BSNP mengusulkan perlunya standar baru pendidikan jarak jauh untuk menjawab perkembangan, seperti kondisi pandemi. Caranya, mengubah Permendikbud No 119/2014 yang lebih dikenal publik sebagai acuan hukum sekolah terbuka.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekolah reguler bisa menyelenggarakan pendidikan jarak jauh dengan bentuk sekolah terbuka. Agar pengelolaannya efektif, sekolah reguler bukan hanya bergantung pada akses internet dan intranet, melainkan juga butuh desain pembelajaran khusus.
Guru Besar Emeritus Universitas Terbuka Atwi Suparman mengatakan hal tersebut saat dihubungi untuk diminta pendapatnya terkait draf standar baru pendidikan jarak jauh dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Jumat (18/9/2020), di Jakarta. BSNP menyebut draf yang disusun itu akan diusulkan untuk perubahan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 119 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Dalam Pasal 3 Permendikbud No 119/2014 dijelaskan, pendidikan jarak jauh mempunyai karakteristik terbuka, belajar mandiri, serta tuntas menggunakan teknologi informasi dan komunikasi pendidikan. Dalam Pasal 4 Ayat (1) dijelaskan, pendidikan jarak jauh jenjang sekolah dasar dan menengah dapat diselenggarakan pada lingkup mata pelajaran, keahlian, dan satuan pendidikan.
Adapun dalam Pasal 5, pendidikan jarak jauh lingkup mata pelajaran dapat diselenggarakan sekolah reguler jenjang sekolah dasar-menengah, lingkup program keahlian oleh SMK/madrasah aliyah reguler, dan satuan pendidikan dijalankan berbentuk sekolah terbuka.
Atwi berpendapat, sejumlah sekolah reguler akan tetap sulit menyelenggarakan pendidikan jarak jauh meski mereka diberikan bantuan biaya pulsa. Masalah keterbatasan akses internet tidak dapat diselesaikan dengan pemberian subsidi pulsa.
”Sekolah reguler yang sudah punya akses internet pun belum tentu mampu karena bahan pembelajarannya tidak didesain secara khusus untuk pendidikan jarak jauh,” ujar Atwi.
Dalam taklimat media, Jumat siang, Ketua BSNP Abdul Mu’ti menyampaikan, draf standar baru pendidikan jarak jauh menekankan jaminan penyelenggaraan lebih berkualitas, sistem manajemen pembelajaran, dan persyaratan utama untuk sekolah. Juga, adanya komponen perencanaan, implementasi, dan evaluasi, serta sistem penilaian terintegrasi dalam sistem manajemen pembelajaran yang melibatkan peranan orangtua.
Dia menegaskan, draf standar baru pendidikan jarak jauh didesain sebagai sistem pendidikan yang menyeluruh untuk mengantisipasi kemajuan teknologi. Draf ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian dan kualitas pembelajaran jarak jauh saat ini dan masa depan. ”Bukan hanya menjawab persoalan pembelajaran saat masa pandemi Covid-19,” kata Mu’ti.
Sementara Atwi mengaku, secara umum dirinya sulit menerima adanya suatu standar pendidikan yang seragam di Indonesia. Dia memandang karakteristik siswa sudah heterogen. Situasi sama terjadi pada sarana belajar, lembaga pendidikan, dan orangtua.
”Pendidikan yang mengandalkan keterlibatan orangtua di bidang isi ataupun strategi pembelajaran tidak mungkin distandardisasi. Kemampuan orangtua di Tanah Air sangat heterogen. Sebagian besar bukan orang yang terlatih untuk jadi guru,” katanya.
Praktisi teknologi pendidikan Paulina Pannen saat dihubungi secara terpisah mengatakan, secara akademis, pendidikan merupakan sebuah sistem, sedangkan pembelajaran didefinisikan sebagai proses. Menurut dia, jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah masih perlu mengedepankan permodelan, pengajaran, dan eksperimentasi. Ini karena murid relatif belum mandiri.
Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menganggap implementasi Permendikbud No 119/2014 biasanya lebih condong ke sekolah terbuka. Apabila BSNP menganggap permendikbud bisa diterapkan saat kondisi darurat pandemi Covid-19, dia mempertanyakan mengapa baru sekarang dirujuk.
Selama hampir tujuh bulan pandemi Covid-19, dia mengatakan, Kemendikbud telah mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Contoh lainnya, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
”Sekolah sekarang merujuk ke dua kebijakan itu. BSNP dan Kemendikbud semestinya lebih meningkatkan koordinasi,” ujar Satriwan.