Menjangkau Anak yang Tak ”Berangka” Melalui Vaksinasi Covid-19
Temuan anak-anak yang tidak memiliki nomor induk kependudukan atau NIK pada saat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memenuhi hak warga negara dalam administrasi kependudukan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Hari Minggu (18/7/2021) pagi, Dio (17) bersama puluhan anak Panti Asuhan Muhammadiyah Tanah Abang Sawangan Depok mendatangi Jakarta Convention Center, Senayan, untuk mengikuti vaksinasi Covid-19. Seperti peserta lainnya, ia diminta mengisi formulir dan kartu vaksin. Namun, saat akan mengisi kolom nomor induk kependudukan atau NIK, dia terhenti. Dio tidak punya kartu keluarga atau KK.
Ia memberi tahu hal tersebut kepada salah satu pendampingnya. ”Bu haji kaget terus bilang, kemarin disuruh kumpulin KK enggak ngumpul ya? Saya bilang, ya memang enggak ada KK, gimana ngumpulinnya?” cerita Dio, Rabu (4/8/2021) petang.
Dio yang mengaku tidak pernah tahu siapa ayah dan ibu kandungnya itu masuk panti saat dia duduk di bangku kelas II SD. Dia ingat membawa akta lahir saat masuk panti. Akta itu pernah dipakainya mendaftar lomba. Setelah lomba selesai, Dio tidak tahu lagi di mana akta kelahirannya. Panitia lomba menyebut sudah mengembalikan akta itu, tetapi Dio tidak merasa menerimanya. Hingga saat ini, Dio tidak memiliki identitas kependudukan, kecuali surat kelulusan SD dan SMP.
Meski sempat tertunda, hari itu Dio akhirnya tetap mendapatkan dosis pertama vaksin Covid-19. ”Sempat tegang dan bingung. Saya mikir, ini jadi disuntik apa enggak ya. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, alhamdulillah akhirnya saya disuntik,” ujar Dio.
Ternyata, dari beberapa penyelenggaraan vaksinasi Covid-19 untuk anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus akhir Juli terungkap, ada banyak anak yang tidak punya NIK. Misalnya, saat vaksinasi di Pantai Carnaval, Ancol, Jakarta Utara, 23-25 Juli 2021, dari 360 anak yang hadir, 32 anak di antaranya tidak memiliki NIK.
Setelah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang hadir di Ancol meminta anak-anak yang sudah hadir tetapi tidak memiliki NIK diberikan kemudahan untuk mendapatkan vaksin.
Alhasil, anak-anak yang ”tak punya angka” atau tak punya NIK dalam sistem administrasi kependudukan bisa divaksin dan selanjutnya proses pengurusan identitas akan dilakukan oleh pengasuh atau lembaga-lembaga pengasuhan anak tersebut.
”Penyelenggaraan vaksinasi anak, termasuk anak yang tidak memiliki NIK, dimaksudkan untuk menegakkan prinsip pemerataan dan keadilan pada semua anak agar bisa mendapatkan vaksinasi,” ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar.
Menteri Kesehatan lalu mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/III/15242/2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) bagi Masyarakat Rentan dan Masyarakat Lainnya yang Belum Memiliki Nomor Induk Kependudukan. Ini menjadi jawaban masalah NIK tadi.
Satu masalah teratasi, tetapi masalah yang jauh lebih besar justru muncul, yaitu ternyata banyak anak atau bahkan warga yang tidak memiliki NIK.
Terkait dokumen kependudukan, Zudan Arif Fakrulloh, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, menegaskan, tugas negara adalah memberikan perlindungan hukum kepada seluruh warga negara Indonesia (WNI) dengan memberikan dokumen kependudukan secara mudah, cepat, akurat, lengkap, dan gratis.
”Negara harus hadir sampai ke pintu rumah untuk memberikan pelayanan administrasi kependudukan. Pelayanan yang membahagiakan rakyat,” ujar Zudan.
”Administrasi kependudukan penting karena tujuannya adalah memberikan identitas penduduk, memberikan kepastian hukum, menyediakan satu data kependudukan, serta integrasi dan koneksi data kementerian/lembaga dan swasta,” tutur Zudan.
Menurut Zudan, anak telantar atau anak yang berhadapan dengan hukum dapat masuk anggota KK pengurus lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) atau lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) atau KK orang yang bersedia menjadi penanggung jawab anak tersebut.
Oleh karena itu, setiap anak, termasuk anak yang memerlukan perlindungan khusus, yakni anak telantar, anak yang berhadapan dengan hukum, dan anak di daerah tertinggal, terdepan, dan terpencil, berhak mendapatkan pelayanan administrasi kependudukan. Layanan tersebut adalah NIK, KK, akta kelahiran, kartu identitas anak (KIA) untuk anak yang belum berusia 17 tahun, dan KTP elektronik untuk anak yang sudah berusia 17 tahun.
Penyelenggaraan vaksinasi anak, termasuk anak yang tidak memiliki NIK, dimaksudkan untuk menegakkan prinsip pemerataan dan keadilan pada semua anak agar bisa mendapatkan vaksinasi.
Zudan berharap kebijakan tersebut akan mempermudah anak-anak yang membutuhkan perlindungan mendapatkan identitas kependudukan. Ia bahkan meminta jika mengalami kesulitan di lapangan, bisa mengakses media sosial yang dimilikinya supaya tidak ada dinas di daerah yang mempersulit proses pengurusannya.
Jasra Putra, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menuturkan, jangan sampai semangat anak yang luar biasa untuk divaksin menjadi kendur hanya karena masalah administrasi kependudukan yang belum dimiliki.
”Tentu kami mengapresiasi langkah pemerintah dan masyarakat yang sudah melonggarkan syarat administrasi untuk vaksin anak yang tidak memiliki NIK dengan syarat cukup keterangan lembaga di mana anak diasuh atau nomor telepon genggam anak atau pengasuh,” ujar Jasra.
Namun, ke depan, Jasra berharap problem yang dihadapi oleh anak-anak yang tidak ”berangka” atau tidak memiliki NIK harus segera diselesaikan demi memenuhi hak-hak. Ia pun merekomendasikan petugas kependudukan dan catatan sipil di semua daerah proaktif jemput bola mendatangi tempat-tempat vaksinasi anak untuk mengidentifikasi anak yang tidak ”berangka” atau belum memiliki NIK. ”Dengan begitu, persoalan jangka pendek dan panjang anak-anak ini bisa terkoneksi dengan skema program pemerintah,” ujarnya.