Ini Pengakuan Tim Satuan Tugas Omnibus Law yang Dipimpin Rosan Roeslani
Tim Satuan Tugas Omnibus Law mengakui, draf dan substansi undang-undang sapu jagat itu bukan berasal dari tim tersebut. Tim hanya menerima kerangka, sedangkan saat pembahasan, substansinya sudah ada.
Oleh
cyprianus anto saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Tim Satuan Tugas Omnibus Law mengakui, draf dan substansi undang-undang sapu jagat itu bukan berasal dari tim tersebut. Tim hanya menerima kerangka, sedangkan saat pembahasan, substansinya sudah ada.
Ketua Tim Satuan Tugas (Satgas) Omnibus Law Rosan Perkasa Roeslani mengakui, substansi omnibus law bukan berasal dari pihaknya. ”Kami dikasih kerangkanya. Substansinya sudah ada. Nah, kemudian, kami diminta memberi masukan dari dunia usaha agar implementasinya bisa jalan,” kata Rosan saat berkunjung ke Kantor Redaksi Kompas di Jakarta, Kamis (20/2/2020).
Substansi omnibus law bukan berasal dari kami. Kami dikasih kerangkanya. Substansinya sudah ada.
Menurut Rosan, hal ini karena pemerintah tidak mau mengulang 16 paket kebijakan ekonomi yang tidak berjalan. Pasalnya, waktu itu komunikasinya dengan dunia usaha belum begitu optimal.
Rosan juga mengaku, saat ditunjuk, dirinya yang juga Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia kemudian mengumpulkan lebih dari 40 asosiasi bisnis. Waktu itu jumlah kluster, undang-undang, dan pasalnya masih berubah-ubah.
”Jadi, dinamikanya memang sangat tinggi. Kenapa? Karena, dari setiap kementerian masukannya memang masih berubah-ubah. Masukannya ada juga yang saat-saat terakhir, last minute. Oleh sebab itu, kami pun memberi masukan dengan mengikuti masukan yang ada,” kata Rosan.
Menurut Rosan, dalam memberi masukan, tim satgas melihat dari pasal ke pasal. ”Kami minta line per line. Istilahnya pasal yang mau diubah apa? Kalau ini diubah, apa dampaknya dari sisi ekonomi, sosial, dan lain-lain? Memang kerjaannya banyak, tetapi kami ingin memastikan: we are doing our job. Bukan hanya stempel,” katanya.
Rosan mengatakan, masukan pertama diberikan sekitar akhir Desember 2019. Masukan berikutnya, yang lebih besar lagi, sebelum 16 Januari 2020. Ini karena awalnya pada 16 Januari, draf RUU itu mau diserahkan ke DPR.
Hanya saja, saat itu bagian tentang ketenagakerjaan belum ada. ”Karena, saat itu memang belum ada yang diberikan kepada kami. Jadi, masih blank. Sampai tanggal 14 masih belum ada. Jadi, masukan kami tidak ada yang mengenai tenaga kerja pada waktu itu,” ujarnya.
Tim satgas, lanjut Rosan, juga meminta agar ada regulasi turunan dari omnibus law tersebut. UU sapu jagat itu harus dilengkapi juga dengan peraturan pemerintah dan peraturan presiden.
”Setelah kami lihat, sekarang total ada 43 regulasi turunan, yaitu 36 peraturan pemerintah dan 7 peraturan presiden,” katanya.
Rosan juga mengatakan, tim satgas berkomitmen mengawal dan memastikan peraturan pemerintah dan peraturan presiden itu tetap sejalan dengan kedua omnibus law, termasuk UU Cipta Kerja. Tim satgas juga akan memastikan agar tidak ada jeda lama antara penerbitan UU dan regulasi-regulasi turunannya.
”Jadi, ini dibuat secara paralel. Soalnya, kalau enggak, nanti UU-nya sudah ada, peraturan pemerintahnya masih nunggu, belum lagi peraturan presidennya. Itu, kan, jadi membuang waktu cukup panjang,” ujarnya.
Keterlibatan buruh
Terkait dengan tidak dilibatkannya buruh dalam satgas, Rosan menyatakan, buruh ditangani langsung oleh pemerintah. Dalam hal ini adalah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan.
”Dalam perjalanannya, mereka ada komunikasi terus. Dan, saya tahu komunikasi itu memang sejak Desember sudah ada. Jadi, pada saat kita melakukan pertemuan beberapa kali, pemerintah juga bertemu dengan serikat pekerja. Beberapa kali pertemuan dengan pemerintah, kami kerap telat karena mereka bertemu dulu dengan serikat buruh,” ujarnya.
Rosan mengaku, tim satgas mengetahui ada enam serikat buruh yang diajak bicara sejak tahun lalu, baik oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonoian maupun Kementerian Ketenagakerjaan. ”Jadi, kalau saya boleh bilang, keterlibatan kami dan buruh boleh dibilang hampir bersamaan,” ucapnya.
Tim satgas mengetahui ada enam serikat buruh yang diajak bicara sejak tahun lalu, baik oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonoian maupun Kementerian Ketenagakerjaan.
Wakil Ketua Tim Satgas Omnibus Law Shinta Widjaja Kamdani menambahkan, ada kesalahpahaman tentang tidak dimasukkannya buruh dalam tim satgas Kadin. Pemerintah kemudian membentuk tim satgas buruh khusus untuk ketenagakerjaan.
Jadi, yang mungkin perlu diluruskan adalah tim satgas yang awal kali dibentuk tidak membicarakan ketenagakerjaan. Kluster ketenagakerjaan itu dikeluarkan.
”Itu yang membuat kesalahpahaman buruh, kenapa mereka tidak dimasukkan ke dalam tim satgas. Padahal, tim satgas kami tidak pernah membicarakan ketenagakerjaan,” ujar Shinta.
Padahal, tim satgas kami tidak pernah membicarakan ketenagakerjaan.
Sosialisasi
Pemerintah juga telah meminta Tim Satgas Omnibus Law untuk menyosialisasikan omnibus law, terutama RUU Cipta Kerja, kepada pemangku kepentingan terkait dan masyarakat. Hal itu sudah dilakukan tim aatgas sejak pekan ini.
”Kami sudah memulai dari kemarin. Jadi, kemarin malam kami memanggil semua ketua umum kadin daerah, para pengusaha. Kami ada beberapa tahap untuk sosialisasi,” kata Rosan.
Sebelumnya, lanjut Rosan, sosialisasi tidak dapat dilakukan karena dinamika omnibus law sangat tinggi, terus berubah. ”Makanya, saya tidak pernah ngomong ke publik karena dilarang, enggak boleh ngomong dulu sampai dimasukkan ke DPR,” ujarnya.