Bantuan Kuota Data Internet Belum Penuhi Target
Program bantuan kuota data internet Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum terealisasi optimal. Sejumlah pihak menduga program ini tidak melalui pemetaan dan perencanaan yang matang.
JAKARTA, KOMPAS — Realisasi program bantuan kuota data internet pada September 2020 baru menyasar 27,3 juta siswa, guru, mahasiswa, dan dosen. Jumlah itu jauh dari target penerima sesungguhnya.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), target penerima bantuan kuota data internet sekitar 50.704.847 siswa, 3.424.176 guru, 5.156.850 mahasiswa, dan 257.217 dosen. Total anggaran bantuan mencapai Rp 7,2 triliun.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud M Hasan Chabibie, Selasa (29/9/2020), di Jakarta, menjelaskan, 27,3 juta siswa, guru, mahasiswa, dan dosen penerima bantuan adalah data bersih. Artinya, data nomor ponsel mereka telah sesuai dengan format valid, aktif, terverifikasi oleh operator telekomunikasi, dan dipastikan benar dalam surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM).
Kami benar-benar tidak main-main soal akurasi data nomor ponsel. (M Hasan Chabibie)
”Kami benar-benar tidak main-main soal akurasi data nomor ponsel,” tegasnya.
Apabila ada penerima belum memperoleh bantuan, kemungkinan nomor ponsel belum terdata di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), belum terverifikasi, atau SPTJM tidak sesuai dengan persyaratan Kemendikbud.
Sebagai gambaran, mengutip vervalponsel.data.kemdikbud.go.id per 29 September 2020 pukul 13.21, jumlah nomor ponsel siswa sesuai dengan format valid mencapai sekitar 35,2 juta. Dari jumlah itu, sekitar 32,3 juta dinyatakan sebagai nomor ponsel aktif valid, 443.046 dinyatakan telah melalui proses verifikasi operator, dan 2,39 juta dinyatakan residu aktif.
Dari jumlah 32,3 juta yang dinyatakan sebagai nomor ponsel aktif valid, sekitar 26,6 juta telah unduh SPTJM dan sekitar 5,7 juta belum SPTJM.
Kemungkinan lainnya, lanjutnya, adalah pihak satuan pendidikan sampai sekarang masih mengumpulkan data nomor ponsel, lalu baru akan dimasukkan ke sistem Dapodik. Mengenai kemungkinan ini, Kemendikbud sudah memutuskan tetap membuka sistem Dapodik ataupun Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti). Kemendikbud bahkan menetapkan dua tahap penyaluran bantuan setiap bulan.
Menurut dia, jika data bersih penerima sampai bulan keempat program hanya mencapai 27,3 juta orang, Kemendikbud akan membelanjakan anggaran bantuan sejumlah itu untuk bulan pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
”Pada prinsipnya, kami hanya akan membelanjakan anggaran sesuai data penerima yang sesuai persyaratan. Apabila pada bulan terakhir jumlah penerima bantuan tidak sesuai target, hal itu bukan berarti program tak efektif. Sisa anggaran akan kami kembalikan kepada negara,” ujar Hasan.
Dia memandang masyarakat semakin cerdas. Artinya, saat ini ada sejumlah satuan pendidikan merasa tidak membutuhkan bantuan kuota data internet dan ada kelompok warga lebih berhak. Kemendikbud tidak bisa memaksakan.
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kementerian Keuangan Purwanto mengatakan, belum ada diskusi lebih jauh jika terjadi sisa anggaran. Sejauh ini, opsinya adalah dikembalikan kepada negara atau dioptimalkan untuk mendukung kebutuhan pembelajaran lainnya.
”Evaluasi program dilakukan seminggu dua kali,” kata Purwanto.
Baca juga: Bantuan Kuota Internet Cair, Tepat Sasarankah?
Hasan menambahkan, penetapan total besaran kuota data internet telah melalui proses riset. Semakin tinggi jenjang pendidikan, individu membutuhkan semakin besar total kuota.
Hasan mengklaim juga sudah ada pengkajian sebelum Kemendikbud merilis daftar aplikasi ataupun platform yang boleh diakses dengan jatah kuota belajar. Kemendikbud selalu terbuka menerima masukan publik aplikasi ataupun platform yang berhak masuk di daftar pakai jatah kuota belajar.
Perencanaan matang
Manajer Riset dan Kampanye di Transparency International Indonesia Wawan Heru Suyatmiko menjelaskan, dalam tata kelola keuangan negara, sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (Silpa) biasanya akan menjadi faktor pengurang transfer tahun depan. Isu kebijakan program bantuan kuota data internet bukan terletak pada pengembalian di keuangan negara atau Silpa, melainkan sinkronisasi dan efektivitas perencanaan.
”Untuk mencegah potensi sisa uang negara, pemerintah melalui Kemendikbud semestinya mempunyai perencanaan matang,” ujarnya.
Penetapan total kuota data internet juga semestinya melalui kajian riset yang transparan. Dengan demikian, publik bisa menilai alasan penetapan.
Kondisi geografis suatu daerah berhubungan dengan penetrasi internet. Jika penetrasi internet tidak maksimal, hal itu akan memengaruhi pemakaian kuota bantuan. Apalagi, pemerintah telah menetapkan masa aktif kuota, yakni 30 hari (bulan pertama dan kedua) dan 75 hari (bulan ketiga dan keempat).
”Pemerintah perlu menjelaskan ke publik bagaimana mitigasi risiko bagi penerima bantuan yang tidak mengoptimalkan penggunaan seluruh kuota bantuan. Sebab, kami khawatir, operator telekomunikasi berpotensi yang akan diuntungkan dalam program ini,” katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Marta Tanjung memandang kebutuhan kuota data internet masing-masing guru dan siswa berbeda-beda. Ini disebabkan cara ataupun metode pembelajaran berlainan menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Misalnya, ada guru dan siswa terbiasa PJJ metode daring sinkron, sedangkan ada kelompok menyukai menggabungkan metode daring sinkron dan asinkron.
Senada dengan Wawan, dia berpendapat, sisa dana bantuan yang mungkin terjadi menunjukkan ketidakcermatan perencanaan anggaran untuk program bantuan kuota. Dia menduga pemetaan atas implementasi PJJ tidak dibuat berbasis realitas kondisi di masyarakat.
Fahriza menyampaikan, FSGI berharap Kemendikbud melakukan pendataan dan pemetaan ulang implementasi PJJ di lapangan. FSGI memahami hal tersebut tidak mudah dilakukan di tengah kondisi darurat dan fluktuatif, tetapi tetap harus dilakukan sehingga tak ada anggaran negara yang sia-sia.
”Kami juga berharap pengelolaan bantuan dilakukan secara transparan, akuntabel, dan diumumkan ke publik,” ujarnya.
Kepentingan bisnis
Menurut Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim, pendataan nomor ponsel lalu memasukkannya ke sistem Dapodik mudah dilakukan. Namun, urusan itu menjadi berpolemik ketika ada sejumlah kepala sekolah ”memaksa” siswa dan guru berganti nomor ponsel baru karena ada program bantuan kuota data internet.
”Kami menduga kepentingan bisnis dalam program bantuan kuota lebih besar dibandingkan dengan manfaat bagi siswa dan guru. Kami menerima kabar bahwa operator telekomunikasi berlomba-lomba mendatangi sekolah untuk menawarkan promo serta imbal balik kerja sama,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan, penetapan total kuota data internet adalah wewenang Kemendikbud, bukan ATSI. ATSI memahami program itu memakai anggaran negara sehingga Kemendikbud berupaya mengendalikan agar pemakaiannya maksimal sesuai aktivitas pembelajaran.
”Kami telah mendengar ada pihak mengatakan total kuota bantuan akan sisa dan itu merugikan anggaran negara. Kami rasa hal itu adalah persepsi yang salah,” katanya.
Merza menyampaikan, operator telekomunikasi seluler selama ini selalu menyediakan paket data internet yang mempunyai periode masa aktif. Dengan kata lain, operator tidak pernah menjual data internet dalam hitungan satuan, seperti per gigabyte.
Baca juga: Masa Berlaku Bantuan Kuota Data Internet Dibatasi
Operator telekomunikasi seluler diperbolehkan menawarkan promo kepada satuan pendidikan. Namun, saat ini, pendidik ataupun peserta didik sekarang telah memperoleh paket data internet secara gratis dari pemerintah untuk PJJ.
”Operator telekomunikasi mau menawarkan promo lebih baik apa lagi jika sudah ada bantuan gratis dari pemerintah?” kata Merza.