Pelatihan Kompetensi Mesti Menjawab Kebutuhan Guru
Pelatihan kepada peserta program Guru Penggerak angkatan kedua mulai berjalan. Kelompok profesi guru berharap pemerintah tidak mengabaikan upaya peningkatan kapasitas guru yang berkeadilan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembekalan peningkatan kapasitas guru dalam program Guru Penggerak mesti berpusat pada kebutuhan kompetensi pendidik sehingga pelatihan berjalan secara berkeadilan.
Direktur Pendidikan Profesi dan Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Praptono menyampaikan, untuk program Guru Penggerak Angkatan Kedua, pelatihan dan pendampingan mulai berjalan Selasa (13/4/2021) hingga sembilan bulan mendatang.
Untuk angkatan kedua, pendaftar program Guru Penggerak mencapai 19.700 orang dan lolos seleksi 2.800 guru. Pendaftar pengajar tercatat 9.356 orang dan lolos seleksi 576 orang. Dari 971 pendaftar fasilitator, 232 orang dinyatakan lolos seleksi.
”Empat pilar pelatihan pada program Guru Penggerak meliputi kepemimpinan, pembelajaran terdiferensiasi, praktik, dan sosial emosional. Selama sembilan bulan, para peserta guru akan didampingi pengajar dan fasilitator,” ujar Praptono.
Selain angkatan kedua, sebanyak 340 guru peserta program angkatan pertama ikut pelatihan sampai sembilan bulan mendatang.
Praptono menyebut bahwa beberapa pusat pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan (P4TK) akan diterjunkan melatih, seperti P4TK Matematika.
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan, program Guru Penggerak bertujuan mendidik guru peserta memiliki cara berpikir untuk terus bertumbuh. Guru diharapkan selalu memberikan pembelajaran yang terpusat pada kebutuhan siswa.
Dari hasil pemantauan, guru peserta program angkatan pertama menunjukkan perubahan. Misalnya, guru menjadi lebih berani berdiskusi, membuka diri, dan mengambil tindakan untuk kepentingan siswa bersama guru lain.
Bank Dunia melalui laporan ”Janji Pendidikan di Indonesia” (2020) menyebutkan, 421 lembaga pendidikan guru di Indonesia menghasilkan lebih dari tiga kali lipat jumlah calon guru yang dibutuhkan oleh sistem pelayanan publik. Dengan jumlah calon guru yang sangat besar, yakni 300.000 orang pada tahun 2017, sebagian besar tidak memenuhi syarat. Yang sangat mengkhawatirkan, sangat sedikit calon guru yang mencapai skor tinggi pada tes Programme for International Student Assessment (PISA).
Laporan itu merekomendasikan agar siswa mendapatkan pembelajaran yang berkualitas dan proses pengajaran yang efektif. Guru yang terlatih dan memiliki motivasi merupakan unsur paling mendasar dalam pembelajaran.
Untuk meningkatkan kualitas guru, laporan itu menyarankan agar Pemerintah Indonesia lebih efektif mendampingi para pengajar, baik sebelum mereka mengajar maupun sepanjang karier mereka. Hanya dengan kualitas pengajaran yang terus meningkat, siswa akan memperoleh fondasi pembelajaran.
”Orientasi sistem pendidikan calon guru perlu diubah dari aspek kuantitas ke aspek kualitas lulusan guru,” tulis Bank Dunia dalam laporan itu.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim saat dihubungi secara terpisah berpendapat, laporan Bank Dunia itu bisa menjadi salah satu pertimbangan. Realitasnya, kebanyakan guru butuh perhatian dari pemerintah. Baik dari aspek pedagogik maupun pedagogi, guru sama-sama membutuhkan.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan atau keterampilan guru yang bisa mengelola suatu proses pembelajaran atau interaksi belajar-mengajar dengan peserta didik. Sementara pedagogi merujuk pada strategi dan media pembelajaran.
”Apabila pemerintah menginginkan perbaikan kompetensi guru, pelatihan semestinya berkeadilan. Artinya, pelatihan yang menyasar guru-guru yang kompetensi pedagogik dan pedagoginya rendah,” ujarnya.
Model peningkatan kapasitas guru yang kini dijalankan, seperti program Guru Penggerak, memiliki semangat yang bagus. Apalagi, durasi waktu pelatihan mencapai sembilan bulan. Hanya saja, Satriwan menyayangkan, kepesertaan program itu harus melalui seleksi. Dengan model seleksi, dia menyangsikan pemerintah memetakan kebutuhan sesungguhnya guru.
”Peserta program Guru Penggerak mesti menularkan kepada guru lain. Strategi ini perlu diawasi. Penentuan efektif tidaknya program juga perlu dipertanyakan kepada pemerintah, apakah penilaiannya oleh pemerintah atau dari pihak eksternal?” kata Satriwan.