Jumlah pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah mendapat vaksin Covid-19 baru berkisar 28 persen, yakni 1,5 juta dari total 5,6 juta pendidik dan tenaga kependidikan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU/SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru sebagai garda terdepan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah masih dihantui kecemasan melaksanakan kebijakan pembelajaran tatap muka pada Juli nanti. Kecemasan ini akibat dari proses vaksinasi guru dan tenaga kependidikan yang tidak berlangsung cepat seperti dijanjikan pemerintah.
Berbagai organisasi guru seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Perkumpulan Pendidik dan Guru Indonesia (P2G), dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) menyampaikan persiapan mereka menjalankan kebijakan pemerintah untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) maupun pembelajaran jarak jauh dalam acara Ngobrol Pintar Seputar Kebijakan Edukasi (Ngopi Seksi) yang digelar Vox Populi Institute Indonesia dan NU Circle, Minggu (6/6/2021). Mereka mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta dinas-dinas pendidikan di daerah agar tidak memaksakan PTM secara masif dan tetap mengacu kepada kajian dari para ahli pandemi.
Dari rapat kerja Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim bersama Komisi X DPR, Senin (31/5/2021), dilaporkan, dari 190.882 sekolah yang melaporkan PTM dan pembelajaran jarak jauh (PJJ), sebanyak 21 persen sudah melaksanakan PTM terbatas. Kendala terbesar menjalankan PTM karena sekitar 65 persen pemda/satgas Covid-19 daerah belum mengizinkan. Adapun pendidik dan tenaga kependidikan yang sudah mendapat vaksin baru berkisar 28 persen, yakni 1,5 juta dari total 5,6 juta pendidik dan tenaga kependidikan.
”Guru paham bahwa ada ancaman learning loss yang besar. Namun, ironinya vaksinasi guru di daerah berjalan lamban untuk mengejar PTM. Kami mendesak agar vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan dipercepat,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
Guru paham bahwa ada ancaman learning loss yang besar. Namun, ironinya vaksinasi guru di daerah berjalan lamban untuk mengejar PTM. Kami mendesak agar vaksinasi untuk guru dan tenaga kependidikan dipercepat. (Iman Zanatul Haeri)
Menurut Iman, dari dashboard atau daftar periksa yang dibuat Kemendikbud Ristek, baru 54,51 persen sekolah yang sudah mengisi. Guru yang sudah divaksin sekitar 900.000 orang. Pengawasan bagi sekolah yang layak harus tetap dijalankan supaya memenuhi protokol kesehatan yang ditetapkan.
”Kami minta PTM jangan serentak (digelar) di semua sekolah. Di zona hijau saja tidak ada jaminan tidak terjadi penyebaran. Kami minta guru juga punya pilihan untuk mengajar PTM atau PJJ,” kata Iman.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar PGRI Dudung Abdul Qodir mengatakan, PGRI membuat survei pada guru yang hasilnya sebanyak 78 persen guru bersedia PTM, 20 persen tidak ingin tatap muka, dan sisanya tidak tahu. Organisasi guru bergerak untuk meningkatkan kapasitas guru agar siap menjalankan PTM ataupun PJJ.
”Yang menolak bukan tidak baik. Yang penting Mendikbud Ristek dan jajarannya mampu merangkul semua pihak, terutama organisasi guru, untuk mencari solusi terbaik dalam menyukseskan kebijakan PTM. Jangan selalu mengeluarkan kebijakan tanpa terlebih dahulu mengajak diskusi para pelaku pendidikan di lapangan,” ujar Dudung.
Sementara itu, Sekretaris Bidang Literasi Pengurus Pusat IGI Arifah Suryaningsih mengatakan, para guru sebenarnya bergerak cepat beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19 untuk memastikan pembelajaran tetap berjalan. ”Guru harus selalu siap menjalankan kebijakan. Namun, kondisi sekarang, kan, awam bagi guru bagaimana memastikan keselamatan tetap yang utama. Ketika guru terpanggil melakukan pendidikan, tetapi vaksinasi berjalan lamban, wajar jika ada kekhawatiran,” ujar Arifah.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Ristek Iwan Syahril mengatakan, sudah ada panduan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 yang bisa jadi pegangan bagi sekolah, guru, pemda, dan masyarakat. Panduan ini merupakan alat bantu untuk menjalankan pembelajaran di masa pandemi. Mereka bisa mengonteksualkan panduan sesuai kondisi daerah dan sekolah.
Selain memastikan protokol kesehatan secara ketat dijalankan, para guru dibekali panduan untuk merancang sistem PTM terbatas dengan meningkatkan pembelajaran yang kreatif, aktif, dan menyenangkan.
Menurut Iwan, gurulah yang memahami kesiapan kognitif dan psikososial siswa untuk pembelajaran. Guru juga diyakinkan untuk tidak menargetkan penuntasan kurikulum, tetapi fokus pada hal-hal esensial. Selain itu, sekolah bisa fleksibel menjalankan kurikulum sesuai kondisi di lapangan.
Tidak diseragamkan
Dalam rekomendasi terkait pengawasan uji coba PTM terbatas periode Januari-Mei 2021, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, kebijakan pembukaan PTM di Indonesia tidak bisa diseragamkan. KPAI mendukung pemerintah daerah yang membuka sekolah tatap muka di pulau-pulau kecil atau wilayah-wilayah pelosok dengan kasus Covid-19 nol atau positivity rate di bawah 5 persen, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan siswa yang masuk hanya 50 persen, terutama di daerah yang memiliki kendala besar PJJ daring.
”Jangan membuka pembelajaran tatap muka di sekolah/madrasah hanya dengan pertimbangan gurunya sudah divaksin,” ujar Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati.
KPAI juga mendorong pemerintah daerah melibatkan ahli penyakit menular dan Ikatan Dokter Anak Indonesia di daerahnya untuk meminta pertimbangan saat hendak membuka madrasah/sekolah tatap muka, Juli 2021. Jika positivity rate di atas 10 persen, sebaiknya pemda menunda pembelajaran tatap muka.