Cagar Budaya di Indonesia: Pengertian, Regulasi, Kilas Balik, Potret, dan Tantangan Pelestarian
Indonesia memiliki ribuan peninggalan bersejarah yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya yang tersebar di seantero Nusantara. Sebagai investasi alam pikir dan alam rasa dari masa lampau, perlindungan dan pelestarian cagar budaya di tanah air masih menjadi tantangan kendati tapak sejarah pelestarian cagar budaya sudah berlangsung sejak pertengahan abad ke-17.
Oleh
Antonius Purwanto
·5 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Petugas Balai Konservasi Borobudur merawat Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada hari pertama pembukaan kembali tempat itu, Kamis (25/6/2020). Obyek wisata Candi Borobudur dibuka kembali untuk wisatawan dengan menerapkan protokol kesehatan dan membatasi pengunjung maksimal 1.500 orang per hari. Sebelumnya, Borobudur ditutup sejak pertengahan Maret 2020 lalu untuk mengurangi risiko penyebaran pandemi Covid-19.
Seperti halnya bangsa-bangsa lainnya di dunia, bangsa Indonesia telah melewati masa sejarahnya yang sangat panjang. Perjalanan sejarah ini terbukti dan terekam dalam temuan penting berupa cagar budaya yang tersebar di Nusantara.
Kekayaan cagar budaya bangsa Indonesia tersebut diharapkan dapat mendorong tercapainya tujuan nasional. Sebagai hasil karya warisan budaya masa lalu, keberadaan cagar budaya perlu dilestarikan karena cagar budaya menjadi bagian integral dari kebudayaan secara menyeluruh.
Di samping itu, cagar budaya penting untuk dijaga dan dilestarikan keberadaannya karena merupakan warisan budaya bangsa yang dapat memperkuat kepribadian bangsa. Karena itu, upaya pelestarian cagar budaya membutuhkan keterlibatan banyak pihak dan yang terpenting adalah keterlibatan masyarakat.
Cagar budaya memiliki banyak manfaat baik dari segi edukasi, estetika, dan historis, serta sangat mempengaruhi aspek agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Namun di sisi lain, pelestarian cagar budaya di Tanah Air masih memiliki beragam tantangan.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Wisatawan mengunjungi Candi Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (1/7/2020). Uji coba pembukaan operasional obyek wisata tersebut dilangsungkan mulai hari itu dengan membatasi jumlah pengunjung maksimal 1.500 orang per hari. Selain menerapkan protokol kesehatan ketat, waktu kunjungan wisatawan di Zona I atau area kaki candi utama dibatasi maksimal selama satu jam. Pengunjung juga tidak diperbolehkan memasuki candi di obyek wisata itu.
Pengertian Cagar Budaya
Ada beragam pengertian atau definisi mengenai cagar budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti cagar budaya adalah istilah antropologi daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan
Adapun UU 11/2010 mendefinisikan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Berdasarkan definisi tersebut, cagar budaya dapat dibagi menjadi lima kategori. Pertama, benda cagar budaya, yaitu benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Kedua, struktur cagar budaya yaitu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
Ketiga, bangunan cagar budaya, yaitu susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
Kriteria bangunan cagar budaya, yaitu telah berusia 50 tahun atau lebih; serta mewakili masa gaya paling singkat, yaitu 50 tahun; dan memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan; serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Keempat, situs cagar budaya, yaitu lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.
Suatu lokasi dapat ditetapkan sebagai situs cagar budaya apabila mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya, serta menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu.
Kelima, kawasan cagar budaya yaitu satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Benda, bangunan, atau struktur yang dapat diusulkan sebagai benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, atau struktur cagar budaya apabila memenuhi empat kriteria. Keempat kriteria tersebut adalah berusia 50 tahun atau lebih; mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun; memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; serta memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Regulasi mengenai Cagar Budaya
Sebenarnya regulasi mengenai cagar budaya telah ada sejak zaman kolonial penjajahan Belanda, yaitu kebijakan yang bernama Monumenten Ordonantie 1931 (Staatsblad 1931 No. 238) yang dijadikan acuan hingga masa pemerintahan Orde Baru. Setelah itu, pemerintah kembali menetapkan peraturan mengenai Cagar Budaya, yaitu UU 5/1992 tentang Benda Cagar budaya.
Kemudian, peraturan perundang-undangan tersebut dianggap tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan memiliki banyak celah hukum. Karena itu, sejak tanggal 24 November 2010, ditetapkan peraturan baru yang menyempurnakan regulasi sebelumnya, yakni UU 11/2010 tentang Cagar Budaya. Terakhir, regulasi lain yang berkaitan dengan cagar budaya adalah UU 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 terdiri dari 13 bab, 120 pasal serta penjelasan. Di dalamnya diatur mengenai hal-hal yang terkait cagar budaya, mulai dari ketentuan umum; asas, tujuan, dan lingkup; kriteria cagar budaya; pemilikan dan penguasaan; penemuan dan pencarian; register nasional cagar budaya; pelestarian; tugas dan wewenang; pendanaan; pengawasan dan penyidikan; ketentuan pidana; ketentuan peralihan; dan ketentuan penutup.
Sebagai turunan dari UU tersebut, di tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota juga diterbitkan peraturan daerah tentang pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. Dalam perda tersebut ini diatur mengenai ketentuan umum; ruang lingkup; kriteria cagar budaya; tugas dan wewenang pemerintah daerah; penanganan odcb; registrasi cagar budaya; tim ahli cagar budaya; pemilikan dan penguasaan; pelestarian cagar budaya; penyimpanan dan pemanfaatan cagar budaya di museum; pengelolaan cagar budaya; kompensasi dan insentif; pendanaan; ketentuan peralihan; ketentuan penutup.
Tujuan pemerintah mengeluarkan regulasi tersebut adalah untuk melestarikan cagar budaya dan membuat negara serta merta bertanggung jawab dalam hal perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya.
Dengan diaturnya hal-hal mengenai cagar budaya dalam peraturan perundang-undangan yang memiliki daya ikat yang kuat, diharapkan keseimbangan aspek ideologis, akademis, ekologis, dan ekonomis dapat tercipta, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di sekitar cagar budaya.
Sebagai implementasi dari UU 11/2010, Pemerintah telah menerbitkan Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya yang dapat diakses masyarakat luas melalui laman http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/. Laman ini diterbitkan dengan tujuan agar masyarakat luas dapat mendaftarkan penemuan benda-benda kuno atau bersejarah yang menarik untuk dapat ditingkatkan statusnya menjadi bagian dari Cagar Budaya.
Untuk dapat disebut sebagai cagar budaya, ada beberapa tahap yang harus dilalui, yaitu tahap pendaftaran, pengkajian, penetapan, pencatatan, pemeringkatan, penghapusan, penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, pemugaran, penelitian, revitalisasi, adaptasi, dan pemanfaatan.
Sebelum dilakukan penetapan dan/atau pemeringkatan cagar budaya dan setelah melalui tahap verifikasi, ‘calon’ cagar budaya akan dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dalam suatu Sidang Kajian. Pada sidang tersebut, TACB akan mengkaji lalu memberikan rekomendasi kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menetapkannya sebagai cagar budaya.
Tim ahli ini melakukan pengkajian terhadap benda-benda yang dapat menjadi bagian dari Cagar Budaya. TACB terdiri dari berbagai ahli, antara lain sejarah, arkeologi, antropologi, geologi, arsitektur, dan hukum.