Saluran Air di Bulusari Tinggalan Terdekat Prasasti Cunggrang Era Sindok
Saluran air tertutup dari susunan bata merah di Dusun Blimbing, Desa Bulusari, yang masih perlu ditangani merupakan tinggalan arkeologis amat penting bagi Kabupaten Pasuruan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
PASURUAN, KOMPAS — Saluran air tertutup di Dusun Blimbing, Desa Bulusari, Pasuruan, Jawa Timur, menjadi tinggalan arkeologis terdekat dari Prasasti Cunggrang 929 Masehi peninggalan Sri Maharaja Pu Sindok, penguasa pertama Medang (Mataram Kuno) periode Jawa Timur.
Struktur ini tersusun dari bata merah dengan ketinggian dan lebar setara, yakni 140-150 sentimeter (cm). Panjang belum diketahui karena tertimbun tanah, tetapi membentang meski berkelok dari selatan (hulu) ke utara (hilir). Bagian yang telah tersingkap karena temuan warga dan ekskavasi pertama sepanjang 40 meter.
Namun, dari pengamatan Kompas pada Rabu (1/9/2021) petang bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim, ada bagian-bagian yang tersingkap karena timbunan tanah telah longsor. Bagian-bagian dimaksud tersebar setidaknya di tiga-empat lokasi. Ujung ke ujung yang sedikit terlihat itu sepanjang 500 meter.
Bata merah yang menyusun struktur ini masing-masing berukuran panjang 37-39 cm, lebar 22-24 cm, dan tinggi atau ketebalan 8-9 cm. Saluran ini berbentuk balok, tertutup, dan tertimbun tanah persawahan. Struktur ini berada di tepi barat sungai yang oleh warga Blimbing disebut Kali Besar atau Kali Balun yang bermuara ke Kali Porong (terusan Brantas).
Januari, kami periksa dan untuk mengetahui lebih banyak perlu ditempuh ekskavasi.
Prasasti Cunggrang berada di Dusun Sukci, Desa Bulusari. Batu bertulis Jawa Kuno ini terletak 1 kilometer (km) di timur laut struktur saluran. Prasasti setinggi 126 cm, lebar 96 cm, dan tebal 22 cm ini satu dari empat batu bertulis tinggalan Pu Sindok yang in situ atau tidak dipindah.
Kepala Dusun Blimbing M Atim saat ditemui di lokasi mengatakan, saluran ini ditemukan oleh anggota karang taruna saat mencangkul gundukan tanah untuk mengangkat sejumlah tumbuhan guna budidaya secara bonsai. Peristiwa itu terjadi pada 24 Desember 2020 petang.
”Saya dilapori oleh karang taruna dan meneruskannya ke petugas BPCB Jatim di Pasuruan,” kata Atim.
Koordinator Juru Pelihara se-Pasuruan BPCB Jatim Pawiji di lokasi untuk menemani Kompas melihat struktur itu mengatakan, laporan dari Atim diterima olehnya dan ditindaklanjuti dengan pengecekan.
”Januari, kami periksa dan untuk mengetahui lebih banyak perlu ditempuh ekskavasi,” ujar Pawiji.
Pawiji mengungkapkan, Pemerintah Kabupaten Pasuruan mendanai ekskavasi pertama yang berlangsung kurun 10-20 Juni 2021. Hasilnya, struktur yang awalnya tersingkap 3-4 meter oleh anggota karang taruna berhasil dibuka sampai membentang 40 meter.
”Saluran ini jika dikaitkan dengan Prasasti Cunggrang, berkaitan dengan suatu petirtaan dan atau bangunan suci,” kata Pawiji. Untuk memastikan, tidak ada cara lain kecuali terus membongkar timbunan tanah ke utara dan selatan sampai menemukan ujung struktur.
Arkeolog BPCB Jatim sekaligus koordinator ekskavasi Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, temuan saluran ini penting bagi Kabupaten Pasuruan yang menjadikan Prasasti Cunggrang dari abad ke-10 itu sebagai dasar penentuan hari jadi wilayah tersebut.
”Tinggalan kuno terdekat dengan Prasasti Cunggrang adalah saluran ini. Isi prasasti bahwa masyarakat Cunggrang diminta memelihara petirtaan dan bangunan suci dalam hipotesis awal kami tidak bisa mengabaikan keberadaan struktur ini,” kata Wicaksono.
Penelusuran Kompas pada sumber-sumber literatur dan jurnal, Prasasti Cunggrang selalu dikaitkan dengan Candi Belahan atau petirtaan sumber tetek di Dusun Belahan, Desa Wonosunyo, Pasuruan, yang berjarak sekitar 6 km di barat laut batu bertulis itu. Secara geografis, Belahan, Blimbing, dan Prasasti Cunggrang berada pada bentang arah barat daya ke timur laut dalam Kecamatan Gempol.
”Apakah struktur di Blimbing ini benar-benar terhubung dengan Belahan, kalau hipotesis kami terlalu jauh,” ujarnya. Tinggalan lain yang juga dekat dengan Prasasti Cunggrang adalah Candi Keboireng di Dusun Keboireng, Desa Ngerong. Reruntuhan candi di dekat kediaman keluarga Pawiji ini sekitar 4 km di tenggara Prasasti Cunggrang.
Struktur di Blimbing ini mirip dengan saluran pada beberapa petirtaan kuno di Jatim, antara lain Situs Petirtaan Sumberbeji di Desa Kesamben, Ngoro, Jombang, dan Petirtaan Dewi Sri atau Candi Simbatan di Desa Simbatan, Nguntoronadi, Magetan.
Dari hipotesis BPCB Jatim, Sumberbeji merupakan tinggalan dari masa setelah pembagian Kahuripan oleh Airlangga dari abad ke-11 atau ke-12 menjadi Janggala-Panjalu dan masih digunakan sampai era Majapahit atau beratus-ratus tahun kemudian. Candi Simbatan masih perlu penelitian mendalam apakah memang peninggalan Pu Sindok atau setelahnya.
Aminuddin Kasdi, guru besar emeritus pendidikan sejarah Universitas Negeri Surabaya, bersama kolega, yakni Sri Widiah, pernah membuat studi historis Prasasti Cunggrang. Dalam Avatara Volume 6, No 1, Maret 2018, e-journal Pendidikan Sejarah Unesa, mereka menerjemahkan Prasasti Cunggrang yang cukilannya sebagai berikut,”… itulah perintah dari yang mulia Maharaja Rake Hino Mpu Sindok Sri Isanawikramadharmatungga, turun kepada kedua Samgat Mohahumah, yaitu bernama Mpu Padma dan samgat Anggehan bernama Mpu Kundala.
Apakah struktur di Blimbing ini benar-benar terhubung dengan Belahan, kalau hipotesis kami terlalu jauh.
Diperintahkan agar wanua Cunggrang, di bawah watek Bawang, di bawah kepemimpinan Wahuta Wungkal, dengan kewajiban kerja bakti senilai 2 kupang, pajak tanah senilai 15 suwarna emas, dan sejumlah penduduknya, untuk menjadi daerah sima, bagi persembahan kepada pertapaan dan asrama yang suci di Pawitra, serta prasada Silunglung yang suci milik Rakryan Bawang yang telah menjadi dewa, ayahanda permaisuri Dyah Kbi.
Dibebaskannya daerah itu menjadi hak milik dharmasrama Patapan dan sang hyang prasada Silunglung yang dipersembahkan kepada tokoh yang telah menjadi dewa. ”Bahwa penduduk desa sebaiknya dimanfaatkan bagi sang hyang dharmasrama patapan dan juga sang hyang Prasada, termasuk juga pemeliharaan pancuran air di Pawitra….”
Menurut Kasdi dan Sri secara tertulis, di dekat prasasti, di lereng timur Gunung Penanggungan (Pawitra), ditemukan beberapa peninggalan tempat pemandian atau petirtaan yang terutama ialah Candi Belahan atau sumber tetek.
Namun, dari hipotesis BPCB Jatim, menurut Wicaksono, Candi Belahan diduga bukan merupakan tinggalan Pu Sindok, melainkan akhir Medang atau era Dharmawangsa Teguh dan awal Kahuripan atau era Airlangga. Airlangga adalah keponakan sekaligus menantu Dharmawangsa Teguh.
Dalam Prasasti Pucangan 1037 Masehi yang masih berada di Kalkuta, India, Airlangga menyebut silsilah yang mengaitkan dirinya dengan Pu Sindok. Airlangga adalah sulung tiga bersaudara dari Mahendradatta (Gunapriya Dharmapatni). Ibunda Airlangga itu adik dari Dharmawangsa Teguh dan istri dari penguasa Bali kuno Dharmodayana Warmadewa (Udayana).
Secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pasuruan Eka Wara Brahespati mengatakan akan mengupayakan pendanaan untuk ekskavasi tahap kedua.
Pawiji mengatakan telah mengajukan permohonan kepada DPRD Kabupaten Pasuruan agar memberi perhatian terhadap kelanjutan kegiatan di Blimbing.