Guru Honorer Kerja Empat Minggu Digaji Satu Minggu
Guru honorer mempunyai kewajiban mengajar 24 jam seminggu seperti halnya guru pegawai negeri sipil. Jumlah jam mengajar selama seminggu itulah yang menjadi dasar penghitungan honor mereka per bulan.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Besaran gaji atau honor guru honorer sangat beragam, tergantung keputusan dan kemampuan sekolah atau pemerintah daerah. Meskipun kewajiban mengajar mereka sama dengan guru tetap/pegawai negeri sipil, 24 jam per minggu, honor yang mereka terima jauh di bawah standar guru PNS.
Teten Nurjami (55), guru honorer di SMAN 22 Cisompet, Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengatakan, honornya sebulan dihitung berdasarkan jam mengajar per minggu. Setiap minggu dia mengajar selama 36 jam, yaitu 24 jam mengajar utama dan 12 jam mengajar tambahan.
Setiap bulan, dari 24 jam mengajar per minggu Teten mendapatkan Rp 2.040.000 , dengan perhitungan Rp 85.000 per jam. Sedangkan dari 12 jam tambahan per minggu mengajar, Teten mendapatkan Rp 875.000, dengan perhitungan sekitar Rp 72.900 per jam.
Selain itu dia juga menerima Rp 400.000 per bulan uang penghargaan masa kerjanya yang sudah 21 tahun, ditambah Rp 250.000 per bulan tunjangan sebagai wali kelas. Total penghasilannya sebagai guru honorer Rp 3.565.000 per bulan.
“Lumayan saya bisa mendapatkan lebih dari tiga juta rupiah per bulan meski masih jauh di bawah guru PNS (pegawai negeri sipil). Seharusnya perhitungan per jamnya dikalikan empat (minggu) ya,” kata Teten sambil tertawa ketika dihubungi pada Senin (23/11/2020).
Hal senada dikatakan Ina (41), guru honorer di sebuah SMA negeri di Bogor, Jawa Barat. “Kami ini ibarat kerja empat minggu hanya dihitung satu minggu, yang tiga minggu gak dihitung. Bagaimana Indonesia mau cerdas (memiliki sumber daya manusia unggul), memperlakukan guru aja begitu. Saya termasuk beruntung, honor negeri (bersumber dari APBD)” kata dia.
Banyak guru honorer yang hanya menerima honor ratusan ribu per bulan, terutama guru honorer sekolah dasar yang honornya bersumber dari komite sekolah. Duradin (51), guru honorer di SDN 1 Kaliwulu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, misalnya, hanya mendapatkan honor Rp 400.000 per bulan meski sudah 31 tahun menjadi pendidik (Kompas, 23/11/2020)
Teten dan Ina tengah menunggu penetapan sebagai guru pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Pada Februari 2019 mereka mengikuti seleksi guru PPPK dan dinyatakan lulus bersama 34.954 guru honorer lainnya. Dengan lulus seleksi, mereka berhak ditetapkan sebagai guru PPPK yang mendapat gaji dan tunjangan sama dengan guru PNS sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2020.
Dalam jawaban tertulis pemerintah atas pertanyaan pimpinan dan anggota Komisi III DPR pada rapat kerja dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tanggal 5 Oktober 2020, Menpan RB Tjahjo Kumolo mencontohkan, guru PPPK dengan kualifikasi pendidikan D4/S1 akan menerima gaji pokok Rp 2,9 juta per bulan. Ditambah sejumlah tunjangan termasuk tunjangan profesi guru yang sebesar gaji pokok, total penghasilan sekitar Rp 8,7 juta per bulan.
Beda perlakuan
Selain mempertanyakan pengangkatan dirinya sebagai guru PPPK, Ina juga mempertanyakan perbedaan tunjangan profesi guru yang diterimanya. Dengan telah inpassing atau mendapatkan kesetaraan golongan dan pangkat dengan PNS 3B, seharusnya dia mendapatkan tunjangan sertifikasi Rp 2,9 juta per bulan, tetapi yang diperolehnya hanya Rp 2,6 juta per bulan yang dibayarkan setiap tiga bulan.
Sri Hariyati, guru SMPN 1 Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur bahkan belum bisa inpassing meskipun telah memiliki sertifikat pendidik sejak 2010. Karena itu dia harus menerima mendapatkan tunjangan sertifikasi guru sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Proses inpassing-nya terganjal surat keputusan pemerintah daerah karena honornya bersumber dari APBD.
Ina sebenarnya juga mengalami hal yang sama. Karena itu dia menggunakan jalur swasta untuk mendapatkan inpassing. “Selain di sekolah negeri, saya juga mengajar di sekolah swasta,” kata Ina.
Baik Sri, Ina, maupun Teten berharap mendapatkan apa yang seharusnya menjadi hak mereka. Meski menyadari sejak awal tidak ada aturan jelas mengenai guru honorer, mereka berharap ke depan ada perhatian pemerintah kepada guru honorer.
Mereka tidak ingin diistimewakan, tetapi dimanusiakan dan dihargai hak-hak dan pengabdian mereka selama ini. Sri mengatakan, meski telah 23 tahun menjadi guru, dirinya hanya menerima honor Rp 1 juta per bulan. Kelebihan/tambahan enam jam mengajar setiap minggu juga hanya dihitung Rp 105.000 per bulan atau hanya Rp 17.500 per jam.
Meskipun guru honorer, mereka selama ini juga tidak berdiam diri. Teten bisa membuktikan diri bisa menjadi wali kelas. Ina berupaya meningkatkan kompetensinya dengan kuliah lagi, dan gelar S2 telah diraihnya. Ina dan Sri juga telah membuktikan diri mereka bisa menjadi pendidik profesional meski berstatus honorer. Mereka menunggu bukti pemerintah menghargai guru honorer.