Distrik Seni yang berada di lantai enam pusat perbelanjaan Sarinah dibuka untuk umum mulai 2 Juni 2022. Pameran sejumlah seniman diadakan di sana.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ruang pameran Distrik Seni resmi diluncurkan, Rabu (1/6/2022), di Jakarta dan dibuka untuk umum mulai 2 Juni 2022. Distrik Seni diharapkan memperkaya ruang ekspresi dan apresiasi seni di perkotaan.
Distrik Seni merupakan wadah pameran seni yang berada di lantai enam pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta. Di tempat tersebut sekarang digelar pameran seni rupa ”Berdikari!” yang diikuti 27 individu dan kolektif seni, antara lain Sunaryo, Dolorosa Sinaga, MangMoel, Gardu House, The Popo, dan Tromarama.
Pameran tersebut dapat dikunjungi publik mulai 2 Juni hingga 22 Agustus 2022 dengan membeli tiket. Setelah ”Berdikari!” selesai, pameran akan dilanjutkan dengan tema karya baru.
Pembaruan tema di Distrik Seni dilakukan setiap tiga bulan. Adapun pameran bakal berlangsung selama setahun hingga Mei 2023.
”Berdikari!” merupakan adaptasi dari konsep berdikari yang digagas Presiden pertama Indonesia Soekarno, tokoh penggagas berdirinya Sarinah. Selain cocok dengan lokasi pameran, berdikari dinilai sejalan dengan semangat ekosistem seni untuk bangkit dari pandemi Covid-19.
Menurut penata artistik Distrik Seni, Heri Pemad, belum banyak ruang untuk presentasi dan apresiasi seni di Indonesia. Padahal, kesempatan memamerkan karya seni serta masyarakat yang mampu mengapresiasi seni merupakan faktor penentu keberlanjutan seni. Distrik Seni diharapkan mampu mendekatkan seni dan publik.
Distrik Seni diharapkan mampu mendekatkan seni dan publik.
”Distrik Seni sangat dekat dengan tempat nongkrong. Kita bisa memprovokasi ide dan gagasan (lewat seni) karena ini tempat berkumpulnya para kreator. Di sisi lain, Distrik Seni juga memberi ruang buat seniman. Saya pikir Distrik Seni di Sarinah menjawab miskinnya ruang untuk mengakomodasi kekayaan dan perkembangan seni,” ucap Heri.
Distrik Seni juga dapat menjadi media edukasi seni. Menurut Heri, dulu seni hanya dimiliki dan dinikmati sebagian orang. Namun, kini seni jadi kebutuhan dan milik bersama.
Minat masyarakat terhadap seni pun relatif tinggi. Penata artistik Distrik Seni yang juga Direktur Program Jakarta Biennale 2021, Farah Wardani, mengatakan, ada ribuan orang yang mengunjungi ajang seni rupa Jakarta Biennale 2021 pada masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Sebagian dari mereka adalah anak muda.
Minat publik terhadap seni juga tampak saat digelar sejumlah pameran di Jakarta, misalnya pameran seni Erlangga Art Awards 2022 di Museum Nasional. Pada pertengahan Mei 2022, sebagian pengunjung tidak hanya datang dan mengamati karya, tetapi juga berfoto dan membuat konten.
”Seni menarik crowd (kerumunan). Pameran seni bukan lagi wadah ekspresi para seniman. Pengunjung pameran pun membuat konten dari seni itu. Publik kini tidak lagi menjadi audiens, tetapi juga kreator,” ujar Farah.
Menurut Direktur Utama PT Sarinah Fetty Kwartati, generasi muda berperan signifikan dalam pengembangan seni dan budaya lokal. Ia menilai ada tren positif kepedulian anak muda terhadap pelestarian seni dan budaya lokal, misalnya dari penggunaan wastra.
”Tren ini dapat mendorong milenial yang awalnya hanya penikmat seni menjadi kolektor seni,” kata Fetty.
Keberlanjutan
Distrik Seni dirancang dengan menggabungkan konsep kerja budaya dengan pasar seni. Keduanya diharapkan menjadi ekosistem seni rupa yang berkelanjutan di DKI Jakarta.
Ekosistem seni selama ini dinilai belum terintegrasi. Setiap pihak berjalan sendiri-sendiri. Adapun kini ekosistem seni ditopang setidaknya oleh dua elemen, yaitu pasar seni dan kerja budaya nonkomersial yang pendanaannya bersumber, antara lain, dari dana hibah, filantropi, ataupun pemerintah.
”Seniman memikirkan keberlanjutan. Bagaimana bisa berkarya esok hari serta bagaimana bisa men-support keluarga setiap hari,” kata Farah.
Ekosistem yang ada sekarang masih rentan. Selain belum pasti bisa terus berkarya, pelaku seni juga menghadapi tantangan lain, seperti bekerja tanpa kontrak, jaminan sosial, dan kepastian karier. Berkesenian jadi lebih sulit jika pekerjanya tidak sejahtera. Hal ini pada akhirnya memengaruhi keberlanjutan ekosistem seni.
Menurut survei daring dari Koalisi Seno terhadap 202 pekerja seni perempuan pada 2021, lebih dari 50 persen responden bekerja tanpa kontrak tertulis. Sebanyak 41 persen menerima bayaran di bawah upah minimum regional (UMR).