Peringatan Hari Lahir Pancasila menjadi pengingat bersama untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, salah satunya dengan menerima dan mensyukuri keberagaman.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pancasila hadir untuk menjadi titik temu atau kalimatunsawa. Pancasila menjadi jembatan bagi segala perbedaan, baik perbedaan suku bangsa, agama, maupun kepercayaan, yang ada di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika mengucapkan selamat memperingati Hari Lahir Pancasila lewat akun Twitter, Selasa (1/6/2021). Sebelumnya, Wapres menghadiri upacara peringatan Hari Lahir Pancasila melalui konferensi video dari kediaman resmi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Dalam kesempatan sama, Presiden Joko Widodo mengatakan, peringatan Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni harus benar-benar dimanfaatkan untuk mengokohkan nilai-nilai Pancasila dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Walaupun Pancasila telah menyatu dalam kehidupan kita sepanjang Republik Indonesia berdiri, tantangan yang dihadapi Pancasila tidaklah semakin ringan.
Komitmen menjaga
Komitmen untuk menjaga nilai-nilai Pancasila disampaikan berbagai kelompok penghayat Kepercayaan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip itu mereka pegang walaupun para penghayat kepercayaan sampai sekarang masih rentan terhadap diskriminasi.
Tokoh Sedulur Sikep di Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Gunretno, mengatakan, apa yang tertuang dalam Pancasila sebagai dasar negara dinilai sejalan dengan ajaran Samin Surosentiko yang kini masih diterapkan oleh para pengikutnya yang disebut Sedulur Sikep. Nilai-nilai yang diajarkan Mbah Samin, seperti kejujuran dan persaudaraan (kerukunan), berkaitan erat dengan Pancasila.
Kendati Sedulur Sikep di Pati tidak sekolah formal, nilai-nilai dalam Pancasila mereka pegang dan mereka jalani. Nilai-nilai tersebut telah mereka lakoni sejak lama.
Ojo nglakoni drengki, srei, panasten, dahwen, kemeren, bedhog colong pethil jumput (Tidak dengki, serakah, panas hati, ingin tahu urusan orang lain, iri hati, mencuri). Itu ya Pancasila. Pancasila sendiri, kalau diterapkan betul, ya negara pasti tenteram. (Gunretno)
”Ojo nglakoni drengki, srei, panasten, dahwen, kemeren, bedhog colong pethil jumput (Tidak dengki, serakah, panas hati, ingin tahu urusan orang lain, iri hati, mencuri). Itu ya Pancasila. Pancasila sendiri, kalau diterapkan betul, ya negara pasti tenteram,” kata Gunretno.
Menurut Ketua Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) Pusat Naen Soeryono, penghayat Sapta Darma juga didorong aktif berkontribusi di lingkungan sosial. Penghayat dinilai harus berperan menciptakan toleransi di masyarakat.
”Para penghayat punya prinsip bahwa di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Jiwa dan negara kami untuk negara. Sebab, kami makan, menghirup udara, dan minum di negara ini,” katanya.
Ini sesuai dengan Wewarah Tujuh yang merupakan pedoman penghayat Sapta Darma. Dalam Wewarah Tujuh, penghayat diajarkan untuk berbakti kepada negara dan patuh kepada hukum. Ajaran Sapta Darma juga mendorong penghayatnya menolong siapa pun tanpa pamrih.
Di Cirebon, Jawa Barat, sebanyak 13 anak muda Islam dan Kristen bermunajat menggelar doa lintas iman daring yang digelar Inspiration House, komunitas yang bergerak di bidang pendidikan dan toleransi. Mereka berdoa untuk Hari Kelahiran Pancasila, kesejahteraan dan persatuan bangsa, hingga harapan agar pandemi Covid-19 segera berakhir.
”Tuhan, seandainya seluruh warga mengamalkan Pancasila, hamba yakin intoleransi tidak ada di Indonesia. Damai itu indah, maka damaikanlah negeri ini,” kata Eka Wulan Yunita (21), koordinator doa lintas iman itu.
Bagi Eka, doa lintas iman merupakan wujud pengamalan Pancasila. ”Ini penting untuk persatuan agar tidak ada intoleransi yang membeda-bedakan latar belakang orang lain,” ungkapnya.
Upaya merawat toleransi juga dilakukan Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang bergerak pada isu keindonesiaan, kemanusiaan, dan keadilan di wilayah Cirebon. Salah satunya, program pendampingan pemuda desa untuk mencegah radikalisme.
Direktur Fahmina Institute Rosidin mengatakan, pendampingan dilakukan di 14 desa yang disinyalir rawan radikalisme sejak 2018. Dalam tujuh tahun terakhir, sebanyak 46 warga di Cirebon dan sekitarnya ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror.
”Pemerintah seolah-olah tidak punya strategi serius mengatasi radikalisme, termasuk bagaimana mengintegrasikan pelaku teroris yang sudah bebas dari penjara ke masyarakat,” ujarnya.
Melihat fenomena tersebut, pihaknya melatih pemuda setempat untuk mengidentifikasi gerakan radikalisme hingga membuat kegiatan yang mengedepankan keberagaman. Potensi radikalisme salah satunya terlihat ketika ada masyarakat yang menolak acara 17 Agustusan dalam rangka HUT RI.
Devi Farida (21), warga Pabuaran, merasakan perubahan paradigma setelah mengikuti program Fahmina Institute. Sebelumnya, ia menghakimi orang Islam yang masuk gereja untuk silaturahmi sebagai murtad. ”Saya juga termakan hoaks kalau orang non-Muslim, China, mau menguasai Indonesia,” katanya.
Pemahamannya berbalik ketika menjalani Sekolah Cinta Perdamaian (Setaman) 2016, program Fahmina. Ia pun lebih mengenal orang berbeda agama. Pemikirannya juga lebih terbuka setelah bergabung dengan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Pabuaran.
Pelanggaran
Menurut catatan Setara Institute, pada 2007-2018 terjadi 2.400 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Tiga daerah dengan peristiwa terbanyak adalah Jawa Barat (269), Jawa Timur (270), dan DKI Jakarta (291).
Pada 2019, terjadi 200 peristiwa pelanggaran KBB dengan 327 tindakan. Pada 2020, ada 180 peristiwa pelanggaran KBB dengan 422 tindakan.
”Ini perlu ditangani secara komprehensif. Pemerintah punya peran besar di sini, begitu pula tokoh masyarakat dan tokoh agama,” ucap Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan.
Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengatakan, Pancasila belum menjadi habituasi masyarakat sehingga masih ada pihak yang kerap menghakimi orang dengan keyakinan berbeda. Ini mengapa internalisasi nilai Pancasila penting ditanamkan sejak dini. (WKM/CAS/SKA/DIT/ELN/ITA/IKI/PDS/IDO/DIA/REN/IDO/GIO)