Mahalnya paket data internet dan tak terjangkaunya harga gawai masih menjadi kendala utama pembelajaran jarak jauh dalam jaringan. Terobosan kebijakan mendesak dilakukan.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 sudah berlangsung lima bulan. Namun, mahalnya paket data internet dan gawai masih tetap membebani siswa untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh daring.
Di Maluku, dalam satu bulan, para siswa harus membeli paket data internet di atas Rp 200.000 untuk mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ). Akibatnya, banyak siswa dari keluarga kurang mampu tidak bisa mengikuti PJJ dengan maksimal.
”Dalam satu bulan, saya habiskan pulsa data untuk PJJ sebesar 55 gigabyte (GB) seharga Rp 200.000. Bapak Presiden, tolong bantu kami di Maluku. Paket internet sangat mahal. Banyak teman kami tidak bisa belajar dengan baik,” tutur Wilda Muskita (15), siswa kelas XI SMA Siwalima Ambon, Selasa (25/8/2020).
Dalam mengikuti PJJ, para siswa menggunakan sejumlah aplikasi yang menyedot pulsa internet sangat tinggi. Karena tak mampu membeli paket data internet, siswa dari keluarga kurang mampu tak bisa mengikuti PJJ sehingga ketinggalan materi pelajaran.
Beli beras saja susah apalagi beli paket data internet. Tambah susah.(Nia Palijama)
”Beli beras saja susah apalagi beli paket data internet. Tambah susah,” ujar Nia Palijama (40), salah satu orangtua siswa di Ambon.
Selain mahalnya kuota internet, berdasarkan data Statistik Potensi Desa Indonesia tahun 2018, sebanyak 58,2 persen dari 1.231 desa di Maluku belum terjangkau sinyal telepon seluler dan internet. Kondisi itu tak banyak berubah saat ini.
”Membangun jaringan telekomunikasi memang mahal dan negara tidak boleh hitung-hitungan,” ujar pemerhati pendidikan Universitas Pattimura Ambon, Stevin Melay.
Untuk mengatasi masalah ini, Satuan Brigade Mobil Polda Maluku menyediakan jaringan internet gratis bagi siswa dari keluarga kurang mampu di markas atau pos terdekat. ”Sekarang ini baru mulai di markas Brimob Ambon. Ke depan akan didorong ke polres dan polsek di seluruh Maluku,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Maluku Komisaris Besar M Roem Ohoirat.
Keterbatasan akses internet dan gawai juga menjadi kendala PJJ di sebagian wilayah Jawa Barat. Karena tak punya gawai, sebagian anak terpaksa menebeng ke tetangga untuk belajar.
Warga Kecamatan Purwakarta, Seli Desmiarti (35), mengungkapkan, selama pandemi, kebutuhan paket data internet naik dua kali lipat daripada sebelumnya. ”Biasanya kuota 19 GB cukup untuk sebulan. Sekarang sebulan ini bisa dua sampai tiga kali belinya,” tambah Iyul (40), warga Karawang Barat.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Purwanto mengatakan, hasil evaluasi PJJ selama masa pandemi di Purwakarta menunjukkan, para siswa terkendala kepemilikan gawai dan kemampuan membeli paket data internet.
Menyikapi persoalan yang sama, Pemerintah Kota Bogor menyiapkan jaringan internet berpemancar nirkabel atau Wi-Fi gratis di 900 titik untuk 8.361 siswa tak mampu. ”Ini Kota Bogor, masih kita temui warga yang kesulitan mengkases internet dan bahkan tidak memiliki gawai sehingga menghambat anaknya belajar secara daring. Ini mencerminkan realitas yang ada. Ini belum berbicara di daerah yang lebih jauh. Jadi menurut saya ini darurat pendidikan, semua harus bergerak,” kata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
Menurut Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan Yanti Sriyulianti, dana desa sebenarnya dapat dialokasikan untuk menyediakan jaringan Wi-Fi gratis bagi anak-anak yang mengikuti PJJ. Dana desa juga dapat dimanfaatkan untuk menyediakan pusat sumber belajar bermutu gratis bagi warga.
Bukan trik pemasaran
Di tengah berbagai kendala di atas, beberapa operator telekomunikasi seluler seperti Telkomsel, XL Axiata dan Indosat Ooredoo menawarkan paket data khusus untuk mendukung PJJ. Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) M Ramli Rahim mengapresiasi langkah tersebut, tetapi ia berharap agar program seperti itu bukan sekadar trik pemasaran.
”Kami berharap, langkah mereka benar-benar menunjukkan kepedulian terhadap pendidikan Indonesia,” kata Ramli.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda berharap, operator telekomunikasi seluler bisa mengompromikan kepentingan bisnisnya saat ini. Sebab, pandemi Covid-19 menyebabkan kondisi darurat dunia pendidikan.
Pekan ini, Komisi X DPR akan memanggil jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk membahas tujuh isu pendidikan, salah satunya evaluasi PJJ. ”Sejak tiga bulan lalu, kami telah meminta kepada pemerintah agar ada data pemetaan terkait kondisi kemampuan satuan pendidikan menghadapi PJJ. Hingga sekarang, data itu belum ada,” ujarnya.
Sebelumnya, peneliti sosiologi pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anggi Afriansyah menyampaikan, penggunaan terminologi PJJ selama ini membuat para pemangku kebijakan dan masyarakat terjebak pada pembelajaran berbasis teknologi menggunakan medium internet. Begitu sekolah ditutup, solusi yang ditawarkan Kemendikbud adalah pembelajaran daring yang menyebabkan tertinggalnya anak-anak dari keluarga miskin.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan, pihaknya berkomitmen mencarikan solusi atas masalah keterbatasan akses internet. Kemendikbud selalu mengingatkan pentingnya menggelar pembelajaran bermakna selama pandemi ”Pembelajaran bermakna berarti sesuai ketertarikan anak. Aktivitas memasak bersama orangtua bisa menjadi ajang belajar numerasi, literasi, dan mengajari anak pentingnya pendidikan karakter,” paparnya.
Syahril menyadari efektivitas PJJ daring tidak akan bisa menggantikan pembelajaran tatap muka di kelas. Namun, pandemi Covid-19 sekarang benar-benar kondisi darurat. (FRN/MEL/GIO/MED/IKA)