Film bisa menjadi media dialog kehidupan beragama yang luwes di tengah kekakuan praktik beragama masyarakat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Empat film pendek berdurasi lima menit berhasil memenangi Kompetisi Film Vertikal #RelaksasiBeragama2022 pada Selasa (26/4/2022). Kompetisi ini menunjukkan bagaimana film bisa menjadi media dialog agama yang cair.
Film yang dinobatkan sebagai juara berjudul Sepotong Cokelat Untukmu karya Kincir Angin Lab. Adapun pemenang kedua adalah film Awang karya Kaki Langit Production.
Pada kategori Pilihan Juri, terpilih film berjudul Pertanyaan Malaikat karya Ilham Imanuddin. Adapun pemenang kategori Favorit Penonton adalah Memburu Muhammad dari Akar Film. Total hadiah yang diterima para pemenang Rp 24 juta ditambah paket buku.
Kompetisi ini baru berlangsung pertama kali dan dimulai sejak 2021. Kompetisi digelar untuk menyambut Madani International Film Festival 2022, sebuah festival film tahunan yang menampilkan film dengan ragam perspektif Islam.
Situasi kehidupan beragama masyarakat begitu kaku. Isu agama cenderung sensitif dan rawan menimbulkan gesekan. Dialog masyarakat tentang agama pun sulit dilakukan. Film menjembatani hal itu.
Adapun film-film pemenang merupakan hasil adaptasi bebas dari buku kumpulan cerita Memburu Muhammad dan Bukan Perawan Maria karya Feby Indriani. Feby sekaligus salah satu inisiator kampanye Relaksasi Beragama yang dimulai sejak 2017.
”Kampanye itu mengajak kita agar beragama dengan lebih santai, tidak selalu membicarakan benar dan salah. Ini agar orang bisa bercakap-cakap soal agama dengan medium sastra, seni, dan humor. Sisi kemanusiaan di kehidupan beragama dikedepankan,” kata Feby saat konferensi pers daring.
Ia berkolaborasi dengan sejumlah seniman dan kreator untuk kampanye serupa. Cerita Bukan Perawan Maria dan Memburu Muhammad pun diadaptasi menjadi berbagai karya seni, mulai dari teater, film pendek, lukisan, hingga musik.
Sutradara sekaligus anggota dewan juri kompetisi film vertikal, Garin Nugroho, menilai bahwa situasi kehidupan beragama masyarakat begitu kaku. Isu agama cenderung sensitif dan rawan menimbulkan gesekan. Dialog masyarakat tentang agama pun sulit dilakukan. Film menjembatani hal itu.
”Film-filmyangmenjadipemenangmemilikikekuatanpadakesederhanaan cara tutur. Mereka juga mampu mengangkat isu yang mampu membangun empati. Karya-karyadikerjakandengansinematografiyangtergarapcukup baik, serta didukungolehaktingdanvisualisasiyangdiolahpopuler,” kata Garin.
Anggota dewan juri, Inayah Wahid, mengapresiasi para pemenang. Menurut dia, para pemenang mampu menerjemahkan materi tentang agama yang sensitif menjadi sederhana, lucu, manis, hingga kontemplatif.
”Mereka mampu menyampaikan materi yang berat, tetapi orang lain yang menonton bisa menikmatinya,” ujar putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid tersebut.
Menurut anggota dewan juri, Salman Faridi, umat beragama mana pun tidak boleh anti terhadap kritik. Pemahaman bahwa perbedaan pendapat adalah keniscayaan diperlukan. Film pendek tentang agama bisa menjadi ajang merayakan kritik secara edukatif.
”(Umat beragama) Mestinya bisa menerima perspektif dan opini yang berbeda. Jadi, ketika ada perbedaan, kita enjoy saja. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan serius seolah-olah kita sudah tahu surga,” ujarnya.
Anggota Board of Madani International Film Festival, Ekky Imanjaya, mengatakan, gerakan antiradikalisme dibutuhkan di zaman sekarang. Hal ini tidak hanya mempromosikan toleransi, tetapi juga mendorong koeksistensi antarumat beragama.
Di sisi lain, Ungkai, perwakilan Kincir Angin Lab selaku juara, mengatakan, kompetisi ini cukup sulit karena film dibuat dalam format yang unik, yakni vertikal. Isu yang diangkat pada film juga sensitif dan sulit diolah.
”Saya pikir, ini mesti serius digarap. Pengembangan ceritanya juga mesti serius supaya nanti tidak membuat banyak orang tersinggung,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Madani International Film Festival Sugar Nadia mengatakan, delapan finalis kompetisi telah mewakili spirit relaksasi beragama. Ia berharap para kreator terus membuat karya yang mempromosikan prinsip keberagaman.
”Jika ada pemutaran film, kami ingin memutarkan film-film (dari kompetisi) ini ke acara Madani,” kata Sugar.