Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia mendesak aparat hukum memastikan tidak ada penyelundupan rotan ke luar negeri.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat dan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia mendesak aparat hukum memastikan tidak ada penyelundupan rotan ke luar negeri. Penyelundupan disinyalir menyulitkan industri rotan di Cirebon mendapatkan bahan baku. Ekspor produk rotan pun lesuh.
Berdasarkan data Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon, ekspor furnitur rotan pada 2019 mencapai 4.293 kontainer dengan nilai 94,9 juta dollar Amerika Serikat. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 4.615 kontainer dan nilai ekspor lebih dari 99,8 juta dollar AS.
“Salah satu penyebab lesunya ekspor mebel rotan karena industri kekurangan bahan baku akibat penyelundupan rotan ke luar negeri. Waktu kami ke negara tetangga, banyak rotan padahal hutan rotan tidak ada di sana,” ungkap Kepala Bidang Perdagangan dan Promosi Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Cirebon Dadang Heryadi di Cirebon, Selasa (3/3/2020).
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, rotan asalan atau mentah tidak boleh diekspor. Regulasi itu diharapkan dimanfatkan industri rotan dalam negeri untuk menghasilkan produk rotan bernilai tambah. Apalagi, sekitar 80 persen rotan dunia ada di Indonesia.
Salah satu penyebab lesunya ekspor mebel rotan karena industri kekurangan bahan baku akibat penyelundupan rotan ke luar negeri. Waktu kami ke negara tetangga, banyak rotan padahal hutan rotan tidak ada di sana (Dadang Heryadi)
Menurut Dadang, pihaknya juga sudah membuat nota kesepahaman dengan sejumlah kabupaten produsen rotan di Kalimantan Tengah, Aceh, dan Sulawesi Tengah. Kerja sama itu mempertemukan pengusaha furnitur rotan di hilir dengan pengusaha hingga petani rotan di hulu.
“Ini sudah berjalan tetapi penyelundupan masih ada. Buktinya, waktu kami berkunjung ke Kalimantan Tengah, rotan di petani menumpuk dengan harga murah, Rp 2.500 per kilogram. Sementara di Cirebon, harganya Rp 25.000 per kg,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya meminta aparat penegak hukum seperti polisi dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC Kementerian Keuangan memastikan tidak ada penyelundupan rotan ke luar negeri. Harapan serupa juga disampaikan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia atau HIMKI.
Kebutuhan bahan baku
Ketua DPC HIMKI Cirebon Raya Supriharto memprediksi, kebutuhan bahan baku rotan di Cirebon sekitar 4.000 hingga 5.000 ton per bulan. “Untuk data pastinya, kami sedang membuat survei. Yang terpenting, tidak ada penyelundupan rotan ke luar negeri,” paparnya.
Ketua Umum HIMKI Soenoto bahkan mendesak Presiden Joko Widodo agar memberi target waktu kepada Polri untuk memastikan tidak ada penyelundupan rotan ke luar negeri. Indikasi keberhasilannya, industri hilir tidak lagi mengeluhkan kekurangan bahan baku rotan.
“Kami juga membentuk DPD HIMKI yang baru di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan. Ini upaya agar industri hulu dan hilir terhubung,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Kantor Wilayah DJBC Jabar Saipullah Nasution dalam diskusi terkait peningkatan investasi dan ekspor Cirebon, pekan lalu di Cirebon, mengatakan, akan berkoordinasi dengan kantor bea cukai di daerah penghasil rotan agar masalah kekurangan bahan baku rotan tidak terjadi. “Intinya, kami tidak pernah mengeluarkan izin ekspor bahan baku rotan,” katanya.