Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengimbau warga untuk tidak bepergian selama masa libur Natal dan Tahun Baru demi mencegah potensi gelombang kedua wabah Covid-19.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengimbau warga untuk tidak bepergian selama masa libur Natal dan Tahun Baru demi mencegah potensi gelombang kedua wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru, SARS-CoV-2.
”Berkaca dari masa libur sebelumnya, kasus Covid-19 ada peningkatan,” kata Risma di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (3/12/2020).
Masa libur dimaksud ialah 28 Oktober-1 November 2020. Catatan Kompas, sepekan setelah masa libur, kasus Covid-19 di Surabaya masih bisa dibilang cenderung mereda. Ketika itu, jumlah pasien yang dirawat kurang dari 50 orang. Namun, pekan-pekan berikutnya, ada peningkatan meski tidak sampai terjadi lonjakan.
Menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id/, pagebluk di Surabaya sejak pertengahan Maret sampai Kamis ini secara akumulatif telah menjangkiti 17.013 jiwa. Secara total, wabah telah mengakibatkan kematian 1.213 orang. Sebanyak 15.723 pasien berhasil sembuh. Yang masih dirawat sebanyak 77 orang atau hampir 80 jiwa.
Menurut epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, dampak masa libur akan terlihat setidaknya pekan ketiga atau sebulan sesudahnya. Jika dilihat dari data pasien dirawat dari 50 orang menjadi 80 orang, hal itu memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan.
Masyarakat yang mengeluh batuk pilek segera swab (tes usap) tanpa terkecuali untuk mengetahui apakah terjangkit atau tidak.
Dalam masa libur, bisa dipastikan warga bepergian atau melakukan mobilitas tinggi ke obyek-obyek wisata. Selama itu, sulit diyakini, warga mampu menerapkan protokol kesehatan dengan ketat sehingga rentan tertular.
”Kenaikan kasus berkolerasi dengan kendurnya pengawasan dan disiplin protokol kesehatan,” kata Windhu.
Risma mengatakan, gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 menyadari potensi kenaikan kasus akibat libur sebelumnya. Untuk itu, tim terpadu melakukan antisipasi dengan melaksanakan tes massal terhadap kalangan yang dicurigai bergejala Covid-19, yakni batuk, pilek, dan demam tinggi.
”Masyarakat yang mengeluh batuk pilek segera swab (tes usap) tanpa terkecuali untuk mengetahui apakah terjangkit atau tidak,” kata Risma. Yang ketahuan positif segera ditangani dan dilakukan pelacakan semua kontak erat dari pasien itu untuk menekan potensi ledakan kasus baru.
Data memperlihatkan, situasi wabah di Surabaya stagnan di zona jingga atau risiko sedang dalam dua bulan terakhir. Sebelumnya, Surabaya berada di zona merah atau risiko tinggi. Sementara itu, daerah lain di Jatim bergerak fluktuatif. Saat ini, Jombang, Batu, Situbondo, dan Jember berstatus zona merah. Sebelumnya, Lumajang dan Banyuwangi juga masuk zona merah.
Risma mengaku cemas dengan potensi ledakan kasus baru setelah libur Natal dan Tahun Baru apabila warga bepergian dan mengabaikan protokol kesehatan. Di luar Surabaya, sulit untuk melacak seperti apa kegiatan warga dan mengetahui kontak dekat dengan siapa saja.
Kontak dekat, lanjut Windhu, menjadi pendorong utama penularan Covid-19 antarmanusia. Untuk itu, tidak boleh bosan mengingatkan warga agar memakai alat pelindung diri (masker, sarung tangan, dan atau pelindung), menjaga jarak, dan rutin mencuci tangan dengan sabun dan air bersih. Cara ini, meski belum menjamin, jauh lebih ampuh daripada menyepelekan wabah Covid-19.
Windhu meminta semua komponen masyarakat melihat situasi riil. Jumlah kasus dan kematian merupakan hal yang nyata. Covid-19 ini bisa berbahaya terutama bagi kelompok rentan, yakni orang tua dan orang dengan penyakit bawaan (komorbid).
Penularan yang membahayakan adalah ketika seseorang tanpa gejala atau tidak menyadari terjangkit melakukan kontak dekat dengan kelompok rentan dan orang lain. Situasi ini sulit dideteksi jika tes dan penelusuran tidak ditempuh secara masif. Tes dan penelusuran masif berkonsekuensi ”boros” dalam pemanfaatan sumber daya, yakni energi, reagen, dan biaya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Antiek Sugiharti mengatakan akan terus mengawasi pengelola hotel, restoran, dan obyek wisata agar disiplin menerapkan protokol kesehatan. Gugus tugas juga akan mengawasi sejauh mana penerapan protokol dijalankan oleh pengelola usaha. Yang abai akan ditegur dan dikenai sanksi.
Dalam masa wabah yang belum teratasi ini, Antiek akan mengawasi bagaimana pengelola usaha membatasi jumlah pengunjung. Disarankan pengelola obyek wisata memakai tiket elektronik sehingga terpantau dan tidak melanggar batas toleransi dari kapasitas yang dibolehkan. Untuk obyek wisata berkapasitas 1.000 orang, misalnya, jumlah pengunjung dibatasi maksimal separuhnya dalam konteks pemenuhan protokol kesehatan.
Pemerintah Kota Surabaya sejak September lalu, setiap Sabtu dan Minggu, terus menyajikan hiburan bagi warga. Hiburan yang bisa disaksikan secara dalam jaringan itu bukan hanya musik dan tari, melainkan juga ludruk.
Kegiatan Parade Seni dan Budaya 2020 ini tak hanya untuk menghibur warga secara virtual melalui Youtube dan Instagram Sparkling Surabaya, Sapa Warga Surabaya, dan Bangga Surabaya. Namun, kegiatan ini juga memberikan perhatian kepada pekerja seni agar ekonomi keluarga tetap berjalan.