Situs Gemekan Tinggalan Sindok Perkaya Narasi tentang Majapahit
Situs Gemekan di Kabupaten Mojokerto, yakni candi dan lokasi temuan prasasti era Sindok, Raja Medang periode Jawa Timur, dapat memperkaya narasi Majapahit, peradaban yang berdiri 3-4 abad kemudian.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·5 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS — Penyelamatan lanjutan terutama melalui penelitian Situs Gemekan di Dusun Kedawung, Gemekan, Sooko, Mojokerto, akan memperkaya narasi Majapahit. Situs Gemekan dari abad ke-10 lebih tua setidaknya tiga abad dari Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Dari sana bisa disodorkan tafsir narasi bahwa Majapahit berdiri di atas lapis budaya atau peradaban sebelumnya.
”Dikaitkan dengan Majapahit karena Situs Gemekan jauh lebih tua dan berlokasi dekat dengan Trowulan yang sampai saat ini dianggap sebagai pusat pemerintahan Majapahit,” kata Ismail Lutfi, epigraf dan dosen senior sejarah Universitas Negeri Malang, di lokasi ekskavasi tahap kedua Situs Gemekan, Minggu (6/3/2022).
Minggu itu merupakan hari terakhir ekskavasi tahap kedua yang berlangsung dalam kurun 1-6 Maret 2022. Adapun ekskavasi tahap pertama berlangsung pada 7-12 Februari 2022. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kaloka Malang mensponsori pendanaan ekskavasi untuk mendukung penyelamatan Situs Gemekan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto, dan Pemerintah Desa Gemekan.
Lutfi yang diminta BPCB Jatim untuk membaca temuan arkeologi mengatakan, di Situs Gemekan ditemukan prasasti batu andesit yang bagian bawahnya patah. Prasasti yang tersisa itu mempunyai tinggi 91 sentimeter (cm), lebar 88 cm, dan tebal 21 cm. Ada tulisan di empat sisi batu itu, yakni depan, belakang, dan samping kanan kiri. Bagian bawah prasasti terpotong, sedangkan sisi atas meruncing sehingga diduga bentuknya segi lima (pentagon) jika alasnya datar atau segi enam (heksagon) jika alasnya bersudut seperti sisi atas.
Lutfi mengatakan telah selesai membaca isi prasasti. BPCB Jatim lebih berwenang mengumumkan hasil pembacaan prasasti itu. Namun, beberapa fakta yang bisa didapat adalah batu bertulis itu dikeluarkan pada 852 Saka atau 930 Masehi dan berbahasa jawa kuno.
Prasasti dikeluarkan Sindok, raja terakhir wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram yang memindahkan pusat kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur menurut Prasasti Turyyan bertarikh 851 Saka atau 929. ”Sudah ketemu sampai tanggalnya, detail sekali, yakni 7 Oktober 930 Masehi,” katanya
Di wilayah Jatim saat ini, Sindok mendirikan wangsa Isana sekaligus memerintah Kerajaan Medang atau Mataram periode Jatim dalam kurun 929-947. Setelah menjadi raja, Sindok memakai gelar Sri Maharaja Rake Hino Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmottungadewa.
Keberadaan abhiseka atau ritus suci pemberian gelar dharmo (dharmma) menandakan Sindok menduduki singgasana melalui perkawinan, sedangkan tungadewa sebagai pernyataan diri sebagai wakil dewa di dunia atau diperdewa. ”Sindok masih berkerabat dengan Dyah Wawa (raja terakhir Mataram Kuno sebelum pemindahan ke Jatim),” ujar Lutfi.
Secara terpisah, Kepala BPCB Jatim Zakaria Kasimin mengatakan, prasasti juga memuat saksi upacara penetapan sima atau tempat suci dari wilayah Lemah Tulis. Informasi tentang Lemah Tulis dapat ditemukan dari Prasasti Alasantan (9 September 939) di dekat Candi Brahu, Desa Bejijong, Trowulan, yang juga dikeluarkan oleh Sindok.
Lemah Tulis kemungkinan merupakan nama asli dari Desa Bejijong yang berjarak 4 kilometer dari Gemekan.
”Isi prasasti di Situs Gemekan menjadi relevan karena bisa berkait dengan tinggalan sebelumnya, yakni Candi Brahu dan Prasasti Alasantan,” kata Zakaria.
Setiap prasasti menunjukkan suatu tempat dan statusnya. Di Gemekan, prasasti bisa diyakini terkait dengan struktur bangunan suci yang adalah candi di lokasi yang telah diekskavasi dua tahap.
Situs Gemekan berjarak 4-5 kilometer dari Trowulan yang menjadi pusat peninggalan Majapahit (abad 13-16). Bahkan di Trowulan, sudah lama diketahui ada tinggalan Sindok, yakni Candi Brahu dan temuan Prasasti Alasantan.
Di Gemekan, juga ditemukan candi dan prasasti. Dari kenyataan ini, menurut Zakaria, bisa disodorkan narasi untuk penelitian dan diskusi lebih jauh bahwa peradaban Majapahit dibangun amat dekat bahkan mungkin di atas lapis budaya atau peradaban sebelumnya.
Mengapa Majapahit mendirikan peradaban atau salah satu lokasi pusat pemerintahan di dekat peninggalan Sindok yang notabene 3-4 abad lebih awal. (Zakaria Kasimin)
Zakaria melanjutkan, sejumlah situs di Trowulan, misalnya Sumur Upas, memperlihatkan bukti bahwa struktur bangunan dari bata merah didirikan di atas struktur atau lapisan yang lebih tua.
Jika demikian, akan muncul pertanyaan, misalnya, mengapa Majapahit mendirikan peradaban atau salah satu lokasi pusat pemerintahan di dekat peninggalan Sindok yang notabene 3-4 abad lebih awal. Proses menemukan jawabannya diharapkan mendorong gairah kembali dalam penelitian kearkeologian untuk memperkaya khazanah sejarah Nusantara.
Sementara itu, Sekretaris Desa Gemekan Hendra Agung Setiawan mengatakan, gundukan tanah milik Mukid di persawahan Dusun Kedawung yang menjadi lokasi situs kuno memberi arti penting bagi masyarakat. Secara sederhana, warga Gemekan berbangga karena menjadi salah satu lokasi tinggalan Sindok yang masyhur dan jauh lebih tua dari peradaban Majapahit.
”Gemekan punya arti luar biasa dalam perjalanan sejarah kuno,” kata Hendra. Sayangnya, keberadaan Situs Gemekan yang telah diketahui sejak 1980 itu tidak lepas dari jejak penjarahan.
Situasi ini bisa dipahami karena di era itu dan amat mungkin jauh sebelumnya, penjarahan terhadap sisa-sisa peradaban kuno di Mojokerto berlangsung dan tidak dapat diatasi.
Hendra mengatakan, kemungkinan masih ada kalangan warga yang menyimpan misalnya arca, patung, atau benda-benda kuno yang dahulu diambil dari Situs Gemekan. ”Kami akan dorong pengembaliannya ke BPCB Jatim. Kami berharap keberadaan Situs Gemekan dapat memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” katanya.
Arkeolog BPCB Jatim Muhammad Ichwan, Koordinator Tim Ekskavasi Situs Gemekan, mengatakan, tim menemukan dua bekas terowongan yang mengarah pada sumuran atau bagian tengah situs. Terowongan itu bukan struktur lama, melainkan baru sehingga memunculkan dugaan sebagai jalur penjarahan pemburu harta karun di situs-situs kuno.
Andi Muhammad Said, pamong budaya sekaligus mantan Kepala BPCB Jatim, mengatakan, Situs Gemekan diperkirakan hanya tersisa maksimal 40 persen. Di sumuran atau bagian tengah candi biasanya ada peripih di mana tim ekskavasi sampai saat ini hanya menemukan bagian tutup dari batu andesit. Wadah dan isi peripih yang biasanya berisi benda berharga belum ditemukan.
Secara umum, lanjut Andi, hampir seluruh situs purbakala di Kabupaten Mojokerto pernah dijarah sehingga ditemukan dalam kondisi tidak lengkap, rusak, dan runtuh. Selain itu, situs-situs yang tahun-tahun ini ditemukan atau disentuh oleh kegiatan penyelamatan dan penelitian, kebanyakan masih berada dalam lahan milik atau dikuasasi orang lain sehingga menambah kendala dalam proses pelestarian di masa depan.