Bioskop masih dianggap sebagai saluran pendistribusian film yang penting bagi sineas nasional. Namun, di tengah pandemi Covid-19, jumlah penonton film di bioskop justru turun drastis.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rumor bioskop sebagai tempat rawan penyebaran Covid-19 mengkhawatirkan sineas film nasional. Meski mereka mulai beradaptasi dengan cara distribusi yang relevan dengan situasi pandemi, bioskop masih tetap dianggap sebagai saluran pemutaran film yang penting.
Sutradara Riri Reza mengatakan, pelaku industri film nasional sepakat industri harus tetap berjalan di tengah masih berlangsungnya pandemi Covid-19. Aplikasi internet (over the top/OTT) dimanfaatkan sebagai jalan keluar pendistribusi film, meskipun harus diakui belum mampu meraih pencapaian pengembalian nilai ekonomi yang tinggi seperti sebelumnya. Sebab, produksi film biasa dijalankan secara padat modal dan padat karya.
Wacana bioskop kembali buka, kata dia, bukan hal baru. Di beberapa kota, sejumlah bioskop bahkan sudah buka. Sebagai sineas, ia menyambut positif hal ini.
Pekerjaan rumah pelaku industri film sekarang adalah mengajak masyarakat percaya bahwa datang dan menonton film di bioskop itu aman. Rata-rata pengelola bioskop juga sudah mengimplementasikan disiplin protokol kesehatan yang sangat ketat. Apalagi, sejauh ini, belum ada informasi ataupun berita bahwa orang tertular Covid-19 di dalam bioskop.
”Di luar itu, kondisi sekarang (pandemi Covid-19) menuntut pelaku industri beradaptasi. Proyek diproduksi dengan skala lebih kecil, tetapi cerita dikemas tetap atau malah semakin bagus dan mendalam,” ujar Riri di sela-sela menghadiri taklimat media menyongsong Hari Film Nasional (HFN) 2021, Jumat (19/3/2021), di Jakarta.
Riri mengatakan, inisiatif-inisiatif baru perfilman juga lahir selama pandemi Covid-19. Dia mencontohkan Indonesiana Film, sebuah program lokakarya pengembangan penulisan skenario dan produksi film. Program ini difasilitasi oleh pemerintah.
Belajar dari pengalaman almarhum Usmar Ismail yang memproduksi film pasca-kemerdekaan. Di dunia, kala itu, sedang terjadi mengalami arus industri film dari negara-negara, termasuk film-film buatan Hollywood. Meski demikian, Usmar Ismail tetap semangat berkarya. Film-film yang dibuat tetap memikirkan target pasar dan mempunyai pesan mendalam.
”Film Tiga Dara menampilkan pesan feminis. Lalu, Film Usmar Ismail berjudul Djam Malam membicarakan orang yang gagal dalam interaksi sosialnya,” ujar Riri mencontohkan.
Sebelumnya, para pelaku industri film yang terdiri dari produser film, sutradara, aktor, pemilik bioskop, pengurus asosiasi, serta Badan Perfilman Indonesia (BPI) mengajukan lima permintaan kepada pemerintah. Permintaan pertama adalah stimulus untuk distribusi film melalui dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan mekanisme yang transparan. Kedua, kampanye ”Kembali Menonton di Bioskop” yang berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Satuan Tugas Covid-19 guna menghilangkan stigma negatif menonton bioskop di kala pandemi.
Permintaan ketiga adalah keringan pajak hiburan atas bisnis film Indonesia. Keempat, pemerintah mempunyai langkah cepat, nyata, dan tegas memberantas pembajakan film. Kelima, percepatan vaksinasi bagi pekerja industri film.
Kelima permintaan pelaku industri film tersebut diunggah melalui akun media sosial secara serentak pada 5 Maret 2021. Permintaan itu disertai dengan klaim bahwa perfilman Indonesia adalah industri yang menyerap lebih dari 50.000 tenaga kerja dan terdiri atas lebih dari 2.500 jumlah usaha pada 2019.
Bioskop berkontribusi 90 persen terhadap keseluruhan sumber pendapatan distribusi film Indonesia. Hingga saat ini masih terdapat lebih dari 50 persen lokasi bioskop di Tanah Air yang belum diizinkan untuk beroperasi kembali.
Empat hari kemudian, yakni 9 Maret 2021, Presiden Joko Widodo memberikan respons. Presiden menyatakan akan segera berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk menyusun paket stimulus dan vaksinasi untuk menanggulangi dampak Covid-19. Saat bersamaan, pemerintah berkomitmen terus berkomunikasi dengan pelaku industri.
Wakil Ketua Umum BPI Dewi Umaya mengatakan, hal yang mengkhawatirkan adalah rumor atau kampanye negatif yang menyatakan bahwa bioskop sebagai tempat rawan penyebaran Covid-19. Padahal, hingga sekarang belum ada bukti ilmiah yang membuktikan dugaan tersebut. Beberapa bioskop yang mulai buka terdampak dan bisa berefek lanjutan ke proses produksi.
”Kami berharap, pemerintah daerah ikut mendukung menangkis rumor itu sembari vaksinasi kepada pelaku industri film sedang berjalan,” katanya.
Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Febri menyebutkan, selama tahun 2020, jumlah film lolos sensor mencapai 39.863 judul. Jumlah ini naik dibandingkan setahun sebelumnya, yaitu 37.800 judul.
Meski demikian, pemutaran di bioskop tidak sebanyak itu. Film Indonesia yang lulus sensor dan diputar di bioskop selama tahun 2020 hanya 68 dan film asing 128 judul.
”Kondisi itu bukan berarti isi film tidak bagus, melainkan karena warga takut datang ke bioskop. Produksi film tetap jalan dengan protokol kesehatan ketat. Artinya, situasi ini perlu jadi perhatian pemerintah agar bersama-sama mencari jalan keluar, seperti insentif kepada industri,” ujar Rommy.
Di luar itu, dia berpendapat model bisnis perfilman mesti mencari cara-cara relevan agar bisa beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19 berkepanjangan. Model bisnis yang dia maksud sudah termasuk standar pendistribusian film.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ahmad Mahendra menyebut HFN merupakan hari bersejarah yang diperingati oleh seluruh masyarakat, yang dapat mendorong lahirnya film-film dengan nilai pendidikan dan budaya yang beragam.
Peringatan HFN 2021 juga menjadi momentum masyarakat Indonesia untuk bersama kembali ke bioskop sebagai apresiasi atas karya anak bangsa tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
”Kami membantu memfasilitasi promo atau ajakan menonton film nasional di bioskop. Kami pun mendistribusikan lebih dari 100 judul film nasional untuk ditayangkan pada program Belajar dari Rumah di TVRI. Di antara judul film itu adalah buatan almarhum Usmar Ismail,” kata Mahendra.
HFN diperingati setiap 30 Maret. Penetapan 30 Maret sebagai HFN berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999. Tanggal ini mengacu pada hari pertama dimulainya shooting film Darah dan Doa, yaitu 30 Maret 1950, garapan sutradara Usmar Ismail. Peringatan HFN tahun 2021 ini, bersamaan dengan momentum 100 tahun kelahiran Usmar Ismail.
Serangkaian kegiatan mengenang 100 tahun kelahiran Usmar Ismail diselenggarakan baik secara daring maupun luring akan diinisiasi oleh insan perfilman dan didukung oleh pemerintah. Misalnya, pameran arsip dan kekaryaan Usmar Ismail di Bukittinggi, Sumatera Barat.