Kepemimpinan perempuan untuk mencapai masa depan setara pada masa pandemi Covid-19 menjadi tema peringatan Hari Perempuan Internasional.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perempuan, UN Women, menetapkan tema ”Kepemimpinan Perempuan untuk Mencapai Masa Depan Setara pada Masa Pandemi Covid-19” tersebut pada peringatan Hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2021.
Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka dalam pernyataannya menyebutkan, Hari Perempuan Internasional diperingati pada masa yang sulit bagi dunia dan kesetaraan jender. Namun, kini justru momen tepat untuk tindakan transformatif serta untuk menghormati perempuan dan anak-anak muda untuk upaya tak kenal lelah mencapai kesetaraan jender dan pemenuhan hal asasi manusia.
Laporan UN Women menyebutkan, pandemi meningkatkan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, beban kerja domestik, dan menyebabkan lebih banyak perempuan kehilangan pekerjaan karena berada di sektor yang berhubungan langsung dengan konsumen, seperti jasa akomodasi, restoran, kesehatan, dan pendidikan.
Dampak pandemi pada anak perempuan tidak kurang berat. Ketika ekonomi keluarga menjadi sulit, anak perempuan biasanya yang lebih dulu putus sekolah. Angka perkawinan anak naik, begitu juga rawan gizi.
Situasi tersebut juga terjadi di Indonesia, seperti dilaporkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, serta lembaga nonpemerintah pemberi layanan.
Ketika ekonomi keluarga menjadi sulit, anak perempuan biasanya yang lebih dulu putus sekolah.
Secara global, perempuan pada posisi penting bertambah: Ketua Organisasi Perdagangan Dunia Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional, dan Ketua Komisi Eropa. Untuk pertama kalinya pula Amerika Serikat memiliki wakil presiden perempuan dan dari kulit berwarna. Kita melihat kebijakan mereka tak lagi netral jender, terutama dalam alokasi dana.
Perempuan kepala pemerintahan di Selandia Baru, Jerman, Etiopia, Denmark, Finlandia, Eslandia, dan Slowakia diakui dunia berhasil menangani Covid-19 dengan cepat, tegas, dan efektif. Namun, di tingkat lokal, kepemimpinan perempuan juga membawa perubahan bagi komunitas: mulai dari membangun sistem perlindungan bagi perempuan korban kekerasan dan perdagangan orang hingga mengubah pandangan masyarakat kota tentang hak para disabilitas.
RI memiliki perempuan sebagai presiden dan perempuan dengan posisi penting di kabinet. Jumlah perempuan juga bertambah di DPR, saat ini yang tertinggi, yaitu 124 orang atau 21,5 persen dari 575 anggota.
Di tengah berbagai capaian itu, banyak tantangan kepemimpinan perempuan guna mencapai masa depan setara. Kemiskinan, kekerasan dalam berbagai bentuk, kesempatan kerja dan upah setara, peningkatan pengetahuan dan keterampilan terutama digital, serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim adalah tantangan yang tidak netral jender. Pandemi membuka peluang transformasi kehidupan baru yang harus dimanfaatkan perempuan untuk ikut bersuara dan memimpin arah perubahan.