Mahasiswa dan Dosen Keluhkan Program Merdeka Belajar ke Menteri Nadiem
Mahasiswa dan dosen perguruan tinggi di Medan menyampaikan masukan tentang perbaikan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kampus masih sulit mengirim mahasiswa ke badan usaha dan butuh penyesuaian kurikulum.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Mahasiswa dan dosen dari sejumlah perguruan tinggi di Medan, Sumatera Utara, menyampaikan masukan tentang perbaikan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kampus masih menghadapi sulitnya mengirim mahasiswa ke badan usaha atau sekolah, kesulitan menyesuaikan kurikulum di tingkat kampus, serta pertukaran mahasiswa.
Hal itu disampaikan para mahasiswa dan dosen saat berdialog dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim di Universitas Sumatera Utara, Medan, Selasa (26/10/2021). Mereka berasal dari sejumlah kampus.
”Kami, misalnya, ingin mengirimkan mahasiswa untuk magang di PT Kereta Api Indonesia, tetapi mereka belum bisa karena belum ada program mereka untuk mahasiswa magang,” kata Rektor Universitas Islam Sumatera Utara Yanhar Jamaluddin.
Yanhar mengatakan, hal serupa juga mereka alami ketika hendak mengirim mahasiswa untuk magang di badan usaha milik negara ataupun swasta lainnya. Sebagian besar badan usaha masih gamang karena belum punya program dan kesepahaman untuk melaksanakan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), program yang digagas oleh Nadiem.
MBKM terdiri dari empat program, yakni Magang Bersertifikat, Pertukaran Mahasiswa Merdeka (pertukaran mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di program studi lain), Kampus Mengajar, serta Studi Proyek Independen Bersertifikat.
Persoalan juga dihadapi dalam program Kampus Mengajar, sebagaimana disampaikan oleh Nurhayati, mahasiswa Universitas Negeri Medan peserta MBKM. Banyak mitra sekolah yang menolak peserta MBKM untuk mengajar langsung di sekolah. ”Sekolah-sekolah menyatakan tidak mendapat informasi tentang program itu sehingga tidak bisa menerima mereka,” kata Nurhayati.
Sekolah-sekolah menyatakan tidak mendapat informasi tentang program itu sehingga tidak bisa menerima mereka.
Mahasiswa Universitas Medan Area, Sofyan Mui Gajah, mengatakan, ia merupakan peserta Kampus Mengajar, tetapi tidak mendapat konversi mata kuliah 20 satuan kredit semester (SKS) dari kampusnya. Akibatnya, ia pun harus tetap kuliah meskipun sedang mengikuti program MBKM. ”Padahal, awalnya disebut bahwa MBKM bisa dikonversi menjadi 20 SKS,” kata Sofyan.
Nadiem mengatakan, salah satu pekerjaan rumah paling besar dalam program MBKM adalah menjalin kerja sama kampus dengan badan usaha. Karena itu, ia pun berjanji akan membicarakan hal tersebut dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Tohir.
”Saya akan komunikasikan ini ke Erick. Ini tentunya akan menjadi hal penting, apalagi di daerah-daerah di mana usahanya tidak sebanyak di Jawa,” kata Nadiem.
Nadiem pun meminta agar tahun depan kampus-kampus semakin siap dalam menjalankan program MBKM karena Kemendikbudristek akan meningkatkan anggaran secara signifikan. Mahasiswa yang berpartisipasi tahun depan pun akan meningkat hingga 150.000 mahasiswa, tiga kali lipat dari tahun ini yang masih 50.000 mahasiswa. ”Kampus-kampus juga harus mencari mitra lokal dengan industri-industri lokal,” katanya.
Nadiem mengatakan, anggaran untuk pendanaan riset terapan dan inovasi juga akan meningkat hampir lima kali lipat tahun depan. Namun, kampus yang akan mendapatkan dana dari Kemendikbudristek adalah kampus yang bisa mendapat dana juga dari badan usaha.
Jika kampus mendapat pendanaan Rp 1 miliar dari badan usaha, Kemendikbudristek pun akan memberikan dalam jumlah yang sama. Program pendanaan riset terapan dan inovasi pun akan mengutamakan ekonomi hijau, ekonomi biru, ekonomi digital, dan kecerdasan buatan.