Tetap Termotivasi Belajar Saat Buka-Tutup Sekolah
Pembelajaran tatap muka sudah lama dinanti. Namun, situasi Covid-19 yang dinamis membuat harus melakukan buka-tutup. Dalam suasana seperti ini, motivasi belajar peserta didik tetap harus diperhatikan.
Situasi pandemi Covid-19 yang dinamis menghambat proses pembelajaran di segala jenjang. Dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi, pembelajaran belum sepenuhnya pulih.
Pada Februari ini banyak TK, SD, SMP, dan SMA/SMK sederajat yang menutup kembali pembelajaran tatap muka (PTM). Di perguruan tinggi, banyak mahasiswa yang bahkan belum pernah merasakan kuliah hampir dua tahun terakhir.
Di awal tahun, geliat rutinitas pembelajaran mulai bermunculan. Namun, baru sebulan berlangsung, sekolah dan kampus pun terpaksa tutup kembali.
Kasus positif Covid-19 bermunculan menimpa siswa, guru, dosen, dan tenaga kependidikan. Sesuai ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, ketika ada kasus positif, sekolah dan kampus harus tutup selama 5-14 hari.
Ketika di masyarakat pun tercatat kasus positif Covid-19 meningkat, kepala daerah mengambil tindakan untuk menutup sekolah dan kampus. Ada juga yang tetap mengizinkan PTM terbatas dengan kapasitas tidak penuh, ada yang 50 persen, ada yang 25 persen.
Belajar di sekolah tiap hari membuat Fedryan (5), siswa TK A di kawasan Jakarta Timur, makin bersemangat. Meskipun jarak dari rumah ke TK hanya sekitar 5 menit, setiap pagi Fedryan minta diantar orangtuanya ke TK pukul 07.30 sebelum sekolah mulai pukul 08.00.
Setelah menikmati belajar bersama di sekolah hampir sebulan, tiba-tiba sekolah ditutup kembali. Awalnya karena ada keluarga guru yang positif Covid-19. Lalu, pengumuman penutupan sekolah terus berlanjut hingga akhir Februari 2022.
Pembelajaran pun kembali digelar secara daring lewat Zoom dan menggunakan modul yang sudah diberikan guru untuk belajar di rumah. Alhasil, orangtua pun mulai kembali sibuk membujuk Fedryan untuk mau belajar bersama guru dan teman-teman kelasnya di layar Zoom. Ini tidak mudah karena bayangan belajar di sekolah adalah berinteraksi dengan guru dan teman-teman yang menyenangkan.
Sementara itu, Debbi Sibuea, mahasiswa Universitas Indonesia, belum pernah merasakan kuliah secara langsung bersama dosen dan rekan mahasiswa angkatannya di ruang kuliah. Padahal, dia sudah menjalani kuliah daring dari tahun 2021 sebagai mahasiswa baru.
Bayangan bisa merasakan kuliah langsung di kampus pada semester genap ini juga buyar. Padahal, saat memilih kelas untuk semester genap, dia memilih beberapa kelas yang menawarkan pembelajaran tatap muka.
”Karena kasus Covid-19 saat ini meningkat, kuliah tatap muka diundur lagi. Kuliah masih jarak jauh. Jadi, belum pernah merasakan kuliah tatap muka,” kata Debbi, yang tinggal di Bekasi, Senin (14/2/2022).
Adaptif
Menjalani pembelajaran tatap muka dan tiba-tiba harus beralih ke pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadi fenomena yang harus diterima di tengah situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Penyesuaian dilakukan dengan mengacu pada situasi perkembangan Covid-19.
Psikolog dari Universitas Gadjah Mada Diana Setiyawati mengatakan, situasi yang tidak menentu ini menuntut siswa dan mahasiswa agar adaptif menjalani perkuliahan di tengah situasi pandemi Covid-19. Banyak penyesuaian sistem pembelajaran yang dilakukan untuk merespons pandemi.
Di perguruan tinggi, saat virus Covid-19 merebak, seluruh aktivitas perkuliahan yang semula dilakukan secara tatap muka diubah menjadi kuliah daring. Lalu, saat situasi mulai terkendali, perkuliahan mulai mengarah pada sistem bauran antara daring dan tatap muka langsung.
”Yang penting itu adaptif. Itu kuncinya,” kata Diana.
Menurut Diana, mahasiswa kini dituntut bisa adaptif dan menyesuaikan diri dengan perkembangan. Ia berharap mahasiswa tidak kaget dan tidak mudah kecewa dengan berbagai perubahan yang ada.
”Misal perkuliahan telah masuk offline lalu berubah menjadi online lagi diharapkan mahasiswa tidak kaget dan tidak kecewa denga perubahan-perubahan itu,” kata Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ini.
Berikutnya, mahasiswa juga diharapkan bisa lebih peduli akan kesehatan mental diri. Mereka mesti menjaga diri agar tetap sehat secara mental.
Lalu, tetap menerapkan gaya hidup sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, dan olahraga.
Tak kalah penting, mahasiswa diimbau untuk displin menerapkan protokol kesehatan untuk memutus mata rantai peyebaran virus Covid-19.
Baca juga: Temuan Covid-19, PTM Sekolah Ditutup Sementara
Sosial emosional anak
Sementara itu, Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Novi Poespita Chandra mengatakan, PTM terbatas membuat sekolah kembali pada praktik pembelajaran sebelum pandemi, yang menekankan belajar di sekolah. Padahal, saat awal pandemi yang memaksa sekolah tutup, guru dan siswa jadi terpacu untuk berinovasi membuat pembelajaran yang bisa terkoneksi dengan lingkungan dan alam sekitar.
Penggunaan teknologi juga begitu dinamis. Sayangnya, ketika pembukaan sekolah, rutinitas belajar yang mengejar capaian akademik kembali lagi.
Padahal, dari survei GSM, pembelajaran secara daring jadi membosankan bagi siswa dan menyurutkan motivasi belajar jika guru sekadar ceramah dan memberikan tugas. Para siswa butuh interaksi yang baik dan juga pembelajaran yang membangun rasa ingin tahu dan membangkitkan nalar mereka.
”Sayangnya di pendidikan dasar, tata belajar dan pendekatan pendidikan kembali lagi seperti sedia kala. Pandemi dianggap hanya sebagai interupsi bukan transformasi. Fleksibilitas belajar jadi berkurang,” kata Novi.
Di GSM, para guru dari berbagai daerah diingatkan agar juga memperhatikan sosial emosional anak. Sebab, pendidikan masa depan yang juga memperhatikan wellbeing, keseimbangan dan fleksibilitas hidup.
Pembelajaran tak melulu soal akademik dan nilai mata pelajaran yang tinggi, tapi seimbang antara penggunaan teknologi dan interaksi langsung, seimbang antara mendengarkan dan bekerja, duduk dan bergerak, seimbang antara kerja dan keluarga, serta seimbang dalam kebutuhan ekonomi dan lingkungan.
Semangat pendidikan yang holistik dalam GSM salah satunya dipraktikkan Latifuddin, guru SDN 07 Sei Kelik, Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Dari cerita di media sosial, sang guru menerapkan praktik zona emosi dengan menanyakan perasaan siswa tiap hari dan semakin hari siswa terus mengisi dengan rasa bahagia.
Ada pula zona kehadiran anak-anak yang terlihat antusias. Mereka yang dekat sekolah pun berangkat lebih pagi. Lalu, ada zona kebaikan untuk melihat siswa tetap berharga dan berprestasi yang tak hanya dilihat dari nilai mata pelajaran, tapi dari sikap yang peduli dan hal-hal baik lainnya.
Kondisi pandemi Covid-19 memang menimbulkan berbagai dampak dari learning loss hingga masalah sosial emosi anak. Karena itu, pemulihan pendidikan akibat pandemi akan menjadi fokus dalam dua tahun ke depan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 memang menimbulkan berbagai dampak dari learning loss hingga masalah sosial emosi anak. Karena itu, pemulihan pendidikan akibat pandemi akan menjadi fokus dalam dua tahun ke depan.
Ancaman learning loss memang terjadi yang memperparah krisis belajar hampir 20 tahun ini. Learning loss rata-rata enam bulan, bahkan di daerah 3T bisa 8-10 bulan dalam satu tahun ajaran.
Upaya pemulihan pendidikan dilakukan dengan tawaran transformasi kurikulum dari Kurikulum 2013 yang sarat materi menjadi Kurikulum Darurat lalu Kurikulum Merdeka. Ada fleksibilitas dan ruang merdeka bagi guru untuk fokus pada kemampuan belajar anak, sehingga belajar pun benar-benar demi kepentingan anak dalam penguasaan kompetensi dasar/esensial dan pembentukan karakter.
Pembelajaran dengan Kurikulum Merdeka yang masuk masa transisi dari tahun 2022-2024 dijanjikan dapat membuat para siswa lebih menikmati belajar dan menguasai kompetensi sesuai tumbuh kembang. Ada pembelajaran berbasis proyek yang membuat siswa tertantang untuk bisa berkembang dalam karakter Profil pelajar Pancasila dan bermakna karena terhubung dengan dunia nyata.
Baca juga: Kasus Positif Ditemukan, Sudah Enam Sekolah di Medan Tutup Tatap Muka
Pendidikan di ruang-ruang kelas akan lebih berpusat pada anak. Penguatan kompetensi dan karakter menjadi hal penting. Kreativitas dan inovasi dalam metode pembelajaran yang membuat anak-anak senang dan nyaman belajar diberi ruang.