Potensi pengembangan riset dan inovasi dari perguruan tinggi cukup besar. Indonesia memiliki lebih dari 4.500 perguruan tinggi, 300.000 dosen, mulai dari asisten hingga guru besar, serta sekitar 8,7 juta mahasiswa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Talenta inovasi untuk mendukung pengembangan ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi perlu dilahirkan dari kampus. Untuk itu, penelitian dan pengabdian masyarakat yang merupakan bagian dari Tridarma pendidikan di perguruan tinggi dapat dioptimalkan guna mendukung lahirnya talenta inovasi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Nizam mengatakan, perguruan tinggi didorong mengembangkan inovasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo. Fokus pengembangan inovasi yaitu untuk mendukung ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, karena 75 persen wilayah Indonesia berupa lautan. Fokus berikutnya adalah ekonomi digital karena ini menjadi tulang punggung perekonomian ke depan.
Selain itu, inovasi juga diperuntukkan bagi pemulihan ekonomi dan pengembangan pariwisata sebagai sumber devisa. Demikian pula, perlu digenjot pengembangan alat-alat kesehatan sebab Indonesia selama ini masih bergantung pada impor.
“Karena itu, penelitian dan pengabdian masyarakat di perguruan tinggi yang merupakan bagian integral dari pendidikan ditujukan dalam rangka menyiapkan mahasiswa untuk lebih bernalar kritis, menggunakan bukti, data, serta informasi secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan,” papar Nizam di acara Peluncuran Panduan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Kampus Merdeka di Jakarta, senin (13/12/2021).
Menurut Nizam, transformasi kampus lewat program Kampus merdeka jadi potensi untuk mengharmoniskan aktivitas penelitian dan pengabdian masyarakat dengan pengembangan talenta inovasi masa depan untuk menyiapkan peneliti dan pengembang inovasi.
Apalagi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sudah mengembangkan kebijakan infrastruktur riset yang yang terbuka bagi seluruh peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk memanfaatkan fasilitas riset yang ada. Kolaborasi para peneliti perguruan tinggi dengan BRIN maupun lembaga riset lainnya juga semakin terbuka,
Nizam mengatakan, inovasi mendorong mahasiswa menjadi peneliti dan bisa membangun desa. Pada tahun 2022 ada 10.000 mahasiswa yang akan mendapatkan kesempatan menjadi peneliti dan pengabdi masyarakat lewat program Kampus Merdeka. BRIN akan menerima peneliti mahasiswa di pusat-pusat riset yang tersebar di berbagai daerah.
Sejumlah program yang sudah berjalan, sebenarnya juga menjadi potensi untuk mendukung lahirnya talenta inovasi di usia muda. Ada Program Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) yang mengakselerasi sarjana terbaik menjadi doktor. Mereka diperkuat dalam melakukan riset di perguruan tinggi unggulan.
Selain itu, Kemendikbudristek juga telah menyediakan skema pendanaan untuk membangun inovasi dan pengembangan di masyarakat yang jumlahnya besar. Ada matching fund melalui platform Kedaireka untuk mendukung hilirisasi riset di perguruan tinggi yang berkolaborasi dnegan industri. Ada pula proyek atau kompetisi penelitian yang sudah berjalan di tingkat nasional dan desentralisasi sesuai kematangan institusi/kematangan institusi.
“Intinya perlu melibatkan mahasiswa dari sarjana, Diploma IV, magister, dan doktor. Dari penelitian menghilirkan atau yang masih di hulu, sejak awal berkolaborasi dengan dunia usaha dan industri sehingga agenda penelitian nyambung dengan kebutuhan, baik ilmu alam maupun ilmu sosial,” kata Nizam
Sementara itu, Direktur Jenderal Vokasi, Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto mengatakan, perguruan tinggi vokasi didorong juga menghasilkan inovasi yang menjadi solusi dan daya ungkit untuk dunia usaha dan industri. Kolaborasi bisa dilakukan dengan riset dari perguruan tinggi akademik.
Kolaborasi profesor kelas dunia
Potensi pengembangan riset dan inovasi dari perguruan tinggi sebenarnya cukup besar. Indonesia memiliki lebih dari 4.500 perguruan tinggi, lebih dari 300.000 dosen, mulai dari asisten hingga guru besar, serta sekitar 8,7 juta mahasiswa. "Satu kekuatan yang maha dahsyat kalau itu kita gerakkan untuk membangun bangsa, membangun negara,"tambah Nizam.
Dorongan untuk memperkuat riset dan inovasi salah satunya digelar lewat kegiatan tahunan Seminar World Class Professor (WCP). Gelaran WCP 2021 pada pekan lalu mengambil tema “Merdeka Berkarya di Masa Pandemi Covid-19.
Ajang tahunan ini bertujuan untuk memfasilitasi dosen dari universitas di seluruh Indonesia supaya berinteraksi dengan profesor kelas dunia. Selain itu, ajang ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas pendidikan tinggi Indonesia sehingga peringkatnya di World University Rankings turut terdongkrak.
Mendikbudristek Nadiem Makarim menyampaikan, Kemendikbudristek saat ini tengah mengupayakan kebijakan Kampus Merdeka bagi dosen dan institusi perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini lantaran sistem yang ada saat ini kurang mendukung dosen untuk mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan Tridarma perguruan tinggi.
Selain itu, akreditasi dan sistem akreditasi dirasakan lebih berdasar kepada kepatuhan administrasi, bukan penilaian yang objektif atas kualitas kampus."Perubahan drastis perlu kita lakukan untuk mengubah sistem tersebut, dan itulah yang sekarang sedang sama-sama kita upayakan dengan kebijakan Kampus Merdeka. Dengan Kampus Merdeka, dosen berhak melakukan riset, menerbitkan karya ilmiah, memperdalam ilmu di dalam perusahaan, atau proyek riset di luar kampus,” ungkapnya.
Nadiem mengatakan, dengan pelaksanaan WCU, dosen-dosen di Indonesia memiliki peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas risetnya. Menurutnya, hasil wajib dari kegiatan ini berupa publikasi bersama dengan profesor kelas dunia akan meningkatkan sitasi publikasi perguruan tinggi di Indonesia.
Ditambah lagi dengan hasil tambahan seperti capacity building, inisiasi double degree atau joint degree, joint supervision atau external examiner, serta pengembangan kurikulum yang lebih berorientasi pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI) akan sangat membantu perguruan tinggi di Indonesia mendapatkan akreditasi internasional dan meningkatkan peringkat kampus di tingkat global.
Nizam pun mengapresiasi pencapaian yang signifikan dalam publikasi internasional pendidikan tinggi di Indonesia. Menurutnya, hal tersebut tidak akan terjadi tanpa kerja keras dan kesungguhan dari para dosen di perguruan tinggi.
Ia menyebut, selama lima hingga enam tahun terakhir, produktivitas publikasi internasional Indonesia meningkat lebih dari enam kali lipat. Dari yang tadinya sekitar 8.000 publikasi internasional per tahun, tahun ini sudah mencapai lebih dari 50.000 publikasi.
"Dalam waktu lima tahun, peringkat Indonesia dalam publikasi naik dari peringkat 54 dunia menjadi 21 dunia. Lompatan yang luar biasa sekali. Melompat dari 54 ke 21 itu tidak mungkin terjadi tanpa kerja keras, tanpa kesungguhan kita semua,” kata Nizam
Adapun jumlah perguruan tinggi penyelenggara WCP tahun 2021 sebanyak 40 perguruan tinggi yang terdiri dari 20 perguruan tinggi negeri dan 20 perguruan tinggi swasta. Sementara untuk jumlah profesor yang diundang dalam program ini sebanyak 76 profesor yang berasal dari 26 negara.
Sebanyak 26 negara yang terlibat meliputi Amerika Serikat, Australia, Austria, Belanda, Belgia, Belgium, China, Finlandia, Indonesia, Jerman, Malaysia, Mesir, Norwegia, Perancis, Rusia, Spanyol, Sweden, Swedia, Taiwan, Thailand, Inggris, Jepang, Unit Emirat Arab, Selandia Baru, Arab Saudi, dan Turki. Dari semua profesor yang diundang, terdapat 11 orang yang berasal dari dalam negeri.