Pemerintah menargetkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional bisa disahkan tahun 2023. Pelibatan publik akan semakin diperluas agar menghasilkan produk UU Sisdiknas yang diterima secara luas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang diinisiasi pemerintah ditargetkan bisa diundangkan tahun 2023. Karena itu, tahun ini, naskah akademik dan RUU Sisdiknas disiapkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi agar bisa diajukan ke Badan Legislasi DPR RI sehingga bisa dibahas bersama DPR.
“Kami berharap RUU Sisdiknas ini bisa selesai tahun 2023. Kami realistis kalau tahun ini berat dan saat ini masih di tahap pertama. Supaya bisa selesai tahun depan, karena ini mengatur banyak hal, kami memulai prosesnya dari sekarang. Semoga April bisa kami serahkan ke DPR dan harapannya disetujui untuk masuk tahap dua, sehingga bukan lagi perencanaan tapi dibahas bersama-sama sebagai prioritas Program Legislasi Nasional tahun ini,” kata Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, di Jakarta, Rabu (2/3/2022).
Anindito menambahkan, berdasarkan linimasa yang disampaikan ke Komisi X DPR RI, Kemendikbudristek menargetkan usulan naskah akademik dan RUU Sisdiknas masuk ke DPR antara bulan Maret-April 2022. “Semoga ini bisa kami penuhi untuk kemudian diproses oleh Baleg DPR dan prosesnya akan tandem antara pemerintah dan DPR. Kalau sekarang (masih) dikendalikan oleh pemerintah karena sebagai pemrakarsa yang harus punya kewajiban menyusun usulan itu,” paparnya.
Pelibatan publik sudah dimulai dari tahap awal perencanaan. Meskipun terbatas, jumlah lembaga/organisasi pemangku kepentingan pendidikan yang digandeng untuk memberikan masukan lisan dan tertulis sudah mencapai 42 lembaga/organisasi. Di situ ada pula para ahli pendidikan dan hukum yang ikut memberikan masukan.
“Saat ini masih tahap awal sekali. Di tahap perencanaan saja masih di tengah-tengah, tapi publik sudah dilibatkan. Dari masukan inilah nanti akan disempurnakan naskah akademik dan RUU Sisdiknas. Setelah itu, pelibatan publik akan makin luas. Naskah akademik dan RUU Sisdiknas yang resmi akan dibuka sehingga bersama-sama bisa mempelajari dan memberikan masukan yang konstruktif untuk kualitas pendidikan,” ujar Anindito.
Menurut Anindito, pihaknya betul-betul tidak ingin sekadar ada pelibatan publik atau sekadar formalitas. “Kita ingin agar pelibatan publik itu bermakna dan supaya terjadi konsensus, supaya nanti produk RUU Sisdiknas ini mendapat dukungan secara luas,” ucap dia.
Ketidakselarasan
Semangat dalam merevisi UU Sisdiknas ini, ujar Anindito, yakni kualitas dan kesetaraan (quality dan equity) sehingga tata kelola peningkatan kualitas pendidikan dilakukan secara berkeadilan. Di sini tidak lagi dilakukan penyeragaman cara dan proses dalam mencapai tujuan pendidikan nasional karena ada kesenjangan wilayah, termasuk kualitas pendidikan yang begitu tinggi. Karena itulah, nantinya ada fleksibilitas bagi tiap daerah untuk menetapkan tahapan pencapaian standar pendidikan nasional sesuai kondisi wilayah.
Ada kebutuhan untuk melakukan penyesuaian regulasi supaya tidak tumpang tindih, supaya cepat bisa mengikuti perkembangan zaman, dan itu kebutuhan yang kontekstual
Pembahasan RUU Sisdiknas dinilai urgen karena ada mandat dari Undang-undang Dasar 1945 untuk merancang penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional. Saat ini, setidaknya ada tiga UU yang mengatur sistem pendidikan secara langsung, yakni UU Sisdiknas Tahun 2003, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi. Keberadaan tiga UU ini memunculkan potensi ketidakselarasan pada pengaturan produk turunannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri.
Selain itu, UU yang mengatur pendidikan, kadang-kadang mengatur beberapa hal secara spesifik atau teknis. Salah satu contohnya, ketentuan mengajar 24 jam tatap muka/minggu oleh guru di dalam UU Guru dan Dosen sudah perlu dikaji ulang relevansinya. Akibatnya, jika ada perkembangan zaman dan teknologi atau kejadian tidak terduga seperti pandemi Covid-19, hal-hal teknis tidak bisa disesuaikan di lapangan karena sudah dikunci di dalam UU.
“Ada kebutuhan untuk melakukan penyesuaian regulasi supaya tidak tumpang tindih, supaya cepat bisa mengikuti perkembangan zaman, dan itu kebutuhan yang kontekstual,” kata Anindito.
Diapresiasi dan dikritisi
Secara terpisah, dalam diskusi publik bertemakan “RUU Sisdiknas Harapan Baru Masa Depan Pendidikan Indonesia” yang digagas Komunitas kepemudaan IndoSDGs pekan lalu, RUU Sisdiknas yang diinisiasi Kemendikbudristek dianggap sebagai sebuah terobosan baru yang perlu diapresiasi. Di sisi lain, besar harapan masyarakat agar Kemendikbudristek terbuka untuk mengakomodasi keterlibatan publik dan juga para pemangku kepentingan. Apalagi, proses RUU ini baru tahap awal dan masih panjang, sehingga perlu dikawal bersama-sama.
Pakar Hukum Universitas Airlangga M Hadi Subhan mengatakan, salah satu kewajiban negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. “Perlu ada sistem yang komprehensif, yang saling sinkron, dan mengatur sistem pendidikan Indonesia. Sehingga negara berkewajiban menyediakan satu sistem UU untuk mengatur Sistem Pendidikan Nasional dan mengintegrasikan tiga UU yang sudah ada," kata Hadi.
Sementara itu, Pakar Pendidikan Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya Anita Lie, mengatakan, untuk mewujudkan pendidikan berkualitas, ke depan ada banyak tantangan besar. Pendidikan Indonesia harus berubah sehingga perlu ada relevansi dengan perkembangan zaman. Karena itulah, inovasi dalam pendidikan menjadi keniscayaan.
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Ganefri berharap, RUU Sisdiknas bisa menjawab kebutuhan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Karena itu, UU Sisdiknas harus visioner dan memiliki ruang lingkup jauh ke depan.
"Secara regulasi sudah sangat layak untuk dilakukan perubahan terkait UU Sisdiknas. Sudah hampir 20 tahun dan belum ada perubahan. RUU Sisdiknas ini adalah sebuah terobosan, sehingga saya mengapresiasi dan berharap UU Sisdiknas bisa visioner dan menjawab tantangan zaman dunia pendidikan." ujar Ganefri.