Percepat Vaksinasi bagi Anak untuk Mendukung Pembelajaran Tatap Muka Terbatas
Di tengah kembali meningkatnya kasus Covid-19, pembelajaran tatap muka terbatas mesti dilakukan dengan hati-hati. Selain penerapan protokol kesehatan yang ketat, vaksinasi bagi anak usia 6-11 tahun harus dipercepat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka terbatas yang terus diperluas awal tahun 2022 mesti aman dari penyebaran Covid-19 di sekolah. Karena itu, meski vaksinasi untuk siswa dari usia 6-17 tahun tidak diwajibkan sebagai syarat untuk bisa masuk sekolah, dorongan agar anak-anak divaksinasi Covid-19 digencarkan.
Perlindungan anak-anak lewat vaksinasi Covid-19 diharapkan membuat pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dapat memulihkan kondisi pendidikan yang hampir dua tahun terakhir ini tidak optimal. Saat ini, PTM sudah bisa dilaksanakan dengan cakupan hingga 100 persen siswa setiap hari.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti di Jakarta, Minggu (9/1/2022), mengutarakan, alasan untuk bisa mengikuti PTM dengan aman membuat orangtua antusias untuk mengizinkan anak-anak mereka divaksin. Alasan lainnya adalah supaya bisa bepergian.
Menurut Retno, KPAI juga mengawasi pemberian vaksinasi anak usia 6-11 tahun pada sentra-sentra vaksin sekolah di Kota Bogor, Kota Bekasi, dan Jakarta. Dari hasil pengawasan vaksinasi anak usia 6-11 tahun yang baru dimulai pada 12 Desember 2021, terlihat antusiasme para orangtua maupun anak-anaknya untuk divaksin. Bahkan, anak-anak tampak percaya diri dan tak takut disuntik.
Terkait hal itu, KPAI mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melaksanakan percepatan dan pemerataan vaksinasi anak berusia 6-11 tahun di seluruh Indonesia, minimal 70 persen. Vaksinasi anak berusia 12-17 tahun yang sudah mulai digelar Juli 2021 belum mencapai 70 persen untuk vaksinasi dosis kedua, apalagi vaksinasi usia 6-11 tahun.
”Pemerintah perlu kerja keras melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasi untuk anak-anak,” kata Retno.
Penyelenggaraan PTM terbatas yang makin masif, bahkan bisa tiap hari dengan kapasitas 100 persen perlu diawasi dan dievaluasi. KPAI mendorong dinas-dinas pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di seluruh Indonesia untuk menunda PTM bagi siswa TK dan SD sebelum peserta didiknya diberikan vaksinasi lengkap dua dosis.
Hal ini bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak di Indonesia. Pernyataan KPAI tersebut sejalan dengan rekomendasi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Jumeri, pemulihan pendidikan perlu segera dilakukan dengan memulai PTM terbatas. Bahkan, bagi anak-anak usia dini dan kelas awal SD, PTM terbatas makin penting untuk mencegah dampak akademik dan nonakademik akibat pembelajaran tak optimal.
Jumeri menegaskan, penyelenggaraan PTM terbatas tahun ini tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan bersama. Untuk guru dan tenaga kependidikan, vaksinasi wajib dilakukan karena memengaruhi izin PTM terbatas terkait kuota siswa yang bisa hadir di sekolah tiap hari. Selain itu, cakupan vaksinasi warga lanjut usia di suatu daerah dan level pembatasan pemberlakuan kegiatan masyarakat tetap diperhatikan.
”Vaksinasi untuk siswa tidak menjadi syarat untuk bisa PTM. Namun, kami minta sekolah terus mendorong orangtua untuk mengizinkan anak-anak mereka divaksinasi,” kata Jumeri.
Mempersiapkan anak divaksin
Pakar Virologi dan Imunologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mohammad Saifudin Hakim mengatakan, tak ada persiapan khusus yang harus dilakukan menjelang vaksinasi Covid-19 pada anak. Namun, anak perlu diberi pengertian agar menjaga kesehatan, misalnya cukup istirahat sebelum pemberian vaksin, menjaga pola makan, dan tidak beraktivitas berat.
”Hal-hal tersebut harus dijaga supaya kondisi badan tetap sehat dan bugar saat vaksinasi,” kata Saifudin Hakim, dosen di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM ini.
Selain itu, Saifudin Hakim mengimbau agar orangtua menginformasikan secara jelas kepada petugas kesehatan terkait kondisi kesehatan anak. Sebagai contoh, riwayat alergi, riwayat pengobatan sebelumnya, dan lainnya.
Vaksinasi untuk siswa tidak menjadi syarat untuk bisa PTM. Namun, kami minta sekolah terus mendorong orangtua untuk mengizinkan anak-anak mereka divaksinasi.
IDAI mengimbau agar anak dengan komorbiditas dapat berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter spesialis anak. Komorbiditas anak meliputi penyakit seperti keganasan, diabetes melitus, penyakit ginjal kronik, penyakit otoimun, penyakit paru kronis, obesitas, hipertensi, dan lainnya,
Saifudin Hakim menyampaikan efek samping atau kejadian ikutan pascaimunisasi (KIPI) secara umum ada yang bersifat lokal seperti nyeri atau bengkak di tempat suntikan. Selain itu, ada yang bersifat sistemik seperti demam. Kondisi demam merupakan bentuk respons tubuh dalam membentuk antibodi.
Sementara terkait kasus meninggalnya dua anak di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Jombang, Jawa Timur, seusai vaksinasi Covid-19, Saifudin menjelaskan, Komisi Nasional KIPI telah menginvestigasi dan hasilnya menunjukkan dua kasus itu tidak disebabkan vaksin Covid-19.
Saifudin Hakim meminta agar masyarakat tetap tenang dan tidak takut untuk memberikan vaksin Covid-19 pada anak. Sebab, laporan kejadian semacam ini akan ditindaklanjuti Komnas atau Komda KIPI untuk memastikan pelayanan vaksinasi Covid-19 tetap berjalan secara optimal.
Setiap ada kejadian serius pasca imunisasi, Komnas dan Komda KIPI akan menginvestigasi untuk melihat apakah ada hubungan sebab-akibat kejadian tersebut dengan vaksin atau tidak. Sebab, KIPI adalah semua kejadian tidak diinginkan yang muncul setelah pemberian vaksin. Namun, kejadian yang timbul belum tentu disebabkan oleh vaksin.
”KIPI adalah semua kejadian yang timbul setelah vaksin, tetapi belum tentu disebabkan oleh vaksin. Hal ini yang perlu dipahami oleh masyarakat umum sehingga tidak perlu terburu-buru menyimpulkan bahwa kejadian serius tersebut pasti disebabkan oleh vaksin Covid-19,” kata Saifudin Hakim.