Makna kata yang kita pakai sehari-hari belum tentu sama dengan makna kata itu dalam kamus, misalnya ”berjibaku”. Agar tak ada makna rumpang dalam KBBI edisi selanjutnya, makna tambahan perlu diberikan untuk ”berjibaku”.
Oleh
Pamusuk Eneste, Pengajar di Teknik Grafika dan Penerbitan PNJ Depok
·3 menit baca
Belakangan ini sering kita dengar penyiar televisi menggunakan kata berjibaku, terutama jika menyangkut berita bencana alam, kebakaran, dan sejenisnya. Kata berjibaku dalam hal ini dipakai dalam arti ’bekerja keras’, ’berjuang keras’, ’berjuang sekuat tenaga’, ’berjuang mati-matian’, atau ’bersusah payah’.
Di koran cetak pun kini kerap kita temukan kata berjibaku, dalam pengertian yang kurang lebih sama dengan pengertian penyiar televisi tersebut. Kompas termasuk koran yang rajin memakai kata berjibaku.
Dalam pengamatan secara acak, saya memergoki empat kali Kompas menggunakan kata berjibaku. Dalam sebuah tajuk rencananya, Kompas (1/9/2021) menulis, ”Publik dengan sederhana menyimpulkan, pegawai KPK yang telah berjibaku memberantas korupsi diberhentikan”.
Dalam rubrik Sosok (Kompas, 15/9/2021), wartawan Kompas menulis, ”Selama tiga tahun terakhir, Yandri berjibaku memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo, di tengah kondisi geografis yang sulit dan situasi konflik”.
Kata berjibaku malahan muncul pada kepala berita Kompas (29/11/2021): ”Guru 3T (daerah tertinggal, terdepan, dan terluar) Berjibaku Pulihkan Pembelajaran”.
Masih membahas soal pembelajaran di sekolah, dalam sebuah laporan, wartawan Kompas (1/10/2021) menulis teras berita berikut: ”Pemerintah daerah berjibaku menjaga pembelajaran tatap muka berjalan lancar. Mulai dari tes acak sampai razia pun dilakukan”.
Kalau ditanya, sejak kapan kata berjibaku masuk kamus bahasa Indonesia, mungkin banyak di antara kita yang gelagapan. Ternyata sudah sejak 1952 Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS Poerwadarminta mencantumkan kata jibaku (berjibaku) dan diberi arti ’menyerang dengan jalan melanggarkan dirinya kepada musuh’.
Kamus Indonesia Kecik susunan E St Harahap (1954) pun memuat kata jibaku (berjibaku) yang diberi makna ’membunuh diri’.
Hampir senada dengan Poerwadarminta dan Harahap, Sutan Mohammad Zain dalam Kamus Moderen Bahasa Indonesia (1954) merumuskan berjibaku sebagai ’sengaja menyabung nyawa, biarpun tahu akan mati’.
Sebetulnya, apa kata kamus mutakhir mengenai kata serapan dari bahasa Jepang ini?
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Badudu-Zain (1994), berjibaku bermakna ganda: (1) menyerang musuh dengan menubrukkan diri sambil membawa bom dan bahan peledak lain dan (2) mengorbankan jiwa dengan sengaja biarpun tahu akan mati, demi tujuan suci.
Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2007) mendefinisikan berjibaku sebagai ’menyerang dengan jalan melanggarkan dirinya kepada musuh’.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (2016) mencatat dua makna berjibaku: (1) menyerang musuh dengan menubrukkan dirinya (yang sudah dipersenjatai dengan bom atau peledak lainnya) pada musuh dan (2) bertindak nekat.
Jika kita bandingkan makna berjibaku yang digunakan penyiar televisi dan Kompas, ternyata tidak sama dengan makna yang tertera dalam kamus Badudu-Zain (1994), kamus Poerwadarminta (2007), dan KBBI (2016). Terasa ada makna yang rumpang dalam ketiga kamus itu.
Pertama, makna kata yang kita pakai sehari-hari belum tentu sama dengan makna kata itu dalam kamus. Kedua, penyusun KBBI perlu menambahkan makna ketiga pada lema berjibaku dalam KBBI, yaitu makna yang kita gunakan sehari-hari: ’bekerja keras’, ’berjuang keras’, ’berjuang sekuat tenaga’, ’berjuang mati-matian’, ’bersusah payah’. Dengan demikian, tidak ada makna yang rumpang dalam KBBI edisi selanjutnya.
Pamusuk Eneste, Pengajar di Teknik Grafika dan Penerbitan PNJ Depok