Jenjang Pendidikan Tinggi Juga Perlu Dukungan Pemerintah
Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh di jenjang pendidikan tinggi menyimpan berbagai cerita suka-duka. Tafsir sampai praktik kuliahnya berbeda-beda, tetapi satu tujuan agar tetap bisa kuliah di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setiap perguruan tinggi negeri ataupun swasta, bahkan setiap dosen dan mahasiswa, mencari caranya sendiri agar tetap bisa menjalankan aktivitas perkuliahan di tengah pandemi Covid-19. Apabila pandemi masih berkepanjangan, pendidikan tinggi nasional memerlukan aksi afirmatif dari pemerintah.
Kepala Lembaga Kajian Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad mengatakan pandangan itu saat menghadiri peluncuran buku Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19 terbitan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Selasa (11/8/2020), di Jakarta. Swakelola pembelajaran jarak jauh (PJJ) hingga ke level individu dan dosen, dia nilai, membuat pemerintah tidak terbebani biaya dan teknologi pembelajaran daring.
Sementara pada saat bersamaan, kendala teknologi baik dari segi jaringan dan finansial marak dikemukakan. Semua sivitas akademika ”sibuk” ke kendala itu dan tujuan pendidikan nasional sendiri berpotensi dilupakan.
”Aksi afirmatif berupa pelaksanaan, rencana kerja dan anggaran, program dan kegiatan, serta kebijakan. Aksi afirmatif seperti itu diperlukan agar terjadi standardisasi pembelajaran metode daring,” ujarnya.
Ibnu mengatakan, penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia sekurang- kurangnya dipandu oleh Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia. Apabila PJJ metode daring terus berlangsung, pencapaian dimensi isi dari kebijakan tersebut perlu dipikirkan.
Jangan sampai potensi knowledge stunting tidak dipikirkan.
”Jangan sampai potensi knowledge stunting tidak dipikirkan,” katanya.
Chairman Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer Zainal Arifin Hasibuan berpendapat, transformasi digital di ranah pendidikan tinggi membutuhkan integrasi pedagogi dan teknologi digital. Sivitas akademika harus memahami cara kerja teknologi digital.
Ketika paham, mereka akan menyadari bahwa cara kerja teknologi digital mengubah kultur dan pola pikir lama. Maka, sebelum transformasi dilakukan, mereka harus siap.
Dalam buku Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19, Guru Besar Entomologi pada Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) Intan Ahmad Musmeinan dan dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, Angga Dwiartama, turut menulis.
Keduanya menceritakan, di ITB, PJJ metode daring sudah direncanakan jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi. Secara eksperimental, ITB memulai aktivitas pembelajaran daring sebagai bagian dari aktivitas internet interconnection initiatives sejak awal tahun 2000 melalui kegiatan SOI-Asia (School on Internet- Asia) bersama mitra beberapa institusi pendidikan di Asia. Wahana kuliah daring di kampus mulai dibangun di tahun 2010 melalui pendekatan pembelajaran campuran. Lalu, setiap dosen wajib mengembangkan skema ataupun modul kuliah daring minimal tiga pertemuan.
Sebelum pandemi Covid-19, pelaksanaan kuliah daring di ITB adalah opsi terakhir ketika kuliah tatap muka tidak bisa dijalankan dan dosen pengganti tidak bisa hadir. Ketika pandemi Covid-19, keduanya menuliskan, proses transisi menuju kuliah daring yang lebih stabil membutuhkan waktu satu hingga tiga bulan. Pada awalnya, instruksi PJJ metode daring bagi beberapa dosen sebatas diterjemahkan dengan membagikan file presentasi kuliah dan bahan bacaan kepada mahasiswa, lalu meminta mahasiswa mengumpulkan tugas melalui surel (surat elektronik/e-mail).
”Saat mengajar tatap muka secara fisik, kami menemukan beraneka ragam karakter mahasiswa. Karakter dosen pun demikian,” ujar Intan.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyampaikan, setiap bencana mengandung hikmah. Bencana sebagai titik tolak untuk bertransformasi.
Di ranah pendidikan tinggi, dia mengakui, bencana memberikan kesempatan sivitas akademika membuat terobosan-terobosan baru. Salah satu bentuk terobosan yang sudah jadi adalah sejumlah inovasi peralatan kesehatan, seperti ventilator untuk perawatan gawat darurat.
Menurut dia, buku Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19 bertujuan mendokumentasikan perubahan serta adaptasi pendidikan tinggi saat pandemi Covid-19. Dia menganggap konten-konten yang dituangkan dalam buku bisa menjadi pengetahuan suatu hari nanti.