap produk UMKM, jadi tidak perlu ada jaminan apa-apa lagi, pasti seperti itu logikanya,” katanya.
Justru ini kesempatan bagi UMKM karena impornya berhenti, pasar akan menyerap produk UMKM, jadi tidak perlu ada jaminan apa-apa lagi, pasti seperti itu logikanya.
Ia menyebut contoh sejumlah produksi yang terkena dampak positif dari Covid-19, seperti buah-buahan, sayuran, dan beberapa rempah-rempah yang digunakan untuk bahan baku produk herbal, seperti jahe merah dan temulawak.
Permintaan beberapa jenis komoditas itu meningkat karena dibutuhkan untuk menjaga kesehatan di tengah wabah Covid-19. Sementara, pasokan bahan dari dalam negeri untuk rempah-rempah sudah pasti terjamin.
Kepala Bidang Organisasi International Council for Small Business (ICSB) Indonesia Samsul Hadi mengatakan, ketika kondisi memang sulit untuk mendorong ekspor, harus ada penguatan bagi UMKM agar mampu mendukung substitusi impor. Kejelian pilihan tersebut setidaknya akan dapat menyelamatkan devisa negara.
”Tetapi, idealnya memang dukungan ekspor juga harus tetap diperkuat karena ini berkaitan pula dengan daya tahan perekonomian,” ujarnya.
Digitalisasi UMKM
Di Bandung, Jawa Barat, pemerintah mendorong warung tradisional menggunakan platform digital untuk memperluas akses pasar. Hal ini diperlukan agar warung dapat bersaing dengan ritel modern yang sudah merambah ke desa-desa.
Teten mengatakan, terdapat sekitar 3,5 juta warung tradisional di Indonesia. Meskipun jumlahnya besar, warung rentan kalah bersaing jika hanya berdagang secara manual. ”Tanpa digitaliasi, komoditas dagangan dan akses pasar warung tradisional sangat terbatas. Transaksi jual beli hanya dapat dilakukan di sekitar warung,” ujarnya.
Sementara, CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin mengatakan, Bukalapak bermitra dengan 1,5 juta warung yang tersebar di 189 kabupaten/kota di Indonesia. Sekitar 500.000 warung di antaranya berada di Jabar.
External Communications Senior Lead Tokopedia Ekhel Chandra Wijaya memaparkan, saat ini terdapat 7,3 juta pelaku usaha yang bermitra dengan Tokopedia per Februari 2020. ”Sebanyak 86,5 persen di antaranya merupakan pedagang baru. Capaian meningkat signifikan dibandingkan Februari 2019 yang sekitar 5 juta penjual,” katanya.
Rata-rata pertumbuhan jumlah pelaku usaha yang bergabung dengan Tokopedia mencapai 150,4 persen per tahun berdasarkan riset Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia. Sebanyak 38,6 persen dari pelaku usaha tergolong sebagai produsen yang mayoritas di antaranya menggunakan bahan baku lokal.
Ekhel menyatakan, Tokopedia akan meningkatkan kolaborasi dengan pelaku-pelaku usaha skala UMKM ataupun mikro dengan melibatkannya dalam superekosistem yang berbasis teknologi digital. Langkah ini dapat mengakselerasi pemeretaan perekonomian Indonesia secara digital.