Pemerintah perlu memperkuat ekosistem pembelajaran daring. Kolaborasi dengan swasta perlu dilakukan untuk menyediakan infrastruktur teknologi dan platform pembelajaran yang murah serta mudah diakses.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Metode pembelajaran dalam jaringan atau daring akan tetap dibutuhkan meski nanti sekolah dibuka dan kembali ke pembelajaran tatap muka. Tantangan ke depan memperkuat dan membangun ekosistem pembelajaran daring yang lebih efektif.
”Meski sekolah dibuka, pembelajaran tatap muka tetap tidak bisa lepas dari teknologi. Ke depan blended learning atau hybrid learning (pembelajaran campuran),” kata Hasan Chabibie, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Teknologi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dalam diskusi daring ”Outlook Pendidikan 2021, Membangun Ekosistem Pembelajaran Daring dan Pentingnya Internet Sehat” yang diselenggarakan Arus Survei Indonesia, Kamis (17/12/2020).
Pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 menunjukkan bahwa siswa, mahasiswa, guru, dan dosen mulai terbiasa dengan metode pembelajaran daring. Namun, keterbatasan infrastruktur teknologi, disparitas ekonomi dan pendidikan orangtua, serta kondisi geografis masih menjadi kendala.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fikri Muslim, mengatakan, pembelajaran jarak jauh di satu sisi menjadi pilihan untuk mencegah penyebaran Covid-19, tetapi di sisi lain ada tantangan pembelajaran jarak jauh tidak efektif karena sejumlah kendala tersebut. ”Tidak semua siswa mempunyai gawai, tidak semua wilayah terjangkau akses internet,” katanya.
Meskipun begitu, dia meyakini, ke depan pembelajaran jarak jauh masih perlu dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pendidikan. Rencana pembukaan sekolah pada 2021 tetap harus mempertimbangkan faktor kesehatan terkait Covid-19.
Achmad Samsudin dari Universitas Pendidikan Indonesia pun berharap, ada atau tidak ada pandemi Covid-19, pembelajaran campuran menjadi kebutuhan. Apalagi sejak sebelum pandemi pemerintah menetapkan minimal 20 persen pembelajaran campuran di pendidikan tinggi. Karena itu, ke depan, ekosistem pembelajaran daring harus diperkuat.
Kolaborasi
Guru, siswa, orangtua, dan lingkungan tempat belajar dilaksanakan merupakan kunci untuk menciptakan ekosistem pembelajaran daring. ”Komponen yang diperlukan untuk menunjang pembelajaran daring tidak hanya gawai, listrik, kuota dan sinyal internet, tetapi juga komponen niat, peserta didik, guru, dan dosen yang siap dengan pembelajaran daring,” kata Budy Sugandi, Peneliti Utama Bidang Pendidikan Arus Survei Indonesia.
Terkait hal ini, diskusi kelompok terpumpun (FDG) yang digelar Arus Survei Indonesia pada 7-12 Desember 2020 merekomendasikan, pemerintah perlu berkolaborasi dengan pihak swasta untuk membangun ekosistem pembelajaran daring. Selain kolaborasi menyediakan infrastruktur teknologi, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan pihak swasta untuk membuat platform pembelajaran yang murah dan mudah diakses sekaligus ramah untuk anak-anak.
Selama ini, menurut Budy, telah bermunculan platform belajar dan media video call dalam pembelajaran daring. Survei yang dilakukan Arus Survei Indonesia terhadap 1.000 responden di 34 provinsi pada 7-11 Oktober 2020 menunjukkan, platform belajar yang paling sering digunakan adalah Google Classroom (26,1 persen). Setelah itu Ruangguru (17,1 persen), Rumah Belajar (15,2 persen), serta sejumlah platform belajar lainnya.
Selain itu, pemerintah juga perlu berkolaborasi dengan swasta guna mewujudkan internet sehat yang dibutuhkan untuk mendukung ekosistem pembelajaran daring. Perlu ada edukasi yang berkesinambungan bagi masyarakat untuk menggunakan internet secara sehat, pembekalan internet agar mengetahui konsekuensi hukum dalam bermedia sosial.
Budy mengatakan, penting meningkatkan literasi digital untuk para pengguna internet. ”Online safety campaign dari berbagai pihak terkait untuk semua aktor pengguna. Artinya, pemerintah dan swasta perlu memberikan dukungan komprehensif tidak hanya secara finansial, tetapi juga teknis dan moral,” ujarnya.