Selama Pembelajaran Tatap Muka Terbatas, Sekolah Bisa Dibuka-Tutup
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas tetap mengacu pada situasi pandemi Covid-19 wilayah setempat. Sekolah bisa saja kembali ditutup jika kasus Covid-19 meningkat.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaraan pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas di tahun ajaran baru 2021/2022 akan berlangsung secara dinamis. Artinya, pembelajaran di sekolah mengikuti situasi dan kondisi pandemi Covid-19 di setiap wilayah. Karena itu, sekolah pun bisa dibuka dan ditutup sewaktu-waktu demi mengutamakan kesehatan dan keselamatan bersama.
”Jangan dibayangkan semua siswa dan semua sekolah di Indonesia berbondong-bondong ke sekolah seperti saat sebelum pandemi Covid-19,” kata Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Jumeri, Selasa (8/6/2021).
Ia menambahkan, "Namanya PTM terbatas, ya, diatur sedemikian rupa. Di setiap sekolah saja kapasitas maksimal 50 persen dan bergantung juga pada situasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro di wilayah sekitar sekolah".
Jumeri menambahkan, di tahun ajaran baru nanti sekolah sudah harus menyediakan opsi PTM di samping pembelajaran jarak jauh (PJJ). Namun, ketika PTM dilakukan pun, kondisinya tidak normal seperti pada masa lalu.
"Materi pembelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka diutamakan yang esensial dan dibutuhkan peserta didik," ucap dia, dalam acara Bincang Pendidikan Interaktif bertajuk ”Kebijakan PTM Terbatas dan Percepatan Vaksinasi bagi Guru dan Tenaga Kependidikan”, di Jakarta.
”Intinya, di tahun ajaran baru nanti ada opsi PTM ataupun PJJ. Kalau orangtua belum mantap mengizinkan anak ke sekolah, tetap bisa belajar di rumah dengan layanan PJJ dari sekolah. Artinya, sekolah wajib menyediakan dua pilihan, PTM atau PJJ yang tetap berbasis pada PPKM mikro yang ditetapkan dan mengikuti dinamika di masyarakat,” ujar Jumeri.
Para guru jangan ragu untuk divaksin, ini kesempatan baik untuk kesehatan diri dan orang lain di masa pandemi.
Jumeri menekankan di masa uji coba PTM terbatas nanti penting untuk disiapkan mental dan karakter semua warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa, hingga orangtua untuk bersama-sama membangun budaya baru di era normal baru. Di masa PTM terbatas, sekolah bisa buka-tutup. Karena itu, budaya bersama untuk waspada dan bergotong royong memastikan protokol dan kesehatan dipatuhi semua pihak.
Dari evaluasi adanya kluster sekolah, ujar Jumeri, secara umum terjadi karena ketidakpatuhan pada protokol kesehatan. Misalnya, ada warga sekolah yang sakit, tidak boleh memaksakan diri masuk. Kemudian, siswa yang baru saja dari luar daerah jangan langsung ke sekolah.
Sampai saat ini, sekitar 60 persen sekolah menyatakan kesiapan PTM terbatas. Kemdikbudristek terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mendorong semakin banyak sekolah dan daerah yang siap menyelenggarakan PTM terbatas.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, pemberian vaksin tahap kedua saat ini menyasar petugas pelayanan publik, seperti guru dan tenaga kependidikan, juga warga lansia.
Persediaan vaksin pada Maret-April, kata Maxi memang minim. Namun, jumlahnya sudah mulai meningkat pada Mei. Karena itu, vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan kembali digencarkan. Bahkan, pemerintah menggandeng TNI-Polri agar menyasar petugas pelayanan publik lebih masif.
”Harapannya, Juni ini 80 persen guru dan tenaga kependidikan sudah bisa divaksin tahap pertama dan kedua. Para guru jangan ragu untuk divaksin, ini kesempatan baik untuk kesehatan diri dan orang lain di masa pandemi,” kata Maxi.
Maxi mengatakan, sasaran pendidik dan tenaga kependidikan sekitar 5,6 juta orang. Hingga akhir Mei, 1.573.340 orang sudah menerima dosis pertama dan sekitar 980.000 orang sudah mendapat dosis kedua. Cakupan masih berkisar 30 persen. Untuk itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran kepada daerah agar tetap memprioritaskan guru dan tenaga kependidikan.