Bantuan kuota internet untuk pembelajaran daring tahap ketiga dan keempat, November dan Desember 2020, segera disalurkan pada akhir November ini. Namun, hingga kini masih ada masalah dalam penyalurannya.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
”Saya sudah mendaftarkan nomor telepon seluler ke sekolah, tetapi sampai sekarang belum pernah dapet bantuan kuota internet. Pengin juga dapet seperti teman-teman, bisa meringankan beban orangtua juga,” kata Rosi Setiawan, siswa kelas II SMPN 1 Sidareja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, ketika dihubungi pada Rabu (18/11/2020).
Rosi mengatakan, adiknya, Anjar Fauzi, yang duduk di kelas IV sekolah dasar, juga sudah mendaftarkan nomor yang sama ke sekolah. Dia dan adiknya setiap hari bergantian menggunakan telepon genggam milik orangtuanya untuk pembelajaran daring. Dalam sebulan, rata-rata dia diberi uang Rp 20.000-Rp 50.000 untuk membeli kuota internet.
Ya, kadang-kadang saya kasih Rp 50.000, kadang-kadang Rp 20.000, tergantung uangnya. Enggak tahu kenapa Rosi dan Anjar belum dapat bantuan kuota internet, padahal teman-temannya dapet. (Surati)
”Ya, kadang-kadang saya kasih Rp 50.000, kadang-kadang Rp 20.000, tergantung uangnya. Enggak tahu kenapa Rosi dan Anjar belum dapat bantuan kuota internet, padahal teman-temannya dapet,” kata Surati, ibu Rosi, yang membuka warung di rumah untuk menopang perekonomian keluarga bersama suaminya yang buruh tani.
Bukan hanya Rosi yang sampai sekarang belum mendapatkan bantuan kuota internet untuk pembelajaran daring sebesar 35 gigabyte (GB) untuk bulan September dan Oktober 2020. Rosi mengatakan, dari 30 teman sekelasnya, hanya sekitar separuh yang mendapatkan bantuan kuota internet. Bantuan kuota internet diberikan untuk empat bulan mulai September 2020.
Dalam diskusi daring bertema ”Bantuan Kuota untuk Optimalisasi PJJ” pada 13 November 2020 yang disiarkan di kanal Youtube Direktorat Sekolah Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sejumlah guru menanyakan penyaluran bantuan kuota internet yang belum merata. Di SDN Cakung Timur, Jakarta, dan di SDN 5 Pasir Bungur, Kabupaten Subang, Jawa Barat, sejumlah siswa belum mendapatkan bantuan kuota internet.
Tidak hanya siswa, ada juga guru yang belum mendapatkan bantuan kuota internet sebesar 42 GB per bulan. Akun @Ade Bunyamin, guru SD Miftahul Iman, Bandung, yang mengikuti diskusi tersebut melalui kanal Youtube, misalnya, menuliskan ”Quota pelajarnya buat guru saya belum dapet, anakku dah dua kali temenku guru juga dah pada dapet”.
Di Instagram @pustekkom_kemdikbud, akun resmi milik Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemendikbud, dua hari lalu akun @fath_hasyim, guru SMP, menuliskan baru satu kali mendapatkan bantuan internet. ”Saya Cuma dpt 1 kali di bulan september... dan setelahnya tidak dapat lagi.”
Di pendidikan tinggi pun demikian. Itu terlihat dari sejumlah komentar ketika Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti) Kemendikbud mengumumkan rencana penyaluran bantuan kuota internet untuk bulan November dan Desember yang akan dikirim bersamaan pada November 2020, di akun Instagram @pddikti.
Akun @fauzanaziz, misalnya, menuliskan, ”Tahap 1 aja belum kebagian.” Akun @raihannuraf pun demikian, ”Saya kuliah di PTN ga dapet dari awal program kuota ini, padahal udah didata dan segala macemnya buat lolos persyaratannya.”
Pengaduan
Aris S Nugroho, Koordinator Substansi Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi di Pusdatin Kemendikbud, dalam diskusi daring tersebut mengatakan, sekolah atau kampus harus mendaftarkan nomor telepon seluler siswa/mahasiswa serta guru/dosen ke Kemendikbud disertai Surat Pertanggung-jawaban Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani kepala sekolah/rektor. Setelah divalidasi, Kemendikbud mengirimkan nomor-nomor itu ke operator seluler.
Jika ada yang belum mendapatkan bantuan kuota internet atau masalah lainnya, dapat mengadu ke Kemendikbud. Pengaduan dapat melalui Unit Layanan Terpadu Kemendikbud di ult.kemdikbud.go.id. Bisa juga ke pengaduan bantuan kuota internet Inspektorat Jenderal Kemendikbud melalui Radio Itjen di 021-5733716, telepon 021-5736943, laman http://posko-pengaduan.itjen.kemdikbud.go.id, atau aplikasi Whatsapp 08119958020.
Aris Kristanto Nugroho, mahasiswa jJurusan Sastra Perancis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang belum pernah mendapatkan bantuan kuota internet telah bertanya ke Posko Pengaduan Itjen Kemendikbud. ”Dijawab kalau permasalahannya di kampus atau di provider (operator seluler),” katanya ketika dihubungi di Bogor, Kamis (19/11/2020).
Namun, pihak kampus, katanya, mengatakan sudah mengirimkan data telepon seluler mahasiswa ke Kemendikbud. Sejumlah teman di jurusannya juga belum mendapatkan bantuan kuota internet meski telah menyerahkan nomor telepon seluler yang digunakan untuk kuliah daring ke kampus.
Ketika dicek ke operator telepon seluler pun, dikembalikan lagi ke kampus. Seperti dialami Gerarda, mahasiswa Sastra Perancis UGM yang mendapat jawaban dari operator telepon seluler, ”Nomor kamu belum terdaftar, silahkan hubungi pihak sekolah atau kampus”.
Dalam praktiknya, posko pengaduan sering kali tidak menyelesaikan masalah, apalagi jika tiap-tiap pihak menyatakan sudah melakukan sesuai dengan prosedur apa yang menjadi tanggung jawab mereka. Jika masalahnya SPTJM, misalnya, seharusnya satu sekolah ataupun satu jurusan tidak mendapatkan bantuan kuota internet.
Mengantisipasi masalah dalam penyaluran bantuan kuota internet ini tidak cukup hanya dengan menyediakan saluran pengaduan. Di era teknologi digital, seharusnya bisa dibuat sistem di mana calon penerima bantuan bisa mengecek nomor telepon seluler mereka dalam sebuah sistem di Kemendikbud yang bisa diakses menggunakan nomor induk siswa/mahasiswa. Dengan demikian, masalah bisa terdeteksi sejak sebelum penyaluran bantuan.
Berdasarkan data Kemendikbud, bantuan kuota internet tahap pertama (September) disalurkan ke 28,5 juta nomor telepon seluler siswa dan tenaga pendidik. Kemudian, tahap kedua pada Oktober, disalurkan ke 35,7 juta nomor ponsel.
Penyaluran tahap ketiga (November) dan keempat (Desember) akan diberikan sekaligus pada 24-26 November dan 28-30 November 2020. Rosi ataupun Aris Kristanto berharap bisa mendapatkan bantuan kuota internet ini meski hanya dua kali dari empat kali bantuan yang seharusnya mereka dapatkan.
”Selama ini boros banget kalau enggak mendapatkan bantuan. Kalau untuk Zoom meeting boros banget, sebulan bisa sampai 30 gigabyte, itu saja saya beli kuota pendidikan,” kata Aris Kristanto.