Anak Hadapi Tantangan Berlapis, C-20 Dorong Hak Anak Dibahas di Forum G-20
Pandemi Covid-19 menambah kerentanan anak, seperti menghilangkan akses kesehatan dan pendidikan. Pemenuhan hak anak pun semakin menantang.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menambah tantangan anak untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagian anak bahkan terancam kehilangan hak hidup berkualitas. Civil 20 atau C-20, kelompok masyarakat dalam forum G-20, mendorong agar hak anak dibahas di G-20.
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) mencatat sekitar 23 juta anak kehilangan layanan esensial, seperti imunisasi, pada 2020. Angka ini naik hampir 4 juta anak dibandingkan 2019. Ini juga angka tertinggi dalam satu dekade terakhir.
Data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyatakan, pandemi menyebabkan 10 juta-14 juta anak berusia dibawah lima tahun kesulitan mendapat imunisasi. Unicef mencatat 797.000 anak Indonesia tidak menerima vaksin kombinasi difteri, tetanus, pertusis dosis pertama.
Cakupan imunisasi dasar lengkap nasional pun turun dari 93,7 persen pada 2019 menjadi 79 persen pada 2020. Tujuan imunisasi ialah mencegah penyakit demi pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.
Penasihat Save the Children International, Karrar Karrar, Selasa (8/3/2022), menilai kondisi ini sebagai kemunduran. Pandemi pun dinilai tidak hanya memperbesar risiko kesehatan, tetapi juga kemiskinan pada anak.
Unicef memperkirakan pandemi menambah 100 juta anak yang hidup dalam kemiskinan multidimensi. Butuh waktu panjang untuk memulihkan kondisi ini. Dalam skenario terbaik, butuh waktu 7-8 tahun agar angka kemiskinan anak kembali ke angka sebelum pandemi.
”Di sisi lain, ketimpangan vaksin Covid-19 di dunia juga akan berdampak ke anak. Ini memengaruhi hak anak untuk bertahan hidup, berjuang dan mendapat perlindungan,” kata Karrar.
Our World in Data per Selasa menunjukkan 64,4 persen populasi dunia sudah menerima setidaknya satu dosis vaksin Covid-19. Namun, baru 13,6 persen orang di negara berpendapatan rendah yang menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Menurut Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati, pemenuhan hak anak berhubungan dengan visi Indonesia Emas 2045. Selain itu, pemenuhan hak anak juga mendorong pemulihan setelah pandemi, baik di Indonesia maupun global. Forum G-20 dinilai tepat untuk mendorong kolaborasi antarnegara menuju pemulihan.
”Dengan berbagi pengetahuan, integrasi program, hingga digitalisasi, kita dapat mendorong perlindungan sosial universal pada 2030,” kata Vivi.
Direktur Advokasi dan Kampanye Regional Save the Children Asia Shaheen Chughtai mengatakan, anak-anak akan menerima dampak besar dari perubahan iklim di masa depan. Padahal, kontribusi mereka terhadap perubahan iklim relatif kecil.
Perubahan iklim diperkirakan menambah 100 juta orang miskin pada 2030. Kualitas hidup anak-anak di masa depan juga akan menurun. Anak akan menghadapi keterbatasan air dan udara bersih, risiko bencana, risiko pangan, kehilangan ruang/daratan, ancaman kesehatan, hingga hilangnya biodiversitas.
”Perubahan iklim adalah krisis antargenerasi. Anak-anak akan mewarisi bumi yang sudah terdegradasi dan tercemar karena kesalahan generasi sebelumnya. Generasi sebelumnya gagal memenuhi hak dan masa depan anak,” kata Chughtai pada salah satu diskusi C-20 di Badung, Bali, Selasa (8/3/2022).
Anak-anak akan mewarisi bumi yang sudah terdegradasi dan tercemar karena kesalahan generasi sebelumnya.
Penanganan isu ini mesti mendasar, mulai dari mengubah pola pikir, gaya hidup, hingga model bisnis agar sesuai dengan prinsip keberlanjutan. Pemerintah di berbagai belahan dunia juga mesti memenuhi janji untuk mengurangi emisi karbon. Sementara itu, negara maju mesti memenuhi janji untuk memberi 100 miliar dollar AS untuk penanganan perubahan iklim.