Pertemuan Singkat yang Menggembirakan di Sekolah
Kunci keberhasilan dan keamanan selama pembelajaran tatap muka di sekolah adalah pengawasan dari orangtua dan sekolah.
Rencana pembukaan sekolah di awal tahun ajaran 2021/2022 Juli lalu buyar karena tiba-tiba Indonesia memasuki gelombang kedua penyebaran Covid-19. Kini, ketika pandemi mulai melandai, pembukaan sekolah mendapat lampu hijau. Asa untuk merasakan kembali kebersamaan di sekolah merebak.
Setelah sekitar 1,5 tahun tutup selama pandemi Covid-19, SMAN 25 Jakarta akhirnya menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas untuk pertama kali pada 30 Agustus lalu. Izin membuka sekolah turun setelah status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) turun dari level 4 ke level 3.
Sekolah boleh menggelar PTM jika telah memenuhi daftar periksa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kepala SMAN 25 Jakarta Saryanti, Jumat (24/9/2021) menyampaikan, perjalanan mereka tidak mudah hingga akhirnya dapat melaksanakan PTM terbatas.
Daftar periksa telah diserahkan dua kali tetapi gagal. Aplikasi daftar periksa akhirnya baru disetujui pada penyerahan ketiga.“Kami belajar dari situ dan mencoba memenuhi hal-hal yang kurang,” kata Saryanti.
Di sekeliling sekolah pun tersedia sebanyak lima wastafel yang terlihat baru untuk tempat cuci tangan. Siswa diperiksa dengan thermo gun saat di depan gerbang sekolah lalu wajib mencuci tangan sebelum masuk kelas.
Sekolah ini pun membekali guru dengan handy talkie untuk mengatur pergerakan siswa. Di tiap kelas guru dibekali dengan tripod untuk menyangga gadget guru supaya bisa mengajar tatap muka bagi 50 persen siswa yang hadir di kelas, sekaligus melayani 50 persen siswa lainnya yang belajar daring dari rumah.
Guru dengan sigap memperhatikan gerak-gerik anak supaya tidak kendor menjalankan protokol kesehatan. “Ayo, berjauhan ya. Jangan dekat-dekat,” tegur seorang guru saat melihat dua siswa yang keluar ruangan berdekatan sambil mengobrol.
Mendekati jam pulang sekolah, guru-guru bersiap di posisi masing-masing untuk mengatur kepulangan siswa. Para siswa dibubarkan kelas demi kelas dan diminta segera pulang.
Tak butuh waktu lama untuk memastikan siswa bergegas meninggalkan sekolah. Kerumunan saat siswa datang dan keluar dari lingkungan sekolah dijaga dengan ketat. Namun, tetap terlihat guru menjaga jarak tetap secara singkat mengajak siswa ngobrol saat keluar ruangan.
PTM terbatas berjalan tiga kali dalam seminggu. Hari Senin diperuntukkan untuk 50 persen siswa kelas XII, Rabu untuk kelas XI, dan Jumat untuk kelas X. Pembelajaran berlangsung selama lebih kurang tiga jam.
Secara terpisah, Kepala SDN Cideng 07 Jakarta Ratna Suminar mengatakan, untuk meminimalkan paparan virus, anak-anak wajib diantar jemput orangtuanya. Saat pulang sekolah, ada guru yang menjaga gerbang, menanyai setiap penjemput. Lalu, ketika nama dan kelas anak disebut, guru pun berteriak keras memanggil nama siswa yang dijemput satu per satu.
Salah satu orangtua murid, Nugie (43), tiba di depan sekolah 15 menit sebelum jam pelajaran selesai. Saat itu pula anaknya yang duduk di kelas III SD menelepon, minta dijemput karena sebentar lagi sekolah usai.
Menurut Nugie, anaknya bersemangat setelah pulang sekolah. Walau hanya datang ke sekolah seminggu sekali, pertemuan dengan guru dan teman-teman membuat putrinya senang. Sebelumnya, anaknya kerap uring-uringan belajar di rumah karena bosan.
“Dia selalu excited setiap habis dari sekolah. Kalau rewel belajar di rumah, istri saya biasanya membebaskan apakah anak saya mau main atau membuat pekerjaan rumah lebih dulu,” kata Nugie. “Istri saya juga memberi pengertian soal protokol kesehatan ke anak,” tambahnya.
Sementara itu, vaksinasi siswa juga menjadi perhatian sekolah. Kepala SMA 10 Padang, Parendangan, mengatakan, hingga Kamis pekan lalu, dari total 1.005 siswa, masih ada 653 siswa yang belum divaksinasi Covid-19 dan akan diikutkan dalam gebyar vaksinasi di sekolah. Adapun semua guru dan tenaga kependidikan sudah divaksin hingga suntikan kedua.”Bukan syarat wajib, tetapi untuk kenyamanan proses pembelajaran tatap muka,” ujarnya.
Parendangan menambahkan, vaksinasi memang tidak diwajibkan kepada siswa. Namun, sejauh ini, dengan pendekatan, sekolah mendapatkan izin tertulis mengikuti vaksinasi Covid-19 dari semua orangtua siswa. ”Bukan syarat wajib, tetapi untuk kenyamanan proses pembelajaran tatap muka,” ujarnya.
Adapun persiapan lainnya, kata Parendangan, sudah dilakukan. Karena sebelum PPKM, juga pernah digelar PTM, segala fasilitas sudah disiapkan dengan baik. Sarana cuci tangan, sabun, dan cairan sanitasi tangan sudah tersedia di setiap kelas, begitu pula dengan masker cadangan jika siswa tidak membawa masker.
“Di sekolah, ada satgasnya, yang mengawasi penerapan protokol kesehatan, mulai dari pintu gerbang, saat PTM berlangsung, hingga siswa kembali ke rumah masing-masing,” kata dia.
Kalau ada ditemukan kasus, sekolah sudah menyiapkan skenarionya. Di sekolah ada UKS, sekolah juga sudah terhubung dengan puskesmas terdekat. Jika ada siswa yang punya gejala Covid-19, misalnya suhu badan tinggi, sekolah bisa komunikasi langsung denga petugas puskesmas. Walakin, sejauh ini, belum ada kluster Covid-19 di sekolah ini.
Baca juga: Sekolah Bisa Dibuka dengan Sejumlah Syarat
Bisa berinteraksi
Pembukaan sekolah disambut kegembiraan sejumlah siswa. Alif Syahdan (16), siswa kelas X SMAN 25 Jakarta sejak masuk SMA di tahun ajaran baru, dia baru empat kali belajar di sekolah. Selama ini ia bersekolah dari rumah.
“Belajar di sekolah lebih menyenangkan daripada di rumah. Aku bisa berinteraksi langsung dengan orang-orang dan lebih paham penjelasan guru ketika ada di sekolah,” ujar Alif.
Salah seorang siswi Kelas IX SMPN 5 Yogyakarta, Evelyne Dyah (13), mengaku senang bisa mengikuti PTM di sekolah karena bisa bertemu kembali dengan teman dan guru. “Pastinya senang banget bisa ketemu teman-teman, bisa ketemu guru, walaupun masih terbatas dan tidak bisa sepenuhnya seperti dulu, tapi ini sebuah kebahagiaan,” katanya.
Evelyne menambahkan, aktivitas di sekolah tidak hanya untuk belajar secara akademis, tapi juga untuk melakukan sosialisasi dengan teman. Oleh karena itu, dia menyambut baik dimulainya PTM di SMPN 5 Yogyakarta. “Di sekolah itu kan enggak cuma belajar secara akademis aja, tapi juga belajar bersosialisasi dengan teman, belajar menghormati guru, dan sebagainya,” ujarnya.
Kunci keberhasilan dan keamanan selama PTM adalah pengawasan orangtua dan sekolah.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang Hunul Muarif mengatakan, kunci keberhasilan dan keamanan selama PTM adalah pengawasan orangtua dan sekolah. “Pengawasan misalnya saat pulang sekolah langsung pulang ke rumah dan saat sakit tidak boleh datang ke sekolah. Sedangkan di sekolah, siswa harus diingatkan tidak boleh saling meminjam alat tulis, tetap mengenakan masker selama proses belajar, dan seterusnya. Saling mengawasi dan mengingatkan ini kuncinya,” kata Husnul.
Selain disiplin menerapkan prokes, hal dilakukan di Kota Malang adalah dengan melakukan tes usap acak dan rutin pada guru dan siswa. Wali Kota Malang Sutiaji menambahkan, Pemkot Malang juga memiliki kebijakan tes usap pada guru dan siswa secara rutin dalam kurun waktu tertentu. “Tes swab secara rutin dilakukan oleh puskesmas setempat. Jadi bertahap, dilakukan oleh puskesmas setempat,” katanya.
Di SMP Laboratorium UM misalnya, satu kelas berisi 30-an anak, dibagi menjadi kelas nomor absen ganjil dan genap. “Di luar teknis pembelajaran itu, sekolah juga aktif mengingatkan agar orang tua terus mendorong siswa taat protokol kesehatan. Pengingat itu disebarkan ke grup orang tua siswa. Di sekolah, menggunakan pengeras suara, pihak sekolah juga aktif mengarahkan siswa agar menjaga jarak terutama saat bubar sekolah. Siswa pun juga diminta langsung dijemput dan diajak pulang, agar tidak mampir ke mana-mana. Menurut saya ini sangat bagus,” kata Anang (45), orang tua siswa SMP di Kota Malang.
Novianti (41), orangtua siswa kelas 2 sebuah SMP negeri di Kota Malang beberapa kali harus bertanya dan mengingatkan pihak sekolah jika dirasa ada hal yang melanggar protokol kesehatan. “Untuk menyadarkan semua orang bahwa pandemi belum berlalu memang harus terus dilakukan. Kesannya saya jadi cerewet. Tapi mau bagaimana lagi, ini demi keselamatan bersama, karena pandemi masih mengancam,” katanya.
Sebagai orang tua siswa, Novianti sebenarnya merasa galau, apalagi saat ini mulai muncul kasus Covid hasil PTM. Namun jika ia tidak mengizinkan anaknya melakukan PTM, maka anaknya akan ketinggalan dari siswa lain.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di 1.509 Sekolah Mulai 1 Oktober
“Jika yang lain PTM, namun kita tidak PTM sendiri, maka secara psikologis si anak akan terganggu. Dahulu saat anak saya tidak masuk sekolah dan belajar dari rumah, maka anak saya yang harus aktif mencari kabar perkembangan tugas dan hal-hal lain di sekolah ke teman-temannya. Tentu ini membuat rasa tak nyaman juga jika dilakukan dalam jangka panjang. Kasihan,” kata Novianti.(SKA/HRS/DIA/JOL/ERK/AIN)