Komunitas Budaya Didorong Berperan Aktif Mendaftarkan Cagar Budaya
Komunitas budaya didorong berperan aktif mendaftarkan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang berpotensi menjadi cagar budaya. Inventarisasi tidak bertujuan menguasai obyek tersebut.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih banyak cagar budaya di Indonesia belum terdata. Komunitas budaya didorong berperan aktif mendaftarkan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang berpotensi menjadi cagar budaya untuk melindungi dan melestarikan aset bangsa itu.
Direktur Pelindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Irini Dewi Wanti mengatakan, pihaknya sedang mengembangkan manajemen aset digital untuk menginventarisasi obyek-obyek yang diduga cagar budaya. Peran aktif komunitas dan perorangan sangat penting dalam registrasi tersebut.
”Kalau kita (Indonesia) memang punya kekayaan cagar budaya luar biasa, mana? Untuk itu, butuh data valid. Inventarisasi (obyek diduga cagar budaya) ini sangat memerlukan keterlibatan dari komunitas budaya,” ujarnya dalam ’Bincang Budaya: Cipta, Rasa, Karsa, untuk Pemajuan Kebudayaan’ di Hutan Kota Sangga Buana, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Pendaftaran cagar budaya itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya. Peraturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Irini mengatakan, komunitas atau perorangan yang menemukan obyek diduga cagar budaya bisa melaporkannya ke dinas yang membidangi kebudayaan di daerah. Dinas tersebut akan meneruskan laporan itu kepada tim ahli cagar budaya untuk diverifikasi dan diteliti.
”Setelah dikaji, tim akan bersidang untuk menentukan statusnya. Jika memenuhi syarat menjadi cagar budaya, akan direkomendasikan kepada kepala daerah agar membuat surat keputusan untuk menetapkannya,” katanya.
Irini menjelaskan, inventarisasi tersebut tidak bermaksud menguasai obyek cagar budaya. Pendataan menjadi bagian dari upaya pelestarian dengan mengetahui lokasi, pemilik, dan kondisi obyek tersebut sehingga dapat dilindungi.
Komunitas atau perorangan yang menemukan obyek diduga cagar budaya bisa melaporkannya ke dinas yang membidangi kebudayaan di daerah. Dinas tersebut akan meneruskan laporan itu kepada tim ahli cagar budaya untuk diverifikasi dan diteliti.
Sosialisasi Peraturan Pemerintah No 1/2022 terus digencarkan agar komunitas dan masyarakat terlibat dalam pencatatan cagar budaya. Data tersebut akan terus diperbarui, termasuk jika obyeknya hilang atau berpindah kepemilikan.
Irini mengatakan, saat ini sekitar 99.000 obyek terdaftar dalam registrasi nasional cagar budaya. Namun, yang ditetapkan statusnya menjadi cagar budaya belum mencapai 40 persen.
”Hal ini menjadi tugas bersama. Daerah yang telah membentuk tim ahli cagar budaya agar segera melakukan kajian dan menetapkan sesuai ketentuannya,” ucapnya.
Upaya melestarikan cagar budaya menemui sejumlah kendala, salah satunya keterbatasan anggaran. Terkait obyek berupa kawasan atau situs, misalnya, idealnya dilakukan pembebasan lahan agar bisa segera diamankan dan diteliti.
”Tetapi, Indonesia luas dan potensi situsnya sangat banyak. Jadi, kami lakukan secara perlahan. Kalau anggaran tidak tersedia, bisa disewa dahulu secara tahunan,” ujarnya.
Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Kemendikbudristek Judi Wahyudin menyebutkan, pelestarian cagar budaya membutuhkan kontribusi semua pihak, termasuk komunitas budaya. Apalagi, aset cagar budaya tersebar di banyak lokasi yang dekat dengan masyarakat.
”Roh kebudayaan itu adalah gotong royong. Sangat tidak mungkin hanya mengandalkan pelat merah (pemerintah) untuk memajukan kebudayaan,” ujarnya.
Judi menambahkan, tidak semua obyek yang memiliki nilai sejarah dapat menjadi cagar budaya. Dibutuhkan kajian oleh tim ahli cagar budaya yang terdiri atas beragam disiplin ilmu, seperti arkeologi, sejarah, budaya, dan arsitektur. Tim akan mengeluarkan rekomendasi untuk ditetapkan oleh kepala daerah.
Pelestari budaya dan lingkungan di DKI Jakarta, Chaerudin, mengatakan, melindungi budaya bukan sekadar melestarikan tari-tarian dan bela diri. Upaya ini juga sejalan dengan gerakan menjaga lingkungan. ”Budaya itu mengajarkan nilai-nilai. Dengan melestarikan budaya, kita ikut menyelamatkan alam ini,” ujarnya.