Perjuangan untuk bisa diangkat menjadi pegawai negeri sipil pupus, kini guru honorer berjuang menjadi guru kontrak atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Mereka menunggu kepedulian pemerintah daerah.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Sejumlah pertanyaan muncul di benak Siti Khotimah (50), guru honorer asal Kabupaten Subang, Jawa Barat, ketika pemerintah membuka perekrutan 1 juta guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Ada harapan sekaligus kekhawatiran.
Perekrutan guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menjadi peluang bagi guru honorer untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun, ada kekhawatiran kepastian lokasi penempatan jika lulus seleksi serta kekhawatiran akan tersingkir jika tidak lulus seleksi.
Siti yang menjadi guru honorer sejak 1989 menceritakan pengalaman temannya, seorang guru honorer, yang kehilangan pekerjaan karena ada guru pegawai negeri sipil (PNS) baru. ”(Dia) disingkirkan begitu saja,” katanya dalam diskusi daring bertema ”Peluang dan Tantangan Guru Honorer di Indonesia”, Minggu (6/12/2020).
Siti juga mengkhawatirkan penempatannya jika lulus seleksi mengingat saat ini dia mengajar di sekolah swasta. ”Terus terang saya sudah tua. Sekolah tempat saya mengajar juga masih kekurangan guru,” ujar Siti dalam diskusi yang diselenggarakan Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) tersebut.
Sejumlah guru honorer yang menjadi peserta dalam diskusi tersebut juga menyampaikan hal serupa. Mereka pada dasarnya menyambut baik perekrutan 1 juta guru PPPK mulai 2021. Meski tidak sesuai dengan target perjuangan mereka selama ini, yaitu diangkat menjadi guru PNS, ada harapan kesejahteraan mereka terangkat dengan menjadi guru PPPK.
Sebagai aparatur sipil negara, standar gaji guru PPPK sama dengan guru PNS. Guru PPPK juga berhak menerima sejumlah tunjangan sebagaimana PNS, kecuali tunjangan pensiun. Berbeda dengan PNS, mereka terikat perjanjian kerja dengan kontrak minimal 1 tahun dan dapat diperpanjang.
Kesempatan menjadi guru PPPK ini terbuka bagi guru honorer, yang berumur 20 tahun hingga satu tahun sebelum usia pensiun atau 58 tahun. Syaratnya, terdaftar di data pokok pendidikan (dapodik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Nunuk Suryani mengimbau guru honorer yang belum terdaftar di dapodik agar berkoordinasi dengan sekolah dan pemerintah daerah untuk meng-input data mereka di dapodik. Selanjutnya, mereka bisa mengikuti seleksi guru PPPK pada 2022.
Pada tahap pertama, tes seleksi calon guru PPPK akan diselenggarakan pada Juni, September, dan Desember 2021. Jika tidak lolos pada tes pertama, peserta seleksi masih mempunyai kesempatan dua kali, yaitu pada tes kedua dan ketiga.
Tidak ada kuota khusus maupun prioritas berdasarkan masa pengabdian ataupun kepemilikan sertifikat pendidik. Semua guru honorer mempunyai peluang yang sama, bersama lulusan pendidikan profesi guru yang saat ini tidak atau belum mengajar, untuk mengisi lowongan 1 juta guru PPPK.
Prinsip keadilan
Tanpa ada formasi khusus untuk guru honorer, menurut Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma, mereka yang sudah lama mengabdi bisa jadi akan ”kalah bertanding” dengan lulusan baru yang secara kognitif bisa jadi lebih unggul.
Mengacu tes seleksi calon PNS, selain ada formasi umum, juga ada formasi khusus yang diperuntukkan, antara lain, bagi peserta berpredikat cumlaude, diaspora, penyandang disabilitas, serta putra/putri Papua dan Papua Barat.
”Adil tidak berarti sama, alangkah baiknya kalau adil dibangun secara proporsional. Bukankah lebih baik adil itu ada penilaian portofolio, yang sudah lama mengabdi, yang lama berjuang di daerah bisa mendapatkan prioritas, juga untuk guru-guru di daerah yang mempunyai keterbatasan IT (teknologi informasi),” katanya.
Adil tidak berarti sama, alangkah baiknya kalau adil dibangun secara proporsional. (Sumardiansyah Perdana Kusuma)
Perekrutan guru PPPK, kata Nunuk, merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer, dan yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah negeri yang tahun ini kurang 1.020.921 guru. Nunuk mengakui, selama ini 742.459 guru honorerlah yang mengisi kekurangan ini.
Perekrutan guru PPPK juga harus memenuhi keadilan bagi peserta didik untuk mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. Karena itu, guru harus memenuhi standar, pertama-tama harus lulus seleksi. Kemendikbud akan membantu guru honorer mempersiapkan diri dengan menyediakan materi belajar yang bisa diakses secara daring mulai Februari 2021.
Berbeda dengan seleksi CPNS, tidak ada seleksi kompetensi dasar, melainkan hanya seleksi bidang yang meliputi kompetensi teknis, penalaran, kemampuan manajerial, sosio-kultural, dan wawancara tertulis secara daring. ”Latihan soal kami siapkan untuk memberikan wawasan kepada peserta seleksi calon guru PPPK,” kata Nunuk.
Harapannya, semua guru honorer terjaring dalam seleksi guru PPPK ini. Namun, ini juga tergantung formasi yang diusulkan pemerintah daerah. Hingga kini baru sekitar 200.000 formasi guru PPPK yang diusulkan pemda.
”Kami kejar-kejar dinas pendidikan untuk meng-input data guru karena tergantung dinas pendidikan dan BKD (Badan Kepegawaian Daerah) apakah mereka (guru honorer) bisa ikut seleksi atau tidak. Jika sampai 31 Desember ini tidak juga di-input, sungguh kasihan guru yang sudah menunggu kesempatan ini,” ucapnya.
Respons pemerintah daerah yang lambat tersebut menjadi kekhawatiran para guru honorer. Mereka sudah menerima menjadi guru kontrak, bukan PNS. Kini tinggal kepedulian pemerintah daerah untuk turut memperjuangkan nasib mereka. Apalagi pemerintah sudah menjamin anggaran untuk guru PPPK.
”Perjuangan dan derita guru honorer sangat luar biasa di negeri kita. Ini harus tuntas, dimulai pada 2021,” kata Dudung Nurullah Koswara, Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.