Sebelum pandemi Covid-19 perempuan sudah berada dalam situasi rentan. Saat pandemi Covid-19 berlangsung, perempuan semakin berada pada situasi sulit, bahkan menghadapi berbagai tantangan yang lebih berat dari laki-laki.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 yang teberlangsung hampir delapan bulan menguji daya tahan keluarga, terutama perempuan. Krisis berkepanjangan menempatkan perempuan (ibu) dalam keluarga pada situasi sulit, karena menanggung beban fisik maupun psikis jauh lebih berat ketimbang laki-laki.
Survei UN Women (Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan) yang disampaikan dalam Laporan berjudul “Menilai Dampak Covid-19 Terhadap Gender Dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia” yang diluncurkan pada Jumat (23/10/2020) menemukan sejumlah persoalan mendera perempuan sejak pandemi Covid-19.
UN Women berkolaborasi dengan Indosat Ooredoo mengumpulkan data terbaru mengenai dampak sosial ekonomi pandemi Covid-19 terhadap perempuan dan laki-laki, khususnya bagi kelompok rentan, seperti mereka yang berada di pekerjaan informal, yang berisiko tinggi kembali jatuh ke dalam kemiskinan.
Temuan UN Women mengonfirmasikan berbagai kajian dan survei dari berbagai organisasi dan lembaga, bagaimana perempuan memikul beban berat karena berada di garda terdepan, menjadi tulang punggung keluarga selama krisis. Tidak hanya memikul beban berat dan rentan mengalami kekerasan berbasis jender, perempuan juga menghadapi ancaman kesehatan mental.
Dari paparan Sara Duerto Valero dan Cecilia Tinonin UN Women Regional Office for Asia and the Pacific/ROAP) terungkap dampak Covid-19 mempertaruhkan pencapaian dari 17 target dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Suistainable Development Goals (TPB/SDGs) bagi perempuan dan anak. Di semua tujuan itu, perempuan paling merasakan dampaknya.
Sebagai contoh, dari Tujuan 1 TPB (Tanpa Kemiskinan) pandemi Covid-19 membuat penghasilan dari usaha keluarga menurun drastis, dan membuat perempuan (82 persen) bergantung pada penghasilan keluarga. Dari sisi kehidupan sehat dan sejahtera (Tujuan 3 TPB), 57 persen dari responden mengalami peningkatan stres dan kecemasan dibandingkan laki-laki.
Sementara dari sisi kesetaraan jender (Tujuan 5 TPB) pandemi Covid-19 telah meningkatkan pekerjaan rumah tangga dan kerja perawatan dan pengasuhan tak berbayar bagi perempuan (19 persen) dibandingkan laki-laki (11 persen).
Pembatasan sosial
Pemberlakuan pembatasan sosial membuat perempuan harus mengambil peran utama mengerjakan tugas keseharian dalam rumah tangga, seperti membersihkan rumah dan memasak. Peran itu sulit dialihdayakan dan penting dilakukan sendiri oleh perempuan demi menjamin keselamatan dan kesejahteraan anggota keluarga, terutama anak, anggota keluarga yang sakit, dan orangtua.
Pada kondisi itu, perempuan maupun laki-laki menanggung beban tambahan, namun perempuan yang lebih banyak (61 persen) menghabiskan waktu untuk pekerjaan rumah, dibandingkan laki-laki (48 persen).
Pandemi juga berdampak besar pada pendidikan berkualitas (Tujuan 4 TPB). Kebijakan belajar dari rumah (BdR) akibat penutupan sekolah, membuat perempuan harus mengambil alih tugas mengajar anak-anak di rumah. Pada saat bersamaan, perempuan memainkan peran penting dalam meningkatkan praktik kebersihan dalam rumah tangga.
Peluang ekonomi
Laporan UN Women juga mengungkapkan, kota menyediakan peluang ekonomi bagi perempuan, tetapi Covid-19 menyoroti bahaya kesehatan bagi penduduk perkotaan. Kota menawarkan peluang ekonomi bagi perempuan dan laki-laki, namun kepadatan penduduk lebih tinggi menimbulkan tantangan selama kondisi darurat kesehatan, terutama bagi mereka yang tinggal di ruang kecil dan lingkungan kumuh.
Sejak penyebaran Covid-19, perempuan yang tinggal di Jakarta menghadapi tantangan signifikan untuk melakukan cek rutin kesehatan, kontributor penting dalam memastikan kesejahteraan dan kesehatan fisik dan emosional mereka secara keseluruhan.
Lelah fisik dan psikis
Kondisi ini sudah diingatkan Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada akhir Maret, di awal masa pandemi Covid-19. Komnas Perempuan meminta semua pihak memberikan perhatian khusus pada kerentanan perempuan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Kebijakan pembelajaran jarak jauh yang melimpahkan tugas-tugas guru kepada perempuan, menjadi beban tersendiri bagi perempuan terutama ketika sekolah tidak menyediakan panduan yang cukup bagi orang tua untuk mendampingi anak dalam belajar. Ketika kerja domestik tertumpuk pada di perempuan dan asupan gizi terbatas, kondisi ini dapat menyebabkan kelelahan fisik dan psikis perempuan sehingga mereka semakin rentan tertular Covid-19.
“Situasi di rumah juga meningkatkan jumlah kekerasan dalam rumah tangga. Namun, Komnas Perempuan menemukan dalam surveinya hanya 10 persen perempuan korban kekerasan melaporkan kekerasan yang dialaminya di rumah. Artinya banyak perempuan korban terus mengalami kerentanan akibat pandemi ini,” ujar Theresia Sri Endras Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan, Minggu (25/10/2020).
Beban terlalu berat yang dialami perempuan sejak awal pandemi hingga kini juga mendapat perhatian Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati. Untuk memastikan intervensi dan penanganan terhadap persoalan-persoalan yang yang dihadapi perempuan, perlu data yang komprehensif. Hasil survei dari berbagai lembaga sangat berharga, karena menjadi dasar bagi semua pihak utu merancang dan kebijakan yang tepat sasaran.
Situasi di rumah juga meningkatkan jumlah kekerasan dalam rumah tangga.
“Penyajian data yang komprehensif terkait sejauh mana pandemi Covid-19 berdampak terhadap jender dan pencapaian TPB di Indonesia sangat diperlukan untuk menentukan arah kebijakan ke depan yang lebih responsif dan efektif,” kata Bintang. Karena itu, hasil survei dari berbagai lembaga amat berharga, karena menjadi dasar bagi semua pihak merancang kebijakan tepat sasaran.