Pemerintah Lanjutkan Bantuan Kuota Data Internet
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana melanjutkan program bantuan kuota data internet untuk menunjang pembelajaran.
JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan belajar-mengajar pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 diperkirakan tetap diwarnai model pembelajaran jarak jauh, tatap muka, dan campuran. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana melanjutkan program bantuan kuota data internet untuk menunjang pembelajaran.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Na’im dalam ”Taklimat Media Awal Tahun 2021”, Selasa (5/1/2021), di Jakarta, mengatakan, hasil evaluasi pelaksanaan program bantuan kuota data internet September-Desember 2020 cukup positif. Penerima bantuan yang disurvei oleh pihak ketiga mitra Kemendikbud juga menyatakan program subsidi itu bermanfaat.
”Untuk tahun 2021, program bantuan kuota data akan dilanjutkan, tetapi cara yang akan ditempuh lebih baik. Kami juga akan memasukkan penanganan Covid-19 yang semakin baik,” katanya.
Sebelumnya, pada program bantuan data kuota internet September-Desember 2020, untuk siswa jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), mereka mendapatkan 20 gigabyte (GB) per bulan, terdiri dari 5 GB kuota umum dan 15 GB kuota belajar. Peserta didik sekolah dasar dan menengah menerima 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB. Lalu, mahasiswa dan dosen memperoleh 50 GB per bulan berupa 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar. Adapun guru PAUD, sekolah dasar, dan sekolah menengah menerima 42 GB per bulan. Kuota tersebut terdiri dari 5 GB kuota umum 37 GB kuota belajar.
Pemimpin satuan pendidikan jenjang PAUD, sekolah dasar, dan sekolah menengah wajib mengunggah surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) di laman verifikasi validasi, sedangkan pendidikan tinggi di laman kuota internet. Operator telekomunikasi seluler akan mengisi kuota data internet ke nomor ponsel yang aktif dan telah dipertanggungjawabkan dalam SPTJM sesuai dengan jadwal penyaluran (Kompas, 22/9/2020).
Baca juga : Masih Ada Persoalan Penyaluran Bantuan Kuota Internet
Serapan kurang
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim saat dihubungi terpisah mengatakan, pihaknya pernah mengusulkan agar bantuan kuota data internet dilanjutkan pada 2021. Akan tetapi, catatan ketidakoptimalan penyerapan anggaran bantuan selama empat bulan lalu mesti dijadikan solusi.
Dari total 59 juta peserta didik, guru, dan dosen yang berhak menerima, bantuan akhirnya hanya tersalurkan kepada 35,5 juta orang. Padahal, pemerintah telah menyediakan total anggaran untuk 59 juta orang target penerima sebesar Rp 7,2 triliun.
”Jika program itu akan dilanjutkan, pemerintah benar-benar perlu serius mengelola pendataan target penerima, termasuk berkoordinasi dengan dinas pendidikan dan satuan pendidikan,” ujarnya.
Lebih jauh, menurut Satriwan, bantuan kuota data internet tidak bisa dipukul rata atau dengan kata lain semua peserta didik, guru, dan dosen menerima. Pemerintah perlu membuat kategori penerima yang tidak mampu. Kewenangan instansi satuan pendidikan menilai penerima yang berhak. Cara ini bertujuan agar bantuan semakin tepat guna.
Mengenai teknis ketentuan pemakaian kuota subsidi, lanjut dia, pemerintah diharapkan mempertimbangkan efektivitas pendekatan daftar putih (whitelist). Whitelist access adalah daftar item platform atau aplikasi yang diberi akses ke sistem atau protokol tertentu. Saat daftar putih digunakan pada pelaksanaan program September-Desember 2020, semua entitas platform ataupun aplikasi yang tak masuk daftar ditolak aksesnya. Pendekatan ini tidak relevan, sebab menyebabkan kuota tersisa banyak.
Format kuota umum dan kuota belajar mestinya tidak lagi diterapkan. Apabila sudah menggunakan pendekatan blacklist atau blokir aplikasi yang dilarang, pemakaian keseluruhan kuota dengan sendirinya akan optimal.
Dia menambahkan, terlepas dari jadi tidaknya bantuan kuota data internet dilanjutkan pada 2021, pemerintah seharusnya sudah mulai memikirkan menyediakan infrastruktur jaringan telekomunikasi dan perangkat akses teknologi merata ke seluruh pelosok. Kualitas jaringan telekomunikasi yang buruk diperbaiki. Hal itu akan berdampak ganda untuk kebutuhan layanan pendidikan masa depan yang mengarah ke berbasis teknologi digital.
”Tentunya, pemerataan infrastruktur jaringan telekomunikasi dan perangkat akses teknologi harus dilakukan gotong royong lintas kementerian dan pemerintah daerah,” imbuh Satriwan.
Tidak dicabut
Sejalan dengan rencana kebijakan melanjutkan subsidi kuota data internet pada 2021, pemerintah memastikan tidak akan mencabut Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
Surat keputusan bersama itu dianggap sudah tepat karena pembelajaran tatap muka dapat dilakukan dengan dimulai dari pemberian izin oleh pemerintah daerah, yang kemudian dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orangtua.
Penegasan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri. Dia menyebutkan, berdasarkan data yang dia terima, terdapat 14 provinsi siap melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah, 4 provinsi melakukan PTM dan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dan 16 provinsi memutuskan menunda PTM.
Keempat belas provinsi yang melapor siap PTM adalah Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Barat.
”Tidak mutlak 100 persen (daerah) dalam provinsi tersebut menyelenggarakan PTM,” ujar Jumeri.
Adapun empat provinsi yang melapor menjalankan PTM dan PJJ atau campuran adalah Maluku, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Terkait 16 provinsi yang melapor menunda PTM atau tetap melanjutkan PJJ, kata dia, kemungkinan lama penundaan berkisar satu sampai dua bulan.
”Meski banyak daerah menunda PTM, SKB Empat Menteri tidak akan dicabut. Daerahlah yang paling tahu kondisi persebaran Covid-19 serta kesiapan satuan pendidikan dan orangtua. PTM ini bersifat diperbolehkan bukan diwajibkan,” kata Jumeri.
Apabila suatu daerah masih ragu, ditambah lagi orangtua belum mantap anaknya kembali bersekolah, pengelola satuan pendidikan wajib melayani PJJ. Pemerintah daerah juga membolehkan PTM tak langsung serentak, seperti melihat daerah beserta perkembangan persebaran Covid-19.
Seperti diketahui, SKB Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19 diumumkan pada 20 November 2020. Keempat menteri yang dimaksud adalah Mendikbud, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Panduan itu mempunyai beberapa poin utama. Pertama, keputusan membuka sekolah harus mendapat persetujuan bukan hanya dari pemerintah daerah, melainkan juga dari pihak sekolah dan komite sekolah yang merupakan perwakilan para orangtua murid. Kedua, sekolah yang dibuka juga wajib memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan serta menerapkan protokol yang ketat.
Sosialisasi
Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menegaskan, rencana penyelenggaraan PTM harus sesuai dengan SKB Empat Menteri yang diumumkan 20 November 2020. Daftar periksa protokol kesehatan mesti dipatuhi secara serius. Kementerian akan berupaya terus menyosialisasikan SKB Empat Menteri ke semua daerah.
”Kita akan terus jalankan SKB Empat Menteri yang diumumkan 20 November 2020. Sembari itu, kami menambahkan semua sarana pembelajaran yang mendukung, seperti aplikasi Rumah Belajar untuk menyokong PJJ daring,” katanya.
Ketua Serikat Guru Indonesia Kabupaten Garut Apar Rustam Ependi, saat dihubungi terpisah, mengatakan, di Kabupaten Garut, sebagian sekolah telah menyediakan fasilitas protokol kesehatan, seperti pengukur suhu tubuh, membangun titik-titik baru tempat pencuci tangan, dan masker. Mereka juga menyiapkan PTM dan PJJ, tetapi belum dilaksanakan karena masih menunggu ketegasan pemerintah daerah setempat.
Dia berpendapat, secanggih apa pun model dan media PJJ, takkan mampu menggantikan peran dan kehadiran sosok seorang guru bagi peserta didik. Dalam pengembangan karakter siswa, misalnya, dia berpendapat ada ikatan emosional yang hanya bisa dibangun melalui tatap muka langsung.
Di sisi lain, dia menyaksikan sudah mulai muncul anak usia sekolah bekerja di jalanan, seperti menjadi badut-badut hiburan. Ada dua kemungkinan penyebab hal itu terjadi, yakni orangtua kehilangan mata pencarian utama dan anak sudah jenuh PJJ.
Baca juga : Masih Ada Siswa dan Mahasiswa Belum Tersentuh Bantuan Kuota Belajar
”Kemungkinan, kami tetap akan jalan dengan PJJ daring dan tatap muka dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut,” katanya.