Saat Perempuan Saling Berbagi dan Saling Menguatkan
Pandemi Covid-19 yang berlangsung hampir dua tahun membuat sejumlah perempuan semakin tangguh. Berbagi cerita adalah salah satu cara melewati berbagai tantangan yang dihadapi.
”Yuk berkumpul lagi. Kita akan bermain menggali perasaan masing-masing yaaa... ajak sahabat perempuan Anda.”
Demikian ajakan Lovely, panggilan akrab pemilik nama Anastasia Rima, dalam unggahan di media sosial yang mengajak para perempuan bergabung dalam acara Obrolan Perempuan Tangguh (OPEReT) yang bertajuk ”Saya Baik-Baik Aja” pada Senin (1/11/2021) malam.
Malam itu, Lovely mengawali perbincangan dengan narasi pengantar bahwa setiap perempuan punya masa atau fase hidup yang dipenuhi dengan penyangkalan (denial) entah karena masalah dalam perkawinan, perceraian, atau sejumlah perbuatan yang dianggap sebagai ”kesalahan”.
Lovely kemudian memulai dengan mengajak peserta OPEReT malam itu untuk melihat dirinya lebih jauh melalui aplikasi Points of You. Caranya dengan menjawab tiga pertanyaan yang ditampilkan, yakni ”Apakah ini saya?”, kemudian pertanyaan ”Mengapa saya berubah ?”, lalu pertanyaan ”Sukakah saya dengan perubahan ini?”
Sebelumnya, Lovely menjelaskan bahwa jawaban yang diberikan di Points of You tidak ada yang benar atau salah karena konsep permainan di aplikasi tersebut seperti melihat sebuah benda dari sudut pandang masing-masing. ”Tidak ada jawaban yang salah,” tegasnya.
Jadi, kalau melihat diri saya hari ini, saya melihat perjalanan panjang. Jadi siapa diri saya, sebetulnya dari hasil perjalanan yang saya lewati. Dari semua luka, suka, hinaan, dan pujian yang saya alami itu membentuk diri saya yang sekarang.
Dalam permainan tersebut, peserta diminta mengamati gambar dan tulisan yang muncul. ”Sebagian orang lebih tertarik pada tulisan, sebagian lebih tertarik pada gambarnya,” ujar Lovely seraya memberikan contoh gambar tangan dengan sepuluh jari orang dewasa disertai cincin yang melekat di jari manis dan telunjuk. Jari-jari tersebut terlihat kasar.
Dari gambar tersebut, dia menggambarkan sosok dirinya dengan panduan pertanyaan yang ada. ”Jadi, kalau melihat diri saya hari ini, saya melihat perjalanan panjang. Jadi siapa diri saya, sebetulnya dari hasil perjalanan yang saya lewati. Dari semua luka, suka, hinaan, dan pujian yang saya alami itu membentuk diri saya yang sekarang,” papar Lovely.
Ia pun mengungkapkan, jika peserta OPEReT telah bertemu dengannya 10-15 tahun yang lalu, maka akan menemukan perubahan besar dari sosok Lovely yang ada saat ini.
”Saya berubah, saya makin menemukan diri saya. Saya menerima diri saya. Dan yang paling penting adalah semua itu melalui perjalanan yang luar biasa,” cerita Lovely seraya menggambarkan dirinya seperti gambar tangan yang melewati luka-luka, tapi tetap tegar dan kuat.
Baca juga: Kepemimpinan Perempuan
Setelah itu, Lovely pun menantang para perempuan yang bergabung malam itu menggambarkan dirinya seperti apa saat ini. Seorang ibu bernama Lilik, misalnya, menggambarkan dirinya jelek.
”Keluarga saya menggambarkan saya si item, terus kemudian kaki saya katanya besar. Padahal, saya lihat kaki saya normal. Kemudian hidung saya pesek sehingga membuat saya bertahun-tahun tidak suka dengan diri saya, tubuh saya, dengan apa yang saya lakukan sehingga saya selalu minder. Dan puji Tuhan, kartu ini menunjukkan saya unik,” ujar Lilik.
Begitu juga dengan Lestari. Saat memilih gambar, dia menemukan gambar bertuliskan ”peluang” yang menurutnya seperti jalan hidupnya. ”Tuhan memberikan kesempatan dalam hidup saya,” paparnya.
Ibu lain, Untari, mengungkapkan bahwa dirinya bukan seperti gambar yang dia lihat yang menggambarkan kegagalan. Ia mengaku memang pernah gagal, tapi dia percaya dirinya diciptakan bukan menjadi orang yang gagal. Dia kemudian bangkit dari kegagalan sehingga berhasil. Baginya, orang berhasil adalah orang yang belajar dari kegagalan serta berusaha bangkit kembali setiap terjatuh dalam masalah.
Baca juga: Pada Masa Pandemi Covid-19, Perempuan Miliki Strategi Bertahan
”Jadi, saya merasa saya bukan orang seperti itu. Dulu, sih, begitu karena terlalu perfeksionis dan dari kecil jarang gagal. Jadi, waktu gagal saya benar-benar berasa jadi orang gagal, habis-habisan, enggak bangkit-bangkit. Tapi, justru saya percaya bahwa itu semua enggak boleh terus-terusan dipegangin,” papar Untari. Dari keyakinan itulah ia kini melewati berbagai kegagalan di masa lalu dan berhasil.
”Justru saya harus percaya orang yang berhasil bukan tidak pernah gagal. Tapi, karena ketika gagal dan bangkit lagi. Untuk itulah saya hidup menjadi berhasil. Bukan untuk diri saya, melainkan untuk orang-orang di sekitar saya,” kata Untari.
Berbagi kisah
OPEReT digagas oleh Lovely dari Kultur Metamorfosa Indonesia dan Yanti dari KerLiP (Keluarga Peduli Pendidikan) sejak pertengahan 2020, saat pandemi Covid-19 baru berjalan beberapa bulan. Semua kegiatan berlangsung secara daring. Undangan dalam bentuk selebaran yang disebarkan ke jejaring masing-masing.
”Gagasan awalnya dimulai dari kesadaran melihat makin sulitnya kehidupan perempuan di tengah badai pandemi ini. Sangat penting bagi perempuan untuk tahu bahwa mereka tidak sendirian, ada banyak sahabat yang bersedia mendengarkan dan berbagi kisah. Premisnya adalah semua perempuan kuat dan sudah berbuat, hanya saja sering kali kita lebih memandang keluar dan melihat perbuatan orang lain, melupakan diri sendiri,” kata Lovely.
Baca juga: ”Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah”, Jalan Memanusiakan Perempuan
Oleh karena itulah, Yanti dan Lovely melalui OPEReT mewadahi perempuan untuk menghargai diri dan sesamanya agar kemudian dapat bertindak keluar menjadi berkat bagi bangsa dan negara. Sejumlah perempuan diajak bergabung, berbagi cerita dan pengalaman.
Lebih dari setahun OPEReT berjalan, para perempuan dari seumlah daerah di Tanah Air bergabung. Berkisah dan berbagi selama dua jam dengan lancar seolah teman lama yang dipertemukan kembali. Sengaja tidak ada narasumber utama dalam setiap pertemuan karena semua dari kita adalah narasumber dan inspirator untuk sesama.
Kendati obrolan ringan, OPEReT ibarat lapangan luas yang menampung berbagai cerita, bahkan ”curahan hati” para perempuan dengan berbagai latar belakang dinamika kehidupan. Obrolan para perempuan tersebut saling menguatkan sehingga bisa melewati pandemi tanpa merasa sendirian.