Surabaya Enggan Gegabah Segera Pembelajaran Tatap Muka
Meski situasi pandemi Covid-19 sedang menurun, Pemerintah Kota Surabaya enggan gegabah ingin segera menggelar pembelajaran tatap muka karena cakupan vaksinasi, terutama bagi pelajar, belum signifikan atau belum aman.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 (coronavirus disease 2019) di Surabaya, Jawa Timur, berada dalam kategori risiko sedang (zona oranye) sehingga memungkinkan untuk mengadakan pembelajaran tatap muka. Namun, Pemerintah Kota Surabaya enggan gegabah segera melaksanakan persekolahan dengan pertimbangan perlindungan terhadap pelajar dan menekan potensi situasi pandemi Covid-19 kembali memburuk.
”Masih ditunda karena capaian vaksinasi, terutama untuk siswa dan siswi, belum signifikan,” kata Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Jumat (27/8/2021). Di Surabaya, baru 70 sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang muridnya menerima vaksin. Jumlah itu dianggap belum ideal untuk melaksanakan persekolahan luar jaringan (offline) dengan metode kehadiran sivitasnya.
Eri tidak sepakat jika pembelajaran tatap muka sekadar bersandar pada penerapan protokol kesehatan di sekolah. Protokol itu seluruh sivitas yang hadir berpelindung diri, setidaknya bermasker, dicek suhu tubuh atau kondisi kesehatan, rutin mencuci tangan, serta jumlah kehadiran dan waktu kegiatan dibatasi.
Protokol belum menjamin keselamatan siswa dan siswi dalam perjalanan pergi dan pulang dari risiko penularan Covid-19. ”Sekecil apa pun risiko penularan perlu dihindari dan diantisipasi,” katanya.
Mengutip data laman resmi https://vaksin.kemkes.go.id/, di Surabaya, sampai dengan Jumat ini sudah tercatat 1.778.950 orang menerima vaksin dosis pertama atau setara 80,2 persen dari sasaran program ini. Warga yang sudah menerima dosis pertama dan dosis kedua atau komplet sebanyak 1.264.160 orang atau setara 57 persen dari sasaran.
Jika data itu didetailkan lagi, untuk kategori pendidik, yang sudah menerima vaksin dosis pertama dan dosis kedua sebanyak 47.511 orang atau 29,6 persen dari target Provinsi Jatim. Masyarakat kategori remaja, termasuk siswa dan siswi SD-SLTA, yang telah menerima vaksin dosis pertama dan dosis kedua baru mencapai 45.536 orang atau 10,6 persen dari target provinsi.
”Kami amat ingin mempercepat vaksinasi bagi kalangan pelajar, tetapi amat bergantung pada kesediaan Kementerian Kesehatan mengirimkan vaksin,” ujar Eri.
Kebijakan pemerintah tidak mewajibkan warga membeli seragam baru untuk anak-anaknya selama menempuh persekolahan. (Supomo)
Selain itu, aparatur di Surabaya, ibu kota Jatim, ingin mendapat masukan dari para pakar epidemiologi tentang rencana persekolahan. Meski situasi memungkinkan, jika epidemiolog menyarankan penundaan, pendapat atau saran tidak bisa diabaikan. ”Kalau epidemiolog bilang jangan dulu, ya masih ditunda karena demi keselamatan bersama,” kata Eri.
Tidak terbebani
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Supomo mengatakan, persekolahan apakah nanti tatap muka, hibrida antara dalam jaringan dan luar jaringan, atau saat ini masih online, orangtua atau wali pelajar diharapkan tidak terbebani dengan kewajiban harus menyediakan seragam.
”Kebijakan pemerintah tidak mewajibkan warga membeli seragam baru untuk anak-anaknya selama menempuh persekolahan,” kata Supomo. Bahkan, misalnya, jika ada lulusan SD dan kini berada di SMP, siswa masih bisa memakai seragam lama, tetapi atribut dicopot mengingat kegiatan masih online.
Namun, jika orangtua atau wali ingin membelikan seragam bagi anak-anak, hal itu tidak dilarang. Mereka amat disarankan mengikuti permintaan pengelola sekolah dalam hal keharusan pemakaian seragam atau tidak untuk persekolahan yang sementara ini masih dilakukan secara daring.
Menurut mantan Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya itu, Pemkot Surabaya amat terbuka menerima keluhan dari masyarakat yang merasa tertekan atau dirugikan dengan kebijakan suatu sekolah, misalnya mengharuskan pembelian seragam baru.
Seperti di SMPN 62, beberapa wali murid mulai datang ke sekolah untuk bertanya tentang seragam sekolah, terutama bagi siswa kelas VII. Koperasi sekolah menyediakan seluruh perlengkapan seragam, termasuk setelan batik, dasi, kaus kaki, topi, dan bet SMPN 62.
Jika wali murid ingin membeli seluruh seragam sekolah, yakni setelan putih biru, pramuka, batik yang masih berupa kain, baju olahraga, topi, dasi, kaus kaki dua pasang, serta tiga jilbab bagi siswa perempuan, total biayanya Rp 1,3 juta. ”Yang beli lengkap sangat jarang, karena memang semua diserahkan kepada orangtua murid. Umumnya hanya beli bet sekolah dan setelan batik,” ujar seorang petugas koperasi.
Secara terpisah, epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengingatkan agar aparatur terus mendorong percepatan vaksinasi bagi seluruh sivitas pendidikan, terutama pelajar. Vaksinasi bagi tenaga pendidikan, terutama guru, memang sudah selesai, tetapi cakupan bagi pelajar usia anak-anak masih rendah.
Windhu mengatakan, meskipun sudah menjalani vaksinasi, bukan berarti seseorang kebal terhadap serangan Covid-19. Untuk itu, risiko penularan sepatutnya dihindari dan diantisipasi. Surabaya saat ini juga belum bisa dinyatakan ”aman” untuk persekolahan karena masih berada di risiko sedang (level 3).
”Saya mengapresiasi keinginan aparatur untuk terus menekan risiko penularan, tetapi harus dibarengi dengan prinsip-prinsip antara lain tes, telusur, tindakan atau 3T yang tetap gencar, vaksinasi, dan protokol kesehatan,” kata Windhu.