Sosialisasi dan Pelatihan Kepada Guru Tidak Tuntas
Sosialisasi kurikulum nasional kepada guru dinilai tidak optimal. Akibatnya, hingga sekarang masih ada guru yang menyampaikan pembelajaran belum sesuai kurikulum.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Desain kurikulum nasional telah mempertimbangkan standar kompetensi lulusan yang ingin dicapai. Namun, sosialisasi dan pelatihan konten kurikulum kepada guru tidak berjalan optimal.
Guru Besar Tetap Universitas Pendidikan Indonesia , Hamid Hasan, mengatakan, saat Kurikulum 1975 diberlakukan, implementasi kurikulum di satuan pendidikan tidak sesuai dengan desain. Kejadian itu kembali terulang ketika Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 diluncurkan. Dia menduga, salah satu penyebabnya adalah pihak yang diminta mensosialisasikan kurikulum bukan berasal dari bagian perancang.
Berdasarkan pengalamannya ikut mengembangkan Kurikulum 2013, ada tim inti, tim pengarah, dan tim narasumber. Jajaran direktorat jenderal di pemerintahan masuk dalam tim narasumber. Pihak yang semestinya melatih guru adalah tim inti.
"Persoalan sampai sekarang adalah implementasi, bukan gagasan ataupun desain kurikulum. Pelatih di lapangan bukan orang-orang yang paham desain kurikulum," ujar Hamid saat menghadiri webinar "Mengintip Penyederhanaan/Perubahan Kurikulum", Minggu (28/2/2021), di Jakarta.
Akibat persoalan itu, hingga kini kebanyakan aktivitas pembelajaran hanya memberikan informasi kepada siswa. Padahal, desain kurikulum nasional, bahkan sejak Kurikulum 1975, telah berisi konten yang mengarahkan pembentukan taksonomi kompetensi anak.
"Masih banyak pula guru memaknai kompetensi dasar atau KD yang tertuang dalam Kurikulum 2013 sebatas pokok bahasan. Padahal, KD yang sebenarnya merupakan kumpulan materi keterampilan psikomotorik dan pengetahuan yang harus dicapai siswa," kata Hamid.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menceritakan, di antara kelompok sekolah swasta masih ada yang baru memakai Kurikulum 2013. Apabila pemerintah berencana mengubah Kurikulum 2013, pemerintah perlu mengevaluasi implementasinya lebih dulu.
Dia mengatakan, Kurikulum 2013 pernah mengalami revisi pada 2016. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 yang diperbaharui menjadi PP No 13/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan masih berlaku. PP ini menjadi rujukan pelaksanaan kurikulum nasional. Target yang ingin dicapai adalah generasi emas Indonesia untuk 2045.
"Kelompok guru tidak alergi terhadap perubahan kurikulum. Namun perubahan perlu dikomunikasikan dengan baik, mulai dari penyusunan sampai diseminasi kepada guru," kata Satriwan.
Kondisi sekolah
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Dudung Abdul Qodir menilai, guru biasanya hanya bisa menerima dari hasil pelatihan. Arahan pemerintah langsung dilakukan guru. "Apabila ada substansi kurikulum yang terlewat dipraktikkan ke siswa, persoalannya seringkali bukan pada desain tapi penyampaian pada guru," ujarnya.
Kelompok guru tidak alergi terhadap perubahan kurikulum. Namun perubahan perlu dikomunikasikan dengan baik, mulai dari penyusunan sampai diseminasi kepada guru.
Selain penyampaian, persoalan 5implementasi kurikulum nasional yang tak maksimal dipengaruhi kondisi fisik sekolah. Ada 45 persen sekolah dasar, 55 persen sekolah menengah pertama, dan 85 persen sekolah menengah atas belum memenuhi standar sarana prasarana.
Ketua Umum Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Ki Saur Panjaitan XIII menambahkan, kondisi sekolah swasta di Indonesia umumnya terdiri dari tiga kelompok. Pertama, sekolah swasta yang memiliki kualitas di atas sekolah negeri. Kedua, sekolah swasta yang mempunyai mutu sejajar dengan sekolah negeri. Ketiga, sekolah swasta dengan mutu di bawah sekolah negeri.
Berdasarkan pengalamannya, diseminasi konten kurikulum nasional ke sekolah swasta umumnya terlambat, terutama sekolah swasta berskala kecil. Pelatihan kurikulum kepada guru-guru pun lambat. "Suasana di lapangan terkesan ada dikotomi antara sekolah negeri dan swasta," tutur Ki Saur.
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya, Ferdiansyah, mengklaim, dalam beberapa kesempatan, Komisi X DPR menyarankan kepada pemerintah agar perubahan kebijakan pendidikan tidak menjadikan guru sebagai percobaan. Proses perumusan kebijakan perlu selalu melibatkan kelompok profesi guru.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengatakan akan menyederhanakan Kurikulum 2013. Kemdikbud bahkan telah mengusulkan anggaran kurikulum bersamaan dengan asesmen kompetensi minimum (Kompas, 28/10/2020).
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud Maman Fathurrohman saat dihubungi Minggu (28/2/2021) malam untuk dikonfirmasi mengenai evaluasi pelaksanaan Kurikulum 2013, menyatakan, sudah ada tim untuk mengevaluasi kurikulum.